"Dia bangun."
Aku menoleh. Perempuan Asia itu lantas tersenyum canggung.
"Apa kau masih merasa sakit?"
"Aku dimana?"
"Astaga, kau sampai amnesia begini. Kaigan benar-benar keterlaluan."
Hugo memberikan segelas air. Aku menyesapnya hingga tandas kemudian menemukan pakaianku telah bertukar menjadi kemeja hitam tanpa bawahan.
"Pakaianku—" Suaraku bergetar. Ngeri memikirkan siapa yang menukarkan pakaianku.
"Jean melakukannya. Tenang saja, dia gay." Hugo mengatakannya dan Jean di sofa tampak tidak keberatan sama sekali.
"Ini Harin, dia yang membawamu kemari."
Secepat aku mengingat peristiwa tadi siang, secepat itu aku merasakan emosiku memburuk. Aku ingin menangis, tapi juga berteriak. Kaigan sialan! Menatap dia sejahat itu padaku? Padahal aku tidak berbuat jahat kepadanya. Dasar iblis!
"Kaigan membenci orang-orang Asia." Hugo duduk di tepi ranjang, menaikkan selimutku sebatas dada.
"Aku akan menceritakannya, tapi sebaiknya kau makan dulu."
"Kalau begitu aku akan kembali ke kamarku." Harin tampak canggung. Dia memiliki wajah khas Korea dengan rambut sebatas bahu. Kulitnya putih dan mulus. Persis seperti kulit idola Korea sehingga aku yakin banyak laki-laki yang menyukainya.
"Terima kasih," ujarku pelan.
Harin hanya tersenyum tipis. Hugo berbincang sebentar dengannya di pintu, lalu ia pergi. Maka aku pun memejamkan mata. Langsung kehilangan motivasi untuk meneruskan studiku.
"Hei, Jean. Berikan dia makanan."
Jean memberikan aku sekotak pizza. Aku tidak menyentuhnya sama sekali sampai Hugo kembali dari kamar mandi. Dia mengusap-usap rambut basahnya sambil menatapku.
"Aku sudah memberikan peringatan padamu."
"Aku tidak melakukan apa-apa tahu!" Aku beteriak, tapi langsung menangis.
"Kaigan tidak waras," ujar Jean. "Dia akan memukuli siapapun yang menurutnya mengesalkan."
"Memangnya aku kenapa?" Aku masih saja menangis. Tidak peduli jika Hugo dan Jean mengejekku. Aku butuh pelampiasan. Menangis adalah cara yang paling mudah saat ini dibandingkan apapun.
"Kau yang kenapa? Mengapa kau sok menjadi pahlawan begitu!" omel Hugo.
Tampaknya Harin mengetahuinya, jadi mungkin dia menceritakan kepada Hugo. Tetap saja aku yang salah, padahal aku ingin membantu. Rasa-rasanya dunia sudah tidak benar lagi.
"Yuta nama laki-laki itu. Dia seorang Asia dan jelas Kaigan membencinya. Kau seharusnya tidak menolongnya."
"Dia akan mati."
"Lebih baik begitu daripada kau mati. Mungkinkah kau berpikir untuk melakukan pengorbanan mulia, Richard?"
Hugo merapikan rambutku. Walaupun ucapannya kasar, aku akui dia cukup baik sekali dengan memperingatiku sejak awal. Meski demikian aku curiga. Mengapa dia sebaik ini?

KAMU SEDANG MEMBACA
Desire |18+ END
DragosteJoana Richard seharusnya tidak jatuh cinta kepada Kaigan Wilson. Pria itu tidak segan menenggelamkan kepala Joana di kloset toilet yang kotor, karena tidak menyukai kehadirannya. Kaigan adalah laki-laki yang selalu mendapat apapun yang ia inginkan...