Hari ini, rumah kediaman Anagata sangat ramai. Ramai yang tak diharapkan oleh seluruh tuan rumah di dunia.
Seluruh tamu yang hadir menggunakan pakaian serba hitam menyelimuti rumah duka. Terlihat Reva yang masih memakai baju yang semalam ia pakai, baju yang masih bersimbah darah adiknya.
Reva terus melamun disamping jenazah adiknya yang tersenyum tipis, melihat Dira terus menangis dengan histeris. Cindy, Ibun dari Manda juga Reva tak kalah terisak melihat anak bungsunya sudah tak bernyawa.
Zee... ia terus melamun di kamarnya, seribu bahkan sejuta penyesalan menyelimuti dirinya. Ia terus menyalahkan dirinya sendiri. Ia berfikir ini semua karena dirinya, karena idenya, karena nafsunya yang terlalu besar.
Jessi terus mencoba membuka kamar Zee, ia khawatir sahabatnya melakukan hal yang tidak-tidak.
"Zee... udah jangan kaya gini, lo gak salah, stop nyalahin diri lo sendiri." Teriak Jessi.
"Gue dobrak pintunya, kalo lo di belakang pintu awas dulu."
Jessi mendobrak pintu kamar Zee, menampilkan Zee yang tertunduk di lantai, menyandarkan dirinya di kasur kamar itu. Setelan Zee pun masih sama seperti yang semalam ia pakai, bisa dilihat dari tatapannya bahwa ia trauma untuk keduakalinya.
Jessi langsung memeluk tubuh Zee yang tak berdaya itu, tangisan Zee kembali pecah kala dirinya mendapat pelukan dari Jessi. Belum siap menerima kenyataan bahwa sudah ada dua korban akibat ulahnya sendiri, pikirnya.
"Gue yang punya rencana Jess, gue bunuh Manda, gue yang salah Jess..."
"Enggak Zee, kematian gak ada yang tau. Lo gak salah sama sekali, stop nyalahin diri lo sendiri kaya gini. Ini udah jalannya, ini takdir."
Keduanya terisak, Jessi sangat terpukul melihat sahabatnya seperti hilang arah seperti ini.
Tak lama, Reva menghampiri mereka berdua. Tatapan Reva sangat kosong, Reva sudah mengganti pakaiannya menjadi serba hitam. Wajahnya sangat berantakan.
Jessi melepas pelukannya, ia meninggalkan dua gadis yang tengah dibalut kesedihan itu. Jessi menepuk pundak Reva dan sebelum benar-benar pergi dari kamar itu.
"Bener kata Jessi, lo jangan nyalahin diri lo terus Zee. Kematian gak ada yang tau, ini bukan salah lo."
"Tapi Rev...."
"Kalo lo terus kaya gini, sama aja lo nyalahin gue atas kematian Manda. Gue yakin Manda disana gak nyalahin lo, dia pasti bangga akhirnya pembunuh Freya bisa dihukum setimpal."
"Sekarang ganti baju lo, kita anter Manda ke rumah terakhirnya. Gue tunggu di bawah ya?" Lanjut Reva.
Ia beranjak tapi Zee menahannya, ia membawa Reva ke dalam pelukannya. Kembali terisak dengan hebat.
"Gue minta maaf ya Rev, gue harap lo gak benci gue. Mulai saat ini gue yang bakal gantiin Manda buat jagain lo."
"Manda gak bisa digantiin sama siapapun. Tapi makasih lo udah mau berusaha. Gue juga minta maaf ya Zee."
Tak ada kata lagi, mereka berdua saling memeluk dalam sendu. Air mata mereka tak hentinya mengalir deras. Reva bangkit dan mengusap pipi Zee. Ia tersenyum, sedetik kemudian mencium kening gadisnya yang masih kotor.
"Gue pilihin baju ya? Lo bersih-bersih dikit sana."
________
Reva dan Zee turun dari kamarnya, melihat di bawah sana semua orang sudah menunggu mereka berdua. Manda sudah berada di mobil jenazah, siap dikebumikan.
Reva memeluk bingkai foto Manda, air matanya seperti sudah habis, ia tak mampu menangis lagi. Tatapannya terus terpaku pada keranda di depannya. Sesekali mengelus bingkai foto dipelukannya.
Mereka sampai di pemakaman, Manda pun sudah dikebumikan dengan nyaman. Cuaca pagi itu sangat cerah, langit seperti tersenyum menerima raga Manda. Reva terus mendapat bela sungkawa dari beberapa tamu yang hadir.
Dira, Cindy dan Jinan terus menangis tanpa henti. Mereka memeluk gundukan tanah yang masih basah dan sesekali mencium patok kuburan Manda.
Reva belum sempat berkomunikasi dengan orangtuanya, Cindy dikabari oleh Ara malam itu, selebihnya ia lihat berita di tv.
Satu persatu tamu yang hadir mulai pergi dan pulang, meninggal keluarga inti Anagata dan Sadipta. Shani juga Gracia turut hadir disana, mereka terus menguatkan Jinan dan Cindy.
Shani dan Gracia berhasil mengajak Jinan juga Cindy untuk pulang, menyisakan Reva dan Zee disana. Reva duduk disamping jiwa Manda, ia terus mengelus patok yang bertuliskan "Amanda Venius Anagata".
"Man, lo pasti takut ya disana? Lo kan cemen. Tapi tenang aja Man, gue disini tetep ada buat nemenin lo, jangan sedih sendiri ya Man? Gue tau lo selalu gak suka kalo ditinggal sendiri, makanya gue sebenernya pengen ikut nemenin lo."
"Gue janji, bakal lanjutin mimpi lo yang belum lo gapai. Doain gue dari atas sana ya Man."
"Nanti kalo gue butuh apa-apa gimana Man? Gue kan selalu minta tolong apapun ke lo, walaupun lo galak tapi gue sayang banget sama lo Manda."
"Maafin gue ya Man, tolong biarin gue jagain kakak lo mulai hari ini. Lo bantu jaga dari atas sana ya? Kasih tau gue kalo ada orang yang mau jahat ke kakak lo." Kini Zee yang ikut berkomunikasi dengan jiwa Manda.
"Gue pulang dulu ya Man, janji nanti malem dateng ke mimpi gue ya? Jangan ngetawain gue."
"Kakak sayang banget sama kamu dek, tenang di surga ya, Amanda Venius Anagata."
Kalimat itu adalah kalimat yang Reva ucapkan sebelum ia benar-benar meninggalkan pemakaman, ia melangkahkan kakinya sambil terus terisak. Zee tak lepas merangkul gadisnya yang hancur itu.
___________
KAMU SEDANG MEMBACA
RIVAL (ZeeDel)
Teen FictionDua ketua geng motor yang sebelumnya RIVAL kini diharuskan menjadi satu kesatuan untuk mengusut pembunuh sahabat mereka masing-masing. Namun sayang, pertumpahan darah terjadi ketika perang. Dan apakah dua gadis ini jatuh, atau cinta? CERITA FIKSI To...