06. Sebuah kesalahpahaman

6 0 0
                                    

Aruna: Congrats ya Gabbb XD

Gabrian: Apa?

Aruna: Gue denger dari anak kelas katanya lo jadian sama Chelsea

Gabrian: Ga jadian

10 menit sudah Gabrian menunggu balasan dari Aruna namun tidak ada tanda-tanda Aruna akan membalas pesannya. Gabrian yang tadinya ingin bermain game kini malah memilih pergi untuk menemui Aruna.

"Kemana lo Gab? bentar lagi bu Teti masuk"

Gabrian berlalu begitu saja tanpa mendengarkan apa yang barusan dikatakan Daffin, kini tujuan utamanya hanyalah menuju kelas Aruna.

Tetapi saat hampir tiba disana Gabrian malah melihat bu Teti yang berjalan menuju kearahnya, yang mana mau tidak mau membuat Gabrian harus berbalik arah dan pergi menuju kelasnya kembali.

Gagal sudah upaya nya untuk menemui Aruna. Lagi pula kenapa juga Gabrian harus menemui Aruna? padahal tadi Gabrian sudah menjelaskan kepada Aruna lewat chat bahwa dirinya dan Chelsea tidak berpacaran, Gabrian jadi mengurungkan niatnya untuk bertemu Aruna.

Sesampainya dikelas Daffin melihat kearah Gabrian dengan bingung. "Napa balik?"

"Ketemu bu Teti"

"Emang mau kemana lo? gue udah bilang kalo bu Teti bakal masuk"

"Beeli minum" balas Gabrian memberi alasan, padahal kenyataannya tadi ia ingin menemui Aruna.

Tidak berselang lama dari datangnya Gabrian, bu Teti selaku guru kimia mereka pun tiba dengan membawa beberapa kertas yang merupakan hasil ujian mereka minggu kemarin.

Setelah mengucapkan selamat pagi dan mendapatkan balasan dari semua siswa bu Teti langsung duduk dikursinya, ditatapnya seisi kelas dengan tatapan maut miliknya, seolah-olah semua siswa disini telah membuat dosa besar.

"Dari dua puluh delapan siswa dikelas ini cuma sebelas orang yang tuntas di ujian kemarin."

Yap, kini seisi kelas sibuk bertanya tanya siapa sebelas orang yang diucapkan bu Teti itu.

"Yang ibu panggil namanya silahkan ambil lembar jawaban kalian dan yang tidak dipanggil silahkan ujian ulang setelah ini."

"Gavi, Farah, Shasa, Arjuna, Nayla. Silahkan ambil kertas kalian terlebih dahulu."

5 orang yang dipanggil oleh bu Teti pun langsung berjalan menuju kursi beliau, sudah dipastikan 5 orang yang dipanggil terlebih dahulu adalah penerima poin tertinggi dikelas ini.

Setelah 5 orang tadi kembali ketempat duduknya, bu Teti lanjut memanggil 6 orang selanjutnya.

"Evan, Tasya, Vanessa, Julian, Safira, dan terakhir Koji. Silahkan mengambil kertas kedepan. Yang namanya saya sebutkan silahkan keluar kelas dan yang tidak saya panggil kita akan melakukan remidial, sekarang."

Siswa dan siswi yang namanya tidak disebutpun hanya bisa mengeluh, tidak terkecuali Gabrian dan Daffin yang kini saling menyalahkan karena mereka berdua berbagi jawaban yang sama pada saat ujian minggu kemarin.

"Udah gue bilang pembakaran sempurna tuh ngasilin gas CO2, lo sih ga percaya" kata Daffin sambil menunjuk kertas ujian yang telah disilang sebagai tanda salah oleh bu Teti.

"Lah itu lo jawab rumus C5H12 namanya dekana padahal udah jelas jelas rumus C5H12 tuh pentana" jawab Garian tak mau kalah.

"Ll yang bikin banyak salah, ini nih" Daffin menunjuk soal nomor delapan yang juga disilang oleh bu Teti. "Nilai bilang kuantum dari kulit k tuh satu, tapi gara gara lo jawab dua gue jadi ngubah jawaban gue"

"Ya salah lo lah itu ngikutin gue"

"Daffin, Gabrian!" tegur bu Teti yang kini tengah berjalan kearah meja mereka, seketika Daffin dan Gabrian pun terdiam.

"Kalian berdua ini udah dapat nilai jelek bukannya belajar lebih giat malah berisik, jangan sampe gara-gara nilai kimia jelek kalian berdua jadi turun peringkat. Setau saya kalian mau kuliah diluar negeri kan? jangankan diluar negeri, di Indonesia aja kalian gabisa masuk ptn top perkara nilai."

Keduanya tidak menjawab, memang benar yang dikatakan beliau tetapi apakah baik mengatakan hal seperti itu dihadapan semua orang? seakan akan sengaja mengatakannya untuk menghancurkan impian Gabrian dan Daffin.

"Lanjutkan ujiannya, waktu kalian lebih banyak dari pada sebelas orang tadi, jadi saya harap nilai kalian bisa jauh lebih tinggi dari mereka."

***


Dikelas aruna kini sedang jamkos, bu Vega yang merupakan guru bahasa mereka sedang cuti melahirkan, jadi mereka hanya diberikan tugas oleh guru piket.

Mereka kini sedang sibuk bermain kartu uno dibelakang kelas, sebenarnya bulan lalu kelas mereka sudah beberapa kali ditegur karena bermain kartu uno di sekolah, katanya sih kartu judi padahal mereka hanya bermain biasa tanpa uang.

"UNO!" teriak Maya yang kini tengah memegangi satu kartu terakhir ditangannya.

Aruna yang masih memiliki enam kartu ditangannya pun sangat kesal karna dari tadi ia tidak pernah memenangkan satu game pun.

"YEY MENANG HAHAHAHA" teriak Maya yang baru saja menjadi pemenang pertama.

Kini bersisa Aruna, Rafael, dan Diva. Ketiganya sama sama memiliki banyak kartu, tetapi yang mendekati kemenangan adalah Rafael.

"Kalah jongkok ya" ucap Diva yang kini mengeluarkan kartu miliknya.

"Ah tadi aja ga ada peraturan gituan" keluh Aruna.

"Gas" sahut Rafael yang membuat Aruna makin malas bermain kartu uno, game jelek.

"Giliran gue mau kalah aja malah ada aturan kaya gitu"

Aruna sepertinya memang ditakdirkan untuk kalah, Diva barusan saja menang dan saat ini Aruna duel dengan Rafael. Kartunya bersisa tiga sedangkan Rafael satu.

Hanya keberuntungan yang bisa menolongnya.

Aruna mengeluarkan kartu nomer 6 berwarna hijau, Rafael tidak punya dan kini kartunya bertambah satu menjadi dua, sama seperti Aruna.

Aruna kembali mengeluarkan kartunya, kali ini kartu yang bisa mengubah warna.

"WARNA KUNING, UNO!" teriaknya.

Sekarang Aruna terlihat bersemangat, akhirnya walaupun bukan jadi pemenang pertama Aruna bisa merasakan kemenangan setelah berkali-kali menjadi yang terakhir.

"Yah gada lagi gue nih" Rafael pun kembali mengambil satu kartu.

Aruna mengeluarkan kartu terakhirnya dengan semangat. "YESSSSS AKHIRNYA MENANG"

"Baru menang sekali" ejek Rafael yang kini tengah jongkok sambil membagikan kembali kartu uno untuk bermain lagi.

"Yang penting menang, rasain lo jongkok!" balas Aruna mengejek.

Rafael hanya tertawa, padahal tadi dia memiliki kartu tambah, tapi karena melihat Aruna bersemangat untuk menang dia pun berpura-pura tidak mempunyai kartu yang warna maupun angkanya sama dengan yang dikeluarkan Aruna. Rafael hanya membiarkan Aruna menang sekali, selanjutnya tidak akan lagi.

ONCE AGAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang