Pagi ini Chaterinna duduk di ruang tamu sambil memakan sebuah roti rendah gula yang sengaja Heeseung siapkan khusus untuknya. Banyak pantangan semenjak dia di diagnosa gagal ginjal, bahkan minum terlalu banyak pun tidak boleh karena fungsi jaringan pada ginjalnya sudah tidak berfungsi dengan baik.
Makan manis berlebih tidak boleh, pedas , berlemak apa lagi. Makanan pun benar-benar harus hati-hati. Saat setelah cuci darah pun minuman susu kacang almond kesukaan nya itu tidak boleh sama sekali di sentuh olehnya.
Heeseung yang memang tidak punya pekerjaan selain menunggu uang dari kedua orang tuanya itu pun ikut duduk di samping Chaterinna sambil memasang wajah datar. Melirik Chaterinna yang ternyata tengah asik menonton kartun 'Crayon Sinchan' di televisi rumahnya.
"Chat," panggil Heeseung membuat Chaterinna menoleh sedikit lalu berdeham pelan. Jujur saja, dia masih kesal karena kejadian kemarin malam.
"Mau tinggal di sini? Bareng gue. Mama lo ikut tinggal di sini juga gapapa kalau udah selesai rawatnya. Lo nggak harus kerja mati-matian lagi, lo bisa istirahat supaya tubuh lo juga nggak harus rasain rasanya kesiksa lagi."
Chaterinna menunduk sebentar, "Seung, sebelum gue jawab ada yang mau gue tanyain sama lo."
"Apa?"
Gadis itu kini menatap wajah Heeseung sedikit bergetar, "gue nggak sengaja liat kemarin malem, kenapa di kamar lo banyak bekas kantung darah? Baunya amis, bahkan banyak banget sampai berserakan di bawah lemari lo. Itu apa, Seung?"
Heeseung seketika tercekat dan langsung diam membisu karena dia juga bingung harus menjawab dan mencari alasan apa lagi untuk pertanyaan itu. Dia pun menatap kembali ke arah layar TV dengan jantung yang sedikit berdegup kencang. Tidak, jantungnya bahkan seperti akan loncat sekarang.
"Eum, itu.. cuman alat praktik. Gue kan mantan anak kedokteran." Heeseung tersenyum kecil lalu mengangkat bahunya berusaha terlihat tak acuh.
Merasa tidak harus mengulik lebih jauh, Chaterinna hanya dapat menghela nafas berat merasa sama sekali tidak puas dengan jawaban yang di berikan oleh Heeseung kepadanya barusan. "Lo bukan pembunuh berantai, kan? Yang hobi koleksi darah korban-korban, lo?"
"Bukan, lah! Udah nggak usah di pikirin. Nanti gue buang semua, lagian udah lama. Gue nggak sempet buang soalnya." Heeseung pun bangkit dari duduknya bergegas untuk membuang semua bekas kantung darah yang ada di dalam kamarnya. Padahal sudah dia taruh di tempat terdalam, kenapa masih keliatan sama Chaterinna?
Chaterinna masih merasa ganjal dan takut sebenernya, namun di lihat-lihat Heeseung selama 2 Minggu ini tidak pernah melakukan hal yang dapat melukainya. Bahkan sebaliknya, Heeseung telah menjaganya dengan baik.
Gadis itu langsung menahan tangan Heeseung yang ingin pergi ke kamarnya lagi membuat laki-laki itu kini menoleh dengan wajah bingung.
"Ada apa?" Keringat dingin rasanya saat tangannya di tahan seperti ini. Takut ketahuan, tidak boleh pokoknya tidak.
Chaterinna mengangguk, "gue mau tinggal sama lo, tapi gue masih tetep mau kerja. Gue cuman butuh tempat buat tinggal, bukan biaya hidup. Gue masih mampu buat cari uang sendiri."
Heeseung membungkuk membuat wajah mereka kini berjarak cukup dekat. Menatap lekat dengan sedikit tajam. "Kalau terima ajakan yang udah gue kasih, terima satu paket. Jangan nego-nego nggak jelas. Lo nggak perlu kerja lagi, semua biar gue yang tanggung."
"Jangan gila, Seung. Gue cuman orang asing yang selalu ngerepotin lo. Lo nggak harus sampai sebegitu nya sama gue, bahkan gue bukan siapa-siapa lo."
Heeseung berdecak sebal lalu menepis tangan Chaterinna sedikit kasar dan pergi meninggalkan gadis itu sendirian di ruang tamu. Kelihatannya sih Heeseung tidak suka dengan kalimat penolakan dalam bentuk apapun itu. Namun manusia punya akal seperti Chaterinna juga tidak bisa seenaknya kepada orang yang bahkan baru dia kenal. Benar, kan?
。:゚(Bite To Heal)゚:。
Sepulang dari menjenguk sang ibu, Chaterinna dan Heeseung pun kini membeli makanan di sebuah restoran cukup sederhana di tengah kota. Di sini banyak jajanan yang paling di sukai Chaterinna dulu, saat dirinya masih sehat dan bebas makan apapun dengan jumlah berapapun. Tentu, saat ayahnya masih hidup dulu.
Saat menuju pulang ke rumah Heeseung, seperti biasa laki-laki itu sibuk mengelus paha Chaterinna di sepanjang perjalanan. Awalnya mereka beradu mulut karena masalah kemarin, namun akhirnya Heeseung bisa menangani itu semua dan membuat Chaterinna kini terdiam sambil menatap indahnya langit sore di kota besar ini.
"Chat, gue mau lagi." Kata Heeseung tiba-tiba membuat Chaterinna langsung menoleh bingung.
"Mau lagi, apa?"
"Kayak kemarin. Emang lo nggak penasaran?"
Tau arah pembicaraan akan menuju kemana, Chaterinna berdecak sebal dan menepis tangan Heeseung dari pahanya. Tidak menggubris apapun lagi yang di katakan laki-laki yang tengah sibuk menyetir di samping kanannya saat ini. Tidak terasa pun akhirnya mereka sampai di rumah dan Heeseung memarkirkan mobilnya di bagasi dalam rumahnya.
Heeseung menghela nafas berat, "habis makan, mandi, terus tidur aja istirahat. Kalau mau nonton Sinchan lagi silahkan, gue ada urusan sebentar. Pulang lumayan bakal malem, kalau ada apa-apa bisa kabarin lewat telpon rumah gue, posisinya ada di deket dapur." Jelasnya kepada Chaterinna yang mengangguk paham dengan penjelasannya.
"Chat,"
"Apa, Seung?"
"Beneran nggak mau coba?"
Chaterinna mencubit perut Heeseung sehingga membuat laki-laki itu meringis kesakitan dan sedikit tertawa karena menurutnya jika di kondisi seperti ini, Chaterinna jadi terlihat menarik di matanya.
Lagian heran, jadi cowok kok mesum banget.
To be continued>>>>>>>

KAMU SEDANG MEMBACA
BITE TO HEAL | LEE HEESEUNG
Fanfiction[18+] "Please bite and heal me, Seung." warning : harsh words, mental health, mature content. Start : 20-01-24 End : -