6. Aku Cinta Kamu

330 68 6
                                    

Aku sayang kamu

Satu kalimat yang terus dia pikirkan selama sehari penuh. Kata cinta yang sangat ingin dia dengar tak kunjung terucap dari bibir sang suami. Padahal dengan kata cinta tersebut, kepercayaan nya akan bertambah. Tapi entahlah mengapa suami nya seperti itu.

Sebenarnya di dalam lubuk hati yang terdalam, dia ingin mendengar kalimat cinta terlontar dari bibir sang suami. Tapi apa boleh buat, hingga detik ini tidak ada kata atau kalimat tersebut.

Jujur, dia mulai jengah.

Wanita itu sempat berpikir jika sang suami enggan mencintainya lebih. Atau lebih tepatnya hanya ingin meneruskan keturunan. Sehingga nantinya ada cucu baru dari keluarga Sinaga di tengah-tengah mereka semua. 

"Mikirin apa?" 

Tiba-tiba ada seseorang dari belakang tubuhnya, lalu memeluk dan meletakkan kepala itu di bahu kanan. Orang tersebut memberikan satu kecupan singkat di pelipis sang istri. 

"Enggak." jawab Chika cepat. 

Mendadak Chika hilang rasa pada suaminya. Chika lantas berpindah dari depan wastafel menuju ke depan kompor. Wanita itu tengah memasak mie untuk sarapan nya pagi ini. 

"Kenapa masak mie?" tanya si suami yang tak lain adalah Raindra.

"Kamu tidak boleh masak mie. Mie tidak baik untuk kesehatan anak ku di perutmu, Chika." sambung Raindra kemudian. Dia tetap bersikukuh istrinya tak boleh memakan mie instan yang tentu saja tidak baik untuk perkembangan anak mereka. 

Awalnya Chika biasa saja. Tapi di tengah keresahan isi otaknya, ditambah penyebutan 'Anak ku' yang diucapkan oleh Raindra, sontak wanita itu langsung melototkan sepasang mata ke arah sang suami. 

Chika melempar sorot mata tajama agar Rain tahu jika dirinya sedang marah, "Anak ini anakmu ya?" kata Chika sembari mengusap lembut perutnya, "Jadi benar kamu memperlakukan ku sebaik ini karena hanya menginginkan sebuah keturunan? Iya?" suara Chika meninggi, tanda jika dirinya emosi. 

"Chik, hei! Jangan berpikir seperti itu." ujar Rain sembari melangkahkan kaki ke depan dan ingin menyentuh kedua tangan sang istri. Raindra melakukannya agar Chika sedikit lebih tenang.

Namun, kali ini Rain tak mendapatkannya. Justru Chika dengan cepat-cepat mengambil langkah untuk mundur dan menyembunyikan kedua tangan itu di balik punggung. Chika tidak mau mendapat sentuhan apapun saat ini dari suaminya. 

"Aku hampir setiap hari overthinking karena mikirin kamu dan keluarga kamu.  Jujur saja, kenapa kamu tidak mau terbuka masalah anak ini," Chika kembali mengusap perutnya, "Kalian hanya ingin kan anak ini bukan? Sedangkan aku? Mungkin kalian akan membuangku setelah berhasil mengasuh anak di perut ku?"

"Astagfirullah." tak ada kata yang keluar berlebih dari bibir Raindra. Dia hanya mengucapkan kalimat istighfar atas tuduhan-tuduhan dari istrinya.

"Tidak seharusnya kamu mengucap kalimat-kalimat itu, Chik!" tegas Raindra lagi. 

"Kita sudah membahasnya berkali-kali dan tuduhan mu sangat keji. Bahkan aku pernah mengatakan ke kamu kan kalau aku tidak mau kamu pergi. Aku ingin merawat anak kita bersama. Dia tak hanya membutuhkan ku, tapi juga kamu sebagai ibu nya." jelas Raindra panjang lebar. 

"Kamu bicara seperti itu seolah-olah keluarga ku adalah keluarga iblis yang sampai tega memisahkan ibu dengan anaknya. Tidak Chika! Tidak!" kata Raindra menolak semua tuduhan istrinya. 

Rain mengambil napas dalam-dalam, lalu menghembuskan nya kemudian. Pria itu nampak emosional dalam beberapa waktu. Tapi setelah lima menit berlalu, barulah dia sadar ketakutan Chika memiliki dasar.

Dia (Masih) MencintaikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang