Dari sekian banyak orang, wanita itu mungkin yang paling menyakitkan. Dulu sekali dia harus dihadapkan kehilangan. Saat separuh hidupnya harus meregang nyawa karena sebuah kecelakaan, ia juga mesti menahan kewarasannya untuk keselamatan anak semata wayangnya.
Ia cukup menangis dalam diam, tanpa penopang, tanpa penenang.
Lalu setelah badai dua puluh tahun silam, kini ia harus dihadapkan kembali dengan kehilangan sesungguhnya. Ketika ia sadar dunianya retak, rapuh, dan akan pecah sewaktu-waktu.
"Semua akan baik-baik saja sayang, kamu dengerin bunda kan? Bunda gak mau kehilangan kamu sayang"
Wanita itu mencium wajah buah hatinya berkali-kali, menggumamkan kata penenang yang nyatanya tak memberi efek apa pun padanya.
Soobin-nya terasa mati, Soobin-nya terasa jauh, Soobin-nya buah hatinya.
Dia menggenggam tangan yang kini bahkan lebih besar darinya, menggumam dengan isakan yang tidak ditutupi lagi.
Dia ketakutan.
"Maaf bunda, maaf- ini sakit sekali, maaf bunda"
Wanita itu menggeleng, membelai kepala itu penuh kasih sayang.
"Beomgyu pasti kesakitan, Beomgyu pasti kesepian, Beomgyu butuh Soobin bunda"
"Tapi bunda juga butuh Soobin, bunda harus gimana nanti kalo gak ada Soobin, jangan kaya gini ya nak?"
Soobin menangis, meraung seperti kebiasaan nya setahun belakangan.
"Soobin cape bunda, Orang-orang yang Soobin sayang selalu pergi- Soobin pasti pembawa kesialan"
"Soobin sayang, kamu gak kaya gitu- jangan salahin diri kamu begini, ini sudah takdir sayang"
Wanita itu menekan dadanya, menatap buah hatinya yang akhirnya tertidur setelah dokter yang biasa menanganinya menyuntikkan obat penenang untuknya.
"Ini akan semakin serius bu, Soobin tidak berniat untuk melawan rasa sakitnya. Dia terus berada dalam kubangan itu, ini bisa beresiko pada kejiwaan nya"
"Saya harus bagaimana dok?"
Dokter itu menatap prihatin, dia sudah kenal betul dengan keluarga Choi ini. Setahun belakangan semua hal sudah ia usahakan, tanpa titik temu sedikitpun. Soobin sudah jelas menyerah akan hidupnya.
Dia menyodorkan sebuah kartu nama, wanita itu menerimanya dengan tangan gemetar.
"Beliau adalah dokter spesialis kejiwaan, bagaimanapun caranya- buat Soobin menyetujui untuk menemuinya. Ini jalan terakhir yang bisa saya usahakan bu"
.
.
.
.
.
"Nama saya Park Jimin, saya teman ibu kamu, Nama kamu siapa?"
Soobin menatap kosong pada lelaki dengan setelan putih itu, meremat tangannya merasa terintimidasi padahal hanya ada tatap teduh dari objek yang mengajaknya bicara.
"Beomgyu, Beomgyu" Dibanding menyebutkan namanya ia malah bergumam tidak jelas, memejam untuk menghilangkan rasa takut, berusaha membawa Beomgyu dalam batas kesadarannya.
"Dia cantik, ceria, dan terlihat menyenangkan. Mau bercerita? Aku juga ingin mengenalnya"
Detik suara lembut itu merasuk rungunya, netra terpejam nya terbuka. Menatap senyum teduh yang dirinya saja bingung membedakannya. Apa itu tulus? Apa itu sebatas senyum formal.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR NAME - SOOGYU
FanfictionSeperti tahun lalu, kali ini pun sama beratnya. Helaan nafas berulang itu terasa begitu sesak. Lelehan bening itu begitu memilukan. Atau fakta bagaimana tawa lepas itu begitu menyakitkan. Bahkan untuk kesekian kali- Aku ingin hidup dimana ada dia d...