Bab 08. I like her

31 18 0
                                    

"Kenapa, Sam?" tanya seorang pria paruh baya pada pria itu.

"Aku ingin pinjam uang," ucap Sam.

Lelaki paruh baya itu menyunggingkan senyum liciknya.

"Akhirnya kamu menyerah, Sam. Lalu menyerahkan kebun itu pada Ayah?" ujarnya terkekeh.

"Aku bukan menyerah. Ini demi Senja."

Sejenak lelaki paruh baya itu terdiam. Dia menatap anak lelaki yang sudah lama tidak dia temui itu.

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak perlu menjelaskan apapun. Aku butuh uang," jawab Sam dingin.

"Katakan pada Ayah, apa yang terjadi pada Senja?!" tanya lelaki paruh baya itu dengan penuh penekanan, agar sang anak menjawab pertanyaannya.

Kali ini Sam yang tersenyum mengejek. Dia begitu membenci lelaki yang berstatus ayahnya itu. Pria ini sudah meninggalkan mereka bertahun-tahun, tidak pernah pulang ke rumah lalu tiba-tiba datang dan meminta sebagian kebun teh yang menjadi sumber penghasilan keluarga.

"Senja sakit," jawab Sam. "Sarkoma Jaringan Lunak," sambungnya kemudian.

Lelaki paruh baya itu luruh di kursinya. Dia tertunduk dengan wajah kekhawatiran yang terlihat jelas.

"Makanya aku butuh uang, setelah ini Senja akan menjalani operasi pengangkatan kanker di bagian tungkainya," sambung Sam.

"Sam!" Lelaki paruh baya itu menarik napas sedalam mungkin. "Maafkan Ayah."

"Aku datang ke sini bukan untuk mendengar kata maaf dari Ayah. Aku meminta hak kami sebagai anakmu. Tolong, jangan ambil kebun teh Bunda. Itu penghasilan kami satu-satunya. Jika Ayah ambil, bagaimana kami menyambung hidup?" jelas Sam terdengar lirih.

Lelaki itu menggeleng. "Ayah tidak akan ambil. Maafkan Ayah," ucapnya dengan rasa bersalah. "Ayah akan melunasi semua biaya perawatan Senja. Maafkan Ayah yang pernah berpikir mengambil kebun teh itu, ayah hanya ingin Bunda kembali pada Ayah."

"Maksud Ayah?" Kening Sam mengerut.

Lelaki paruh baya itu menjelaskan sesuatu yang membuat Sam tercengang tak percaya.

"Maafkan Ayah," sambungnya kemudian.

Sejenak Sam terdiam. Lalu lelaki tampan itu menggelengkan kepalanya.

"Lupakan saja. Jangan sampai keluarga lain Ayah mengetahui kondisi Senja," ujar Sam.

"Iya, Sam. Ayah akan lunasi semua biaya rumah sakit Senja."

"Tidak perlu, aku hanya minta bantu biaya operasi saja. Sisanya aku akan bayar sendiri!" tolak Sam yang tetap pada pendiriannya.

"Apakah Ayah boleh menemui Senja?" pintanya penuh harap.

"Untuk saat ini jangan! Kondisi Senja belum stabil," ujarnya.

Setelah bertemu sang ayah, Sam pulang meninggalkan rumah mewah itu. Di dalam mobil, dia tampak mengusar wajahnya dengan kasar. Penjelasan sang ayah benar-benar membuatnya syok.

"Kenapa Bunda menyembunyikan ini semua dari aku dan Senja?" ujarnya.

* * *

"Senja ke mana ya?" Tari duduk di kursi meja kerjanya. "Tanpa dia sepi, seperti sayur tanpa garam. Mana ponselnya tidak aktif lagi," tukasnya menghela napas panjang.

Mentari atau biasa dipanggil Tari, adalah sahabat baik Senja. Mereka berteman sejak duduk di bangku kuliah, hingga bekerja pun mereka tetap sama-sama.

"Apa aku telepon Kak Sam saja ya?" gumamnya. "Eh, lupa. Nomor Kak Sam kan tidak ada sama aku!" Dia menepuk jidatnya.

Go From Away Mr. Cancer (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang