10

27 9 2
                                    

"Loh, Mas-nya kok bisa masuk kamar mandi cewek?!"

Diantara kesedihan yang memenuhi bilik kamar mandi dimana Gri bersembunyi suara itu datang. Gri menebak itu mungkin office girl atau pegawai kantor pusat universitas. Suaranya terdengar marah dan Gri jadi agak khawatir dengan apa yang akan terjadi pada Sigra.

"Anu Mbak, teman saya ada di dalam. Lagi sedih."

"Terus apa hubungannya kamu masuk ke kamar mandi cewek?! Mau mesum, ya?!"

"Nggak gitu Mbak, saya cuma—"

"Kamu keluar sekarang atau saya teriak kamu aneh-aneh!"

"Mbak, saya—"

"Satu ... dua ... ti—"

Sebelum kata tiga terucapkan dengan sempurna Gri dapat mendengar suara derap langkah terburu-buru keluar dari toilet. Gri tak tahu apa yang terjadi, namun dirinya cukup bersyukur karena Sigra tak perlu melihatnya dalam keadaan yang menyedihkan ini.

"Mbak, tenang aja. Pacarnya udah saya suruh keluar. Lagian aneh banget cowok kalau dibilang nggak mau ya nggak mau. Take your time, Mbak." Office girl yang wajahnya bahkan tak Gri ketahui itu berujar disusul dengan derap langkah yang perlahan menjauh.

Kini hanya ada Gri sendirian di toilet, atau setidaknya untuk beberapa saat. Dadanya masih sesak dan jejak air mata yang disusul air mata baru membuat lembab wajah Gri. Mata Gri menatap pada lantai kamar mandi yang kering, namun pemandangan sederhana yang tak ada artinya itu justru membuat Gri ingin terus menangis.

Ada banyak yang berkelebat dalam pikiran Gri sekarang. Mulai dari apa yang ayahnya pikirkan begitu melihatnya? Apa yang dilakukannya di sini? Dan saat pulang apa yang Gri katakan nanti pada Ulya? Apakah Gri harus mengatakan apa adanya? Karena jika itu terjadi berarti Gri memberikan kesempatan bagi Ulya untuk memberitahukan kejadian ini pada mama.

Dan apa keputusan yang bijak jika mama tahu Gri secara tak terduga bertemu dengan ayahnya di kampus? Tempat yang tak pernah Gri duga akan menjadi tempat dimana akhirnya bisa melihat wajah itu lagi. Kampus Gri bahkan bukan tempat ayahnya mengajar sebagai dosen. Jadi kenapa?

Entah sudah berapa lama Gri berada di dalam salah satu bilik kamar mandi hingga isaknya mereda. Hanya ada kesunyian yang Gri dengar saat beranjak dari duduknya dengan salah satu tangan menghapus sekali lagi air matanya. Perih di dadanya masih ada, tapi setidaknya kini Gri dapat menahannya.

Baiklah, sepertinya Gri tak akan langsung pulang ke kosan. Gri belum mau Ulya dan Yumna mengetahui apa yang terjadi, karenanya dirinya berencana untuk menghabiskan banyak waktu berjalan di trotoar sembari melihat kemacetan. Itu memang rencananya, namun saat membuka pintu utama toilet dan melihat Sigra yang bersandar di tembok seberang Gri tahu jika rencana itu tak akan terjadi.

Punggungnya langsung menegak begitu menyadari Gri keluar. Ada wajah yang sarat akan kekhawatiran di sana dengan langkah yang mendekat ke arahnya. "Gri, udah ngerasa lebih lega?"

Gri termenung sejenak. Alih-alih menanyakan apa yang membuatnya menangis, Sigra justru menanyakan hal yang lain. Pandangan Gri terangkat lalu memaksakan diri untuk memberikan senyum pada Sigra. Tak adil rasanya bagi Sigra yang rela menunggu Gri semenjak tadi untuk diabaikan. Sebersit rasa bersalah melewati dada Gri begitu mengingat apa yang dikatakannya pada Sigra beberapa hari yang lalu.

Sigra tidak seharusnya mendengar hal itu.

"Good. Gue antar pulang, ya?"

Gri menggeleng. "Gue belum mau pulang."

Hening sejenak dan Gri hanya dapat menunduk dan menatap sepatu mereka berdua yang hampir bersentuhan.

"It's okay. Ikut gue kalau gitu, yuk!"

BE WITH YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang