"Aku tahu betapa berharganya setiap detik yang ada. Oleh sebab itu, aku tak ingin menyia-nyiakan segala kesempatan yang hampir membuatku tiada!" Arunika Senja.
* * *
"Ayo, Sayang!" Langit mengangkat tubuh Semua masuk ke dalam mobil.
"Kak, Senja masih bisa jalan," protesnya kesal saat lelaki itu malah terus menggendongnya.
"Tidak, Sayang. Kamu tidak boleh lelah. Menurutlah!" Langit gemas sendiri karena Senja yang keras kepala dan suka sekali mengomel tidak jelas.
Lelaki itu mendudukan tubuh kecil Senja di samping kemudi. Lalu dia masuk dan duduk di belakang kemudi.
"Sebentar!"
"Ada apa, Kak?"
"Sealbeat-nya belum terpasang." Langit memasangkan sealbeat itu di tubuh Senja.
Seketika Senja terdiam. Deru napas Langit mengenai wajahnya. Selalu dengan perasaan yang sama, lelaki ini mampu menggetarkan segala rasa.
"Kenapa?" Kening Langit mengerut saat Senja menatapnya tak berkedip. "Kamu menganggumi ketampananku, Sayang?" godanya terkekeh.
"Kak, Senja masih tak menyangka. Jika, boss dingin, jutek, suka marah-marah dan selalu suka kasih perintah di luar nalar manusia, kini jadi kekasih Senja!" serunya.
Tangan Langit terulur mengusap kepala Senja yang sudah ditutupi oleh wig. Rambut gadis itu belum tumbuh dan entah kapan bisa tumbuh?
Langit tersenyum lebar. Dia paling suka mengusap kepala Senja.
"Kak, kalau terus tatap-tatapan seperti ini kapan jalannya?" tanya Senja polos.
Langit langsung tergelak. Dia mencium wajah Senja secepat kilat. Bagaimana bisa romantis? Baru saja mau bersikap manis, celetukan Senja berhasil membuyarkan lamunannya.
Langit menjalankan mobilnya dengan pelan, satu tangan fokus menyetir sedangkan tangan kirinya mengenggam tangan Senja dan sesekali mengecup punggung tangan gadis itu.
"Selamat ya, Sayang, aku bangga!" ucapnya dengan mata berseri-seri.
"Semua juga karena dukungan Kakak." Senja merebahkan kepalanya di lengan kekar milik Langit.
Mereka berdua sedang menuju pameran lukisan. Karya-karya Senja termasuk ikut berpartisipasi dalam acara yang selalu dilaksanakan setiap tahun tersebut. Ini pertama kalinya, lukisan Senja diketahui oleh publik. Sebelumnya dia tidak berani untuk sekedar untuk menunjukkan diri pada dunia karena merasa bahwa dirinya hanyalah seorang pelukis amatir.
"Bagaimana perasaanmu, Sayang?" tanya Langit mengecup ujung kepala gadis itu.
"Sudah jauh lebih baik. Apalagi dijaga oleh kakak tampan yang selalu menggendong setiap hari," celetuk Senja.
"Kamu ini..." Langit gemas sendiri mendengar ucapan Senja.
Hingga mobil mereka berhenti di depan sebuah tempat festival yang diadakan di lapangan terbuka. Langit segera keluar duluan membuka pintu untuk gadis itu.
"Wah, Kak, ramai sekali!" seru Senja melihat banyak sekali pencinta lukisan yang datang.
"Iya dan mereka ingin melihat lukisan cantikmu, Sayang," puji Langit merangkul bahu gadis itu.
Senja mengangguk setuju dengan senyuman mengembang terlihat dari sudut bibirnya.
"Andai waktu Senja masih banyak ya, Kak. Pasti Senja bisa buat lukisan yang banyak!" ujarnya tersenyum kecut.
Ekspresi wajah Langit langsung berubah. Lelaki itu menatap Senja dengan sendu. Jujur dia tidak suka membahas tentang usia karena Langit takkan biarkan Senja pergi meninggalkannya. Gadis itu tidak boleh pergi dan harus selalu menemaninya dalam suka maupun duka.
"Sudahlah, jangan dibahas lagi!" Langit segera mengajak gadis itu memasuki taman tempat acara diadakan.
Di sana sudah ada Kejora, Mars, Sam, Bintang dan Tari serta seluruh teman-teman kantor Senja.
"Senja!" seru Tari dari jauh.
Senja tersenyum hangat melihat orang-orang yang dia sayang mendukung apa yang dia kerjakan.
Sam tersenyum bangga melihat adiknya. Walaupun tak sepenuhnya senyum itu adalah kebangga, tetapi cara menutupi luka agar tak terlihat sedih di mata Senja.
"Sayangku, cintaku, Senjaku, bidadariku, selamata ya!" Tari memeluk Senja dengan erat dan penuh rasa bangga. Walaupun kondisinya kadang naik turun, tetapi Senja tak berhenti berkarya dan terus saja menciptakan lukisan-lukisan hebat dan luar biasa.
"Ck, kamu ingin membunuhku?" protes Senja saat dipeluk erat oleh Tari.
Sontak Tari melepaskan pelukan sahabatnya itu dan tersenyum cengengesan.
"Hehe maaf, aku terlalu senang, Cintaku!" Tari mengirimkan kiss bye pada sahabatnya itu.
Senja hanya bisa tersenyum sambil tertawa pelan. Dia memang sudah sekali tidak tertawa dan rasanya dia ingin tertawa sebebas-bebasnya sebelum ajal menjemput pergi.
"Ja, selamat ya!" Bintang mengulurkan tangannya ke arah Senja. Tatapan matanya terlihat sangat dalam dan tulus.
"Terima kasih, Kak," balas Senja.
Wajah Langit ditekuk kesal. Dia memeluk pinggang Senja dengan possesif, seolah hendak memberitahu lelaki itu bahwa Senja adalah miliknya. Hal tersebut tidak boleh diganggu gugat oleh apapun.
Mereka semua duduk di kursi paling depan. Banyak yang meminta tanda tangan atau sekedar berfoto dengan Senja karena lukisan yang dia buat, disukai banyak orang. Bahkan ada beberapa yang menawarkan dengan harga sangat mahal.
"Kak, Senja merasa seperti artis saja," bisik Senja di telinga kekasih hatinya itu.
"Kamu memang sudah seperti artis, Sayang," goda Langit.
"Kalau Senja jadi artis, berarti Senja banyak penggemar. Apa Kakak tidak cemburu jika bnayak laki-laki yang menyukai Senja?"
"Hem, itu tidak boleh terjadi, Sayang. Tentu saja aku cemburu, hanya aku yang boleh menyukai dan mendekatimu," sarkas Langit. Pria pemburu itu tampak kesal.
Senja tertawa pelan. "Kakak, hati dan perasaanku hanya untukku. Tidak akan ada orang lain!" seru Senja.
Wajah Langit langsung merah merona. Secepatnya lelaki itu memalingkan wajahnya kesembarangan arah karena takut diledek.
Senja dipanggil naik ke atas panggung untuk memberikan kata sambutan.
"Ayo, Sayang. Kamu pasti bisa!" seru Langit.
"Tapi Senja malu, Kak." Keringat dingin mengucur di dahi gadis itu.
"Tidak perlu, ada aku."
Langit memapah Senja untuk naik ke atas panggung. Suara tepuk tangan dan jepretan kamera saling menggema dan bersahutan satu sama lain.
Senja menarik napas sedalam mungkin dan melihat ke arah ratusan orang yang ada di depannya. Ini pertama kali bagi Senja berbicara di depan orang sebanyak ini.
"Selamat siang, semuanya. Saya Arunika Senja seorang pelukis amatir yang dilahirkan saat Senja akan tenggelam..." Dia menarik napas sedalam mungkin sebelum melanjutkan kata-katanya.
"Saya bersyukur karena masih diberikan satu kesempatan oleh Tuhan untuk berdiri di sini dan berbicara di depan kalian semua," sambungnya lagi dengan senyuman menggembang.
"Saya tidak pernah berpikir jika akan ada di sini, melihat karya-karya saya diterima dengan baik oleh semua orang," tuturnya kemudian.
"Saya penderita kanker Sarkoma Jaringan Lunak. Mimpi saya pernah terhenti dan saya berpikir suatu saat, saya tidak akan bisa memegang kuas dan kanvas. Mungkin karena tangan saya tidak bisa difungsikan lagi. Saya berharap memberikan satu kesempatan untuk mengukir kisah saya lewat karya seni lukis." Senja menatap lukisannya yang terpampang jelas tidak jauh darinya.
"Lukisan-lukisan yang saya buat, adalah ungkapan perasaan saya terhadap kekaguman akan ciptaan Tuhan. Bahwa saya tidak pernah menyesali keadaan saya saat ini."
"Teruslah bermimpi, jangan pernah menyerah. Meskipun mungkin keadaanmu sedang tak baik-baik saja!"
Bersambung ...
![](https://img.wattpad.com/cover/363421111-288-k442968.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Go From Away Mr. Cancer (END)
RomanceArunika Senja, gadis berusia 22 tahun. Dia salah satu karyawan di perusahaan produk kecantikan yang berharap memiliki kehidupan serupa teman-teman lainnya. Namun, sayang satu kenyataan meruntuhkan tembok pertahanan Senja, ketika dirinya divonis mend...