Bagian 18

90.7K 1.6K 62
                                    

Apakah ia tahu? Tidak. Kumohon tidak. Aku berjanji pasti akan memberitahunya nanti saat aku sudah siap. Bodoh. Dasar wanita bodoh.

Aku tidak siap untuk kehilangan Shawn. Aku sangat menyayanginya. Untuk Justin, aku akuuu entahlah. Aku masih bimbang dengan perasaanku.

Kudengar ketukan pintu disusul dengan pria tinggi berbadan tegap. Justin. Pria itu berjalan mendekat kearahku. Kuberikan senyum terbaikku padanya. "Hai"

"Um hai, justin". Telapak tangannya yang besar berusaha untuk merapikan rambutku yang berantakan. Senyumnya merekah dengan lebar.

"Bagaimana keadaannya? Ia tidak nakal, bukan?". Kini telapak tangannya berusaha untuk masuk ke dalam kaos baseball ku dan mengusap perut buncitku disana. Kasar, namun aku menyukainya.

"Dia selalu baik, Justin". Perasaanku gelisah. Tidak, aku malu untuk memintanya lagi. Aku selalu merepotkannya.

"Hei darlin' what's wrong? Kau membutuhkan sesuatu?". Aku menganggukkan kepalaku. Memang benar, keinginan untuk bercinta bagi wanita hamil sangatlah tinggi. Apalagi saat dipagi hari. Sial.

"Aku ingin kita bercinta"

"Oke so w..what? Kau ingin kita agar bercinta?". Suaranya mencicit. Aku takut jika ia akan menolaknya. Aku hanya ingin bercinta. Sungguh.

"Kau yakin? Apa ia akan baik-baik saja disana?". Kuanggukkan kepalaku dengan yakin. Kupikir kehamilan umur 3 bulan akan baik-baik saja. Tentu dengan gerakan yang pelan.

Ia mulai mengunci kamar perawatanku dari dalam. Juga menutup korden berwarna putih agar apa yang akan kita lakukan nanti tidak terlihat dengan jelas melalui kaca.

Tangannya yang besar menyingkap kaos baseball ku keatas. Dengan mudahnya ia melepas kaitan braku. Senyumnya merekah sempurna. Dasar mesum. Oh kau juga mesum, Nath.

"Semakin hari kau semakin seksi, darlin'" .Kukedipkan sebelah mataku, berniat untuk menggodanya. Aku tidak akan terlalu banyak bergerak, infusku baru saja dipasang kemarin sore akibat kekurangan cairan.

"Maafkan aku. Aku hanya bisa diam saja, Justin". Kepalanya menggeleng dengan pelan, pertanda bahwa ia tidak setuju dengan apa yang baru saja kukatakan. "Kau hanya perlu menurut dengan apa yang akan kulakukan".

"Apa kita perlu foreplay?" Sial. Smirk nya membuat vaginaku berkedut. Bahkan aku sudah siap. "Sepertinya aku sudah siap, sayang".

Dengan cepat ia membuka ikat pinggang Hermes mahalnya dan tentu kaitan celana jeans nya. Sial, hari ini ia menggunakan celana jeans yang menurutku lumayan ketat menempel di kakinya.

"Apa kau ingin memimpin?". Kuanggukkan kepalaku dengan senyum yang malu-malu. "Kemarilah". Aku merangkak naik keatas pangkuannya. Pahanya begitu keras. Aku yakin, ia begitu rajin pergi ke gym.

"Terlalu besar". Kenapa ia menjadi begitu besar?. Bahkan aku sempat merasakan perih.

"Mungkin efek dari kehamilanmu darlin'.. Kau hangat". Sial sial. Kapan ia akan bergerak.

"Bolehkah aku bergerak?". Ia hanya menganggukkan kepalanya seraya memejamkan mata. Bahkan ia terlihat sangat sangat seksi.

Aku berusaha untuk menaik-turunkan tubuhmu dengan pelan. Ini sangatlah nikmat. Tangannya meremas dadaku dengan lembut. Bahkan ia mengecup putingku yang kini kian membesar. Tangannya yang lain berusaha untuk membantuku bergerak.

Dengan sangat hati-hati kulingkarkan kedua tanganku di lehernya dan meremas lembut ujung rambutnya. Rambutnya sangat halus. Kupeluk tubuhnya yang masih terbalut dengan kaos polo nya. Aku hanya bisa mengerang dan mendesah. Sungguh nikmat.

Kuberikan kissmark dilehernya. Kukecup dengan lama seraya masih bergerak. Pun ia juga menggerakkan pinggulnya berlawanan arah hingga menimbulkan suara yang nyaring. Saat aku ingin mencapai orgasmeku, ia malah bergerak dengan pelan.

"Faster" . kupeluk dengan erat lehernya. Kurasakan Justin terkekeh, gerakannya pun masih pelan. "Kupikir kita harus pelan, mengingat ada seseorang yang tumbuh disini" ucapnya seraya menyelipkan tangannya untuk mengelus perutku.

Aku menggeleng dan terisak. Ia sungguh jahat menunda orgasmeku. Kini aku hanya diam tak bergerak. Hingga kurasakan telapak tangannya mengelus klitorisku dengan lembut dan hal itu membuatku bergetar. Satu tangannya membantuku untuk bergerak dengan cepat. Hingga kurasakan orgasme akan melandaku. Kupeluk erat Justin walaupun tidak seerat dahulu karena perutku yang membesar. Tubuhku bergetar, begitupun dengan Justin. Bisa kurasakan sperma nya yang hangat.

Aku masih memeluknya dan enggan untuk melepasnya. Aku tahu kita tidak terlalu banyak berkomunikasi secara verbal, tetapi yang pasti aku telah berCINTA dengan Justin McAliste.

**********

Wohooo smut alert hehe helloooa semuaanyaa. Maaf bgt baru bisa update. Aku sibuk banget sama tugas, bimbel dan jg udah mulai ada pendalaman. Dedikasi buat semua readers yg masih setia buat nungguin Affair love u so guysss oyaaa ada yg setuju ga kalo cover affair aku ganti? Jangan lupa buat vomment yaaa.

AFFAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang