15; perjaka 45

226 16 0
                                    

Kami makan bersama berdua, tetapi meski katanya punyaku, dan Cakra kenyang, nyatanya dia makan lebih banyak dariku. Lucu sekali, sih, dasar suamiku ini. Bahkan, setelah makan malam, dia membereskan semuanya dan melarangku membantu.

Acapkali, Cakra memang meratukanku, sesuai video yang ditontonnya dulu, tetapi sepertinya dia masih trauma bagian itu.

Yah, yang itu.

Namun, aku masih penasaran, satu ini ... ada di video atau hal lain?

"Bang, tumben tadi makan malam romantis, deh. Siapa yang ngajarin?" tanyaku, memancingnya.

Dan Cakra, seperti biasa, terlalu jujur. "Dek Ajun." Dia memang memanggil yang lebih muda darinya dengan dek, begitu semua.

Dek Ajun? Berarti Pak Arjuna Thomas, suami dari sahabatku tercinta. Wanitanya menasihatiku, suaminya menasihati suamiku, sejoli itu memang seperti expert dalam percintaan. Selalu membantu kami semua.

Huh ... jasanya keterlaluan besar deh.

"Oh begitu, ya, Bang? Disuruh ini?"

Cakra mengangguk. "Katanya, kalau istri sedih, kasih kejutan, makan malam romantis. Meja, dihias pakai kain cantik." Kain cantik? Yah, motifnya cantik, tapi ini kan gorden. Aku baru sadar woi! "Terus lilin, sama bunga, dan jangan lupa masakin masakan favorit istri!"

"Um ... begitu." Aku manggut-manggut sambil menyesap minumanku.

"Terus ...."

Ada terusan?

Namun, Cakra kelihatan gugup, dia tak melanjutkannya, ada rasa takut juga di sana.

"Terus apa, Bang?" Aku bingung dengan ekspresinya.

"Hubungan suami istri, Dek." Dia menjawab lugas, tetapi ada ketakutan kentara di sana. "Adek seneng kan yang itu? Kalau mau, Abang kasih."

Wow, Cakra mengajukan diri? Dia sepertinya masih takut soal itu.

"Bang, kalau takut, enggak usah deh. Dikasih kejutan ini, aku seneng kok." Walau yah, tak buruk juga diberi begitu, sudah lama tak merasakannya aku jadi mau ulang sensasinya yang memang seenak itu, tetapi jelas aku memikirkan Cakra.

Nanti dia berjalan bak penguin.

Siapa sangka, Cakra menggeleng. "Abang gak takut, kok. Soalnya kan enak. Katanya, kalau pertama, emang sakit gitu kadang, tapi katanya pasti enak. Abang ... Abang bisa, kok. Abang mau Adek bahagia."

Aku tersenyum semringah. "Serius, Bang?" godaku, sedikit tertawa.

Cakra mengangguk mantap. "Iya!"

"Baiklah, ayo kita ke kamar, Bang." Aku mendekati Cakra, kemudian menggenggam tangannya.

Cakra tersenyum agak ragu, tetapi dia menerima tanganku dan balik menggenggam. Ia pun aku seret lembut bersamaku menuju kamar kami, aku redupkan cahaya sekitar, mengunci pintu dari luar, dan membiarkan Cakra duduk di kasur dulu.

Akan tetapi, siapa sangka, dia malah langsung rebahan dan melepaskan pakaian.

Langsung semua, sisa celana kolor.

"Bang Cakra, eh, astaga!" Aku geleng-geleng miris, dan dia menatapku polos.

"Kenapa, Dek?" tanyanya bingung.

Apa dia tak takut, badannya terekspos begitu saja, seakan mempersilakanku mempermainkannya. Atau memang, dia sengaja biar aku permainkan. Jangan katakan, itu jurus jitu Arjuna pula, karena dia suka dimain-maini Romansa pula. Dia mau membuatku dominan apa?

Tapi, kalau dipikir-pikir, memang dari awal hubungan aku mendominasi, sih.

Padahal, dalam berhubungan, kebanyakan yang takut pasti pihak cewek karena ditusuk.

Perjaka 45 [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang