7; perjaka 45 21+

1.4K 24 0
                                    

Selengkapnya karyakarsa

"Maaf, ya, Bang. Kepaksa."

Saat mau pergi untuk pulang, aku mendengar suara deruan sesuatu yang banyak dari atap rumah, oh sh!t! Sh!t! Sh!t!

Aku segera menuju ke depan, membuka pintu, dan menemukan hujan deras mengguyur bumi. Kampret. Aku pun segera menutup pintu dan masuk lagi, mencari ke sana kemari payung, atau apa pun yang bisa aku jadikan pelindung badan untuk pulang.

Ke sana kemari mencari, bahkan sampai ke lemari rak piring, tetapi saat itulah aku dikejutkan dengan sebuah map berplastik yang berdebu yang dijadikan alas piring tersebut. Awalnya tak kelihatan seperti map, andai tak aku ambil dan mengecek aslinya.

Satu yang aku pikirkan, ini bukan map biasa. Ada pancaran aura-aura ....

Dan dugaanku, kala kubuka, isinya bukan sembarang kertas, melainkan surat tanah resmi atas nama Cakra Vajasani, ini semua surat-surat tanah, warisan Mbah Agus, untuk Cakra.

Holy sheeet!

Dia memakai map untuk alas piring, bused! Padahal kertas-kertas ini bisa membuatnya jadi billionaire, tetapi tak kaget karena Cakra kan ... begitu. Bagaimana ini sekarang? Aku menemukan harta berharga Cakra yang mungkin jadi rebutan karena simpang siur kepemilikan, bukannya aku gila harta tetapi kalau aku serahkan ke Cakra langsung, tampaknya tak aman, ini saja sepertinya beruntung karena kamuflase yang baik, haruskah aku sebagai istri menyimpankannya agar sesekali, jika Cakra butuh, dia punya harta pribadi untuk itu.

Aku serahkan ke orang tuaku?

Sepertinya itu hal baik.

Dan tampaknya, aku tak bisa pulang dalam keadaan hujan deras begini, sialan lah.

Aku pun menuju ke ruang tamu, satu-satunya lokasi paling memungkinkan untuk tidur di sini, ugh malam sudah dingin malah makin dingin karena hujan, ditambah suasana rumah Cakra. Gubuk reyot jelek, aku ingat dulu semasa Abah Agus hidup suasana rumah Cakra lebih layak, kasihan sekali, sih.

Oh, ya, DVD sialan itu!

DVD itu masih nyala, hanya televisinya saja yang aku matikan, jadi aku buka dalamnya kemudian tanpa pikir panjang mematahkan DVD tersebut dengan rasa muak. Nanti akan aku belikan video mancing atau kartun sajalah, lebih aman buat Cakra.

Tak ada sofa di sini, hanya alas tikar usang, tetapi cukup bersih ditiduri. Aku kembali ke kamar Cakra, dia masih terlelap tenang, tetapi kini mengisap jempolnya sendiri dengan posisi bak bayi. Membuka lemari suamiku tak masalah kan? Aku butuh setidaknya bantal atau selimut cadangan.

Syukur, ada, dan lumayan apik juga ternyata--tak kotor, tak terlalu bersih juga sih, tak masalahlah.

Setelah mengambil dua hal tersebut, barulah aku terlelap di ruang tengah, ditemani suara grgrgrgr hujan yang menghantam atap seng, lumayan mengganggu, untungnya ada plafon yang mengurangi suara tersebut. Jadilah, setidaknya, beberapa jam rebahan, aku bisa terlelap.

Aku gampang tidur sih di tempat orang lain, jadi yah ....

Dan saat terbangun, aku mulai merasakan sesuatu yang aneh.

Ya, aneh.

Seperti, ada sesuatu, merengkuhku, atau mungkin memeluk? Iya, ini sebuah pelukan, dan saat aku membuka mata ....

"Hah?!" Aku terperanjat, karena keberadaan Cakra yang tengah memelukku, pria itu tersenyum kecil kemudian mencium keningku tanpa ragu.

"Pagi, Adek Istri," katanya, aku syok melihatnya.

Buru-buru, keluar dari pelukan dan menjauh, karena jujur saja aku masih teringat perlakuannya yang tiba-tiba malam itu, tetapi aku tak bisa menyalahkannya karena yang salah anak-anak nakal tersebut. Namun saat ini, tak ada ancaman berarti sih dari perbuatan Cakra.

"Uh, mm ...." Cakra kelihatan kikuk, dia menggaruk belakang kepalanya pelan.

"Bu-bukan juga ya?" tanyanya padaku, aku mengerutkan kening.

"Bukan apa, Bang?" Aku masih syok, dan dia membuat tanda tanyaku makin besar.

"Bukan suami yang baik?" tanyanya, apa yang dia maksud bukan juga, termasuk kategori kami melakukan seke-seke itu? Kalau iya, sebenarnya sih ... ugh bagaimana menjelaskannya? "Terus jadi suami baik apa sebenarnya, Dek? Selain ngehe ngehe itu, sama cium pas pagi itu, apa bikin sarapan bukan juga, Dek? Abang bingung."

Tunggu, tunggu sebentar ....

"Dari mana sebenernya Abang belajar gituan?" tanyaku akhirnya, rasanya tak mungkin lho dia memikirkan morning kiss ataupun memasakkan sarapan gitu. Apa terpikir olehnya demikian?

Jangan-jangan ....

"Video itu." What?! Jadi, video itu tak hanya mengandung poronorono, tetapi sungguhan cara menjadi suami baik dan itu, sih, salah satunya ya?

Iya?!

Sepertinya aku salah duga Cakra dikerjai, kalau dilihat-lihat sih yang ngasih bukan anak yang senakal itu baru aku sadari.

Jadi, Cakra sungguhan mau menjadi suami yang baik? Dia segigih itu, kah?

"Mm Bang, Abang gak usah lakuin apa-apa, kok." Karena meski status kami suami istri, to be honest, aku tak membutuhkan seorang suami.

Ini hanya soal hitam di atas putih.

Dia malah menatapku, tatapan heran, dengan tangan yang bermain satu sama lain. Itu gestur khas kegugupan, tetapi kenapa dia demikian?

"Sebenernya, suami itu apa, Dek?"

Aku tahu tak ada yang pernah memberitahunya soal itu.

Perjaka 45 [tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang