Bab 24. Memohon

13 7 2
                                    

"Aku hanya tak ingin ada hipertensi kalbu atau diabetes cinta yang mampu merusak asmara kita!" Arunika Senja.

* * *
Langit memeluk Senja dengan sayang. Sekarang hatinya lega karena wanita ini sudah menerima lamaran yang dia siapkan jauh-jauh hari. Langit berharap ini akan menjadi kebahagiaan baru yang ingin dia ukir bersama Senja. 

"Terima kasih, Sayang." Langit melepaskan pelukannya. Lelaki itu membenamkan bibirnya di kening sang kekasih hati. Tak dapat dia ungkapkan dengan kata-kata betapa dia mencintai wanita cantik ini.

"Sama-sama, Kak," sahut Senja memejamkan matanya, meresapi ciuman hangat sang calon suami.

Mars turut bahagia karena Senja telah menemukan laki-laki yang tepat. Mars tak ingin Senja menikah dengan pria sepertinya yang tak bertanggungjawab. Dia bahkan meninggalkan anak dan istri hanya demi sesuatu yang tidak bisa dia jelaskan.

Mars sangat berharap, semoga anak perempuannya itu bahagia bersama laki-laki baik seperti Langit. Dia sedikit memohon pada Tuhan agar memberi Senja waktu untuk hidup walau hanya beberapa saat lagi. 

Langit  mengambil sebuket bunga mawar putih di  tangan Tari. 

"Sayang, ini untukmu!" ucapnya menyedorkan bunga tersebut pada Senja.

"Terima kasih, Kak." Senja mengambil bunga itu dengan mata yang berkaca-kaca. Dia sangat menyukai mawar putih.

Gadis itu menghirup wangi bunga yang menyeruak masuk kedalam indera penciumannya. Dia tersenyum lebar dan juga terharu.

Tangan Langit terulur mengusap kepala Senja seperti biasa.

"Suka?"

"Suka... Suka... Suka!" seru Senja.

"Apapun yang kamu minta dan inginkan. Selagi aku mampu dan memiliki semua itu maka aku akan berikan. Sekalipun aku tidak punya, aku akan berusaha mencarinya untukmu, Sayang," ucap Langit tulus.

Bintang yang ada di sana hanya menyunggingkan senyum miris. Bagaimanapun, saat ini Senja masih menjadi salah satu penghuni hatinya. Namun, dia sadar diri bahwa gadis cantik itu memang tidak tercipta untuknya. Bukankah jika melepaskan Senja dalam bahagia itu sudah lebih dari cukup?

"Kak, Sen–"

"Umphh!" Senja langsung menutup hidungnya.

"Sayang." Langit langsung menyingkirkan tangan Senja dan menutup hidung gadis itu yang berdarah.

"Senja!

Brak!

"SENJA!"

* * *

"Argh!" Langit memukul tembok denan kuat, hingga darah mengalir dari buku-buku tangannya.

Sementara yang lain duduk di kursi tunggu, dengan ekspresi wajah yang sama.

"Senja," ujar Kejora menangis di pelukan Tari. "Jangan tinggalkan Bunda, Nak!" ucapnya dengan permohonan.

Sam beberap kali mengusar kepalanya dengan kasar. Sesekali dia melirik ke arah pintu ruang pemeriksaan. Dalam hati benar-benar memohon pada Tuhan agar memberikan satu kesempatan untuk Senja menjalani kehidupan.

"Kakak mohon, Ja, janggan tinggalkan Kakak. Bagaimana nanti caranya Kakak hidup, jika kamu tidak ada. Kakak sangat menyayangimu lebih dari apapun. Tolong bertahanlah, Sayang," gumam Sam pelan. Lelaki itu menyeka air matanya.

Mars terdiam mematung. Air mata yang berderai menandakan bahwa dirinya sedang tak baik-baik saja.

"Andai waktu bisa diulang kembali, Nak. Ayah ingin sekali menggendongmu seperti dulu, mengajarimu berjalan dan naik sepeda. Mengantarmu ke sekolah dan menyuapimu saat makan. Ayah ingi membangunkanmu setiap pagi dan memasakkan nasi goreng kesukaanmu. Bolehkah kita ulang momen itu, sekali saja? Ayah ingin menebus semua kesalahan Ayah padamu, Nak. Maafkan Ayah!"

Dadanya bagai terhimpit ribuan ton batu. Tak sanggup, Mars benar-benar tak sanggup. Jika, hari yang dia takutkan itu akan tiba menyerang kehidupannya.

Langit terduduk di lantai, bersandar di tembok rumah sakit. Lelaki itu menangis terisak, menangis ketakutan jika Senja meninggalkan dirinya pergi.

"Aku mohon, Tuhan. Kabulkan doaku, kali ini saja. Aku ingin hidup bersama Senja. Tolong, biarkan aku bahagia!"

Bolehkah Langit bertemu dengan Sang Penyembuh? Bolehkah dia menolak takdir kematian? Saat ini raganya lelah, jiwanya dihantam sangat hebat. Dia laki-laki lemah, tak sekuat yang terlihat. Itulah sebabnya, Langit membutuhkan Senja untuk menguatkan dirinya.

Langit dan Senja dipertemukan secara tidak kebetulan. Mereka terjebak di dalam pekerjaan hingga perasaan. Lalu tumbuh benih-benih hingga memekar di dalam dada. Di saat cinta yang dipupuk dengan susah payah itu bertumbuh pesat. Satu kenyataan mampu menghancurkan rongga-rongga dada yang terasa sempit.

Tidak lama kemudian Bintang keluar. Tatapan mata dokter tampan itu tampak sangat lemah dan lesu.

"Tang!" Sam dan Langit berhambur ke arah lelaki itu.

"Bagaimana keadaan Senja?" tanya keduanya bersamaan.

"Senja kritis!"

* * *

Senja mengenggam tangan dingin Langit. Air mata luruh berderai ketika melihat oksigen uap yang sengaja dipasang melalui mulut dan hidung. Betapa menderita kondisi istri gadis itu saat ini. Alat-alat medis tersebut terlihat menyiksa semua tubuhnya.

"Sayang, di detik terakhir hidupmu. Aku belum bisa membuatmu bahagia. Bisakah sekarang, kamu berjanji untuk tidak pergi dan hilang dari hidupku? Katamu ingin menikah denganku, tapi kenapa kamu malah seperti ini?"

Langit kecup punggung tangan sang kekasih hati dengan sayang. Tangan dingin dan pucat tanpa darah. Dia sama sekali tak bergerak seperti semalam.

Senja dan hal-hal yang pernah Langit lalui adalah alasan baginya tak bisa melupakan tentang gadis itu. Meski beberapa rencana seakan terancam sebagai kenangan belaka. Namun, hatinya tak pernah bisa dipungkiri. Dia tak pernah benar-benar bisa beranjak dari segala sesuatu hal perihal Senja. Segala hal yang pernah kuimpikan. Sesuatu yang sampai saat ini masih dipertahankan. Masih diperjuangkan.

Lagi-lagi Langit menangis di dalam keheningan malam. Ucapan Bintang tadi siang seperti luka yang membuat hatinya seketika perih. Sekarang dia menyadari, uang bukanlah segalanya. Terbukti dengan uang yang banyak, tetapi dia tak mampu membeli kesembuhan untuk mempertahankan wanita ini ada di dalam dekapannya.

"Bagaimana caranya aku hidup tanpa kamu, Senja? Aku mohon bangun!" Dia masih meminta serta memohon agar Senja tetap hidup bersama dengannya.

Dan kini sudah saatnya Langit menyadari satu hal. Dia ternyata benar-benar telah kehilangan sosok Senja. Senja seolah tak ingin menjadi bagian terpenting dalam hidupnya. Semua yang ingin Langit jaga, sudah menjadi hal yang sia-sia setelah penyakit itu menghadang jalannya. Namun, masih selalu ada satu alasan yang membuat Langit yakin jika Senja bangun, yaitu adalah janji. Dia tahu jika Senja-nya adalah wanita yang tak pernah mengingkari apa yang dia katakan.

Barangkali tidak ada cinta yang benar-benar baru di dunia ini selain cinta pertama. Setiap orang punya kisah masa tersendiri. Semakin lama menjalani hubungan dengan orang lain, semakin banyak pula kisah yang akan tersimpan di dalam ingatan. Langit memahami itu dengan utuh. Namun, untuk kehilangan Senja, jelas dia akan mengeluh.

Pahamilah setiap orang tidak akan lepas dari sesuatu. Jikalau tak pernah benar-benar ingin melepaskan diri sepenuhnya hanya ingin menjalani semua ini dengan hal baru. Biarlah semua yang telah lalu benar-benar tertinggal dan tertanggal.

"Kakak."

Go From Away Mr. Cancer (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang