"Aku pasrah pada kehendak Tuhan yang memberiku rasa sakit yang sebenarnya tak kuinginkan. Seandainya bia memilih aku ingin, sekedar bertanya mengapa Tuhan menunjukkan rasa cintaNya dengan cara seperti ini?" Arunika Senja.
* * *
Saat orang lain sibuk merancang masa depan di usia muda, Senja seolah diam dalam kesepian dalam kesakitan dan kematian. Dia tak memiliki banyak angan-angan untuk kehidupan ke depannya. Bisa hidup hari ini saja sudah sebuah keistimewaan, walaupun dia tidak tahu kapan usia akan menjemputnya pergi meninggalkan dunia yang fana ini.
"Kamu suka?"
"Suka-suka!" seru Senja manggut-manggut seperti anak kecil.
Langit mendorong kursi roda gadis itu berjalan menelusuri taman kota.
"Saya suka bunga-bunga di sini," ujarnya kemudian sambil terkekeh. Senja memejamkan matanya dengan tangan yang terentang. Dia menghirup udara sebanyak mungkin.
Langit memasang alat penyangga kursi roda gadis itu agar tidak bisa berjalan. Lalu dia berjongkok dan menatap wajah cantik Senja. Walaupun tanpa rambut panjangnya, Senja tetaplah gadis yang mampu menggetarkan rasa dalam hati Langit.
"Kenapa, Pak?"
"Mau panggil pak terus? Berasa jadi bapak kamu," protes Langit kesal.
"Lalu mau dipanggil apa? Sayang?" Gadis itu tertawa lebar. Dia berusaha menyembunyikan rona wajahnya dari tatapan mata Langit yang seolah mampu menghipnotis.
"Aku akan senang kalau kamu panggil aku sayang," celetuk Langit. Bibir lelaki tampan itu melengkung membentuk senyuman.
"Dih, berharap banget dipanggil sayang," sindir Senja. "Senja kapan ngomongnya aku kamu? Usia kita beda jauh lho," ujarnya menampilkan rentetan gigi putihnya.
"Mulai sekarang lah. Kamu 'kan pacar aku." Rasanya Senja geli mendengar ucapan lelaki itu.
"Sejak kapan aku terima kamu jadi pacar aku? Perasaan belum dijawab pun, malah ditolak!" Senja tertawa lebar melihat wajah Langit yang terlihat begitu kesal. Ah, dia suka sekali mengerjai lelaki ini.
"Jahat!" Mulut Langit menggerecut dengan tangan yang terlipat di dada.
Senja terkekeh. Dia merasa lucu saat melihat wajah Langit yang tampak kesal karena digoda oleh dirinya. Mana Langit yang dulunya dikenal paling dingin dan irit bicara? Mana Langit yang dulu membuat dirinya kesal setengah mati karena perintah lelaki itu di luar nalar manusia?
"Sayang!" Langit mengenggam tangan Senja.
"Sudah berani panggil sayang?" Lagi-lagi Senja menggoda bosannya itu.
Langit memutar bola matanya malas. Kalau bicara dengan Senja sama sekali tidak pernah serius. Gadis ini selalu saja bisa membuat dirinya kesal atau paling tidak rasanya ingin guling-guling.
"Aku sedang tidak bercanda, Sayang." Langit mendesah.
"Aku juga sedang tidak serius, Sayang," balas Senja.
Jantung Langit terasa mau lepas dari tempatnya saat Senja memanggilnya sayang. Pipinya panas dan merona, dia memalingkan wajahnya kesembarangan arah karena tak mau Senja tahu bahwa dia sedang salah tingkah.
"Sayang pemandangannya bagus maksudnya!" seru Senja kembali tertawa.
Ekspresi wajah Langit langsung berubah. Sudah dibuat terbang setinggi angkasa, tetapi malah dihempaskan begitu saja oleh gadis itu.
Langit menghela napas panjang. Dia menatap Senja serius. Walaupun tak memakai make-up sama sekali, kecantikan alami Senja tetap terpancar dengan indah.
"Senja."
Seketika tawa Senja mereda, ketika melihat wajah serius lelaki yang mengaku sebagai kekasihnya ini.
"Kenapa, Kak?" tanya Senja. Gadis itu melihat Langit yang menyatukan tangan mereka berdua.
"Maukah kamu memberikan aku satu kesempatan untuk membuktikan sama kamu bahwa aku serius?" pinta Langit penuh harap. Netranya bersitatap dengan bola mata coklat milik Senja.
"Tapi–"
"Aku serius sama kamu. Aku berjanji akan membantu kamu sembuh dan melewati semua ini."
Andai Senja tak sakit. Andai Senja normal seperti wanita pada umumnya. Andai hidup Senja masih panjang. Pasti, dia sangat bahagia mendengar ucapan tersebut dari lelaki yang juga sudah masuk ke dalam hati. Namun, apakah Senja pantas menerima perasaan Langit yang seluas langit di atas sana? Apakah Senja pantas diperjuangkan, sementara dia tidak tahu entah kapan Tuhan akan memanggilnya kembali pulang?
"Aku mohon, berikan aku satu kesempatan. Aku mencintai kamu, Senja!" Kali ini Langit benar-benar memohon. Bukan sekedar memaksa, tetapi dia sudah berjanji pada dirinya sendiri. Akan menjaga Senja sepenuh hati jiwa dan raganya.
"Aku sakit, Kak." Air mata Senja leleh begitu saja. "Kakak lihat sendiri kondisi aku sekarang. Aku bahkan tidak bisa berjalan lagi seperti dulu!"
"Aku tidak peduli, aku mencintai kamu tulus. Aku akan menjadi kaki kamu saat kamu tak bisa berjalan. Aku akan menjadi tangan kamu saat kamu tak bisa lagi meraba. Aku akan menjadi segala yang kamu butuhkan, Senja!" tukas Langit meyakinkan wanita itu.
Senja menangis sesenggukan. Kenapa di saat bahagia menghampiri? Dirinya harus diperhadapkan antara kehidupan dan kematian.
"Aku tidak mau membuat kamu kecewa, Kak. Kepergianku nanti akan meninggalkan luka di hati kamu."
"Senja!" Langit menangkup wajah gadis itu. Air matanya turut berjatuhan dengan deras. "Kamu tidak akan pernah meninggalkan aku. Kamu harus tetap di sini bersama aku. Aku akan melakukan apa saja agar kamu bisa sembuh. Aku mohon berjanjilah Senja bahwa kamu tidak akan pergi?"
Berjanji tidak akan pergi? Andai Senja bisa mengatur hidup dan waktu. Dia benar-benar ingin hidup lima puluh tahun lagi untuk bersama dengan Langit. Namun, Senja manusia biasa. Senja bukan Tuhan yang memiliki kuasa untuk mengatur seberapa lama dia akan hidup.
"Kak." Senja memegang tangan Langit yang ada di wajahnya. "Hidup ini adalah takdir. Hidup ini diatur oleh sang pemilik kehidupan. Jika bisa, aku juga ingin hidup lebih lama, bersamamu. Tapi, Kak..." Seketika dada Senja terasa sesak.
Langit menggeleng. Air mata bergulir membasahi pipi tampannya. Gengsi yang dia miliki setinggi langit seolah memudar dihadapan gadis ini.
"Aku tak punya kuasa untuk meminta seberapa lama aku harus hidup, Kak."
"Aku akan meminta Tuhan untuk membuatmu ada di sisiku, apapun akan aku lakukan agar kamu tetap hidup!" tekan Langit seolah bisa mengalahkan kehendak Tuhan.
"Kak, bolehkah aku jujur? Aku lelah dengan penyakit ini. Tubuhku sakit, Kak. Napas ku terasa dicekik. Dadaku terhimpit dan kepalaku sakit sekali setiap penyakit ini menyerang. Rasanya aku ingin tertidur selamanya!"
* * *
Bintang menyeka air matanya dengan kasar. Dia mendengar percakapan antara Langit dan Senja di taman rumah sakit tempat dia ditugaskan.
"Kamu tidak boleh pergi, Senja!" terangnya dengan suara lirih yang menyayat hati.
Bintang, dokter muda nan tampan. Dia tahu selama ini Senja tak baik-baik saja. Akan ada masa di mana gadis itu terbaring lemah dan hanya berteman dengan jarum-jarum suntik yang menyiksa tubuhnya. Namun, gadis ceria itu selalu saja bisa menutupi semua rasa sakit melalui tawa yang dia ciptakan.
"Kakak akan lakukan apapun untuk kesembuhanmu!"
Bersambung ....
![](https://img.wattpad.com/cover/363421111-288-k442968.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Go From Away Mr. Cancer (END)
RomantiekArunika Senja, gadis berusia 22 tahun. Dia salah satu karyawan di perusahaan produk kecantikan yang berharap memiliki kehidupan serupa teman-teman lainnya. Namun, sayang satu kenyataan meruntuhkan tembok pertahanan Senja, ketika dirinya divonis mend...