Twenty One

1.2K 109 17
                                    

Zane benar-benar membuktikan ucapan menguras tenaganya habis-habisan. Pria itu membawanya ke dalam kamarnya dan mengerjai tubuh Kavita sesuka hatinya. Bahkan ketika Kavita pikir semuanya sudah selesai dan membiarkannya tidur, ternyata pria itu menganggapnya sebagai sebuah istirahat dan pengisian energi secara singkat. Karena setelah membiarkannya terlelap selama hampir dua jam, Zane kembali membangunkannya dengan memberikan sentuhan-sentuhan sensual pada tubuhnya dan membuat Kavita mau tak mau kembali tersadar.

Gila. Zane benar-benar gila. Karena di saat yang lain sedang terlelap pada dini hari, Zane malah mengajaknya melakukan aktivitas yang benar-benar melelahkan dan membuat fisiknya kehabisan tenaga.

Tubuh Kavita benar-benar terasa remuk redam saat duduk di kursi meja makan. Ia lalu melirik ke arah Zane dan tatapannya berubah kesal saat mendapati penampilan pria itu yang terlihat begitu prima. Sangat berbanding terbalik dengan dirinya yang tampak lemah tak berdaya.

"Makan yang banyak, Kavita. Jangan sampai orang-orang tahu bahwa semalam kau melakukan aktivitas yang sangat menguras tenaga." ujar Zane santai setelah menyesap kopi hitamnya.

"Memangnya gara-gara siapa saya sampai seperti ini? Tapi, baguslah Anda melakukannya karena itu bisa membuat saya sakit dan kalau saya sakit, Anda tidak mungkin menyentuh saya bukan?"

Zane mendengus tidak suka. Ia lalu memajukan tubuhnya dan menatap Kavita dengan tajam. "Siapa yang bilang kalau kau boleh sakit, Kavita? Tidak boleh."

Kali ini, giliran Kavita yang mendengus kesal. "Kuasa Anda tidak sebesar itu, Tuan. Sampai bisa mencegah seseorang tidak terserang penyakit di saat tubuhnya kelelahan bukan main."

"Tentu saja aku berhak melarangmu sakit. Apa kau lupa, hutangmu sebanyak apa? Aku akan rugi ketika kau sakit. Aku jadi tidak bisa meggunakanmu kan?" sahutan santai yang terlontar dari mulut Zane setelah menyesap kopinya itu membuat eskpresi di wajah Kavita menggetir.

Menggunakan? Bahkan, sekarang tuannya itu sudah menganggapnya sebagai sebuah benda yang dapat digunakan. Bukan sebagai sesosok manusia.

"Apa...Anda memang selalu seperti ini? Selalu merendahkan sesama manusia seperti ini, Tuan?" tanya Kavita dengan sebelah tangan yang mencengkram erat sendoknya. Perempuan itu menunduk untuk menyembunyikan tatapan penuh kepahitan.

Kavita tidak tahu kapan Zane berdiri dari duduknya, yang jelas tahu-tahu saja tangan pria itu kini sudah menyentuh dagunya dan membuat dirinya mendongak untuk menatap Zane.

Dengan dua manik biru langitnya, Zane menunduk dan memberikan tatapan tak terbaca untuk Kavita. "Kenapa? Apa kau sakit hati dengan perkataanku?" Zane dapat menangkap gelagat Kavita yang sedang menahan tangis. Pandangannya perlahan melembut sebelum kemudian memberikan sebuah kecupan samar di kening Kavita dan berkata, "Matikan perasaanmu, Kavita. Jangan pernah merasa saat berada di sampingku. Karena entah itu perasaan negatif atau positif, hanya kau sendiri yang akan merasakannya."

=====

Tubuh Kavita dengan spontan menegap tatkala Hanni memberi tahu bahwa Rendra ingin menemuinya. Tanpa sadar perempuan itu mendesah ketika menyadari bahwa dirinya sama sekali tidak bisa menolak untuk bertemu karena Rendra kini tengah menunggunya, berdiri di depan meja sekretaris utama yang letaknya di seberang pintu ruangan Zane.

Untung saja Zane sedang tidak berada di tempat karena menghadiri pertemuan di luar kantor. Kalau tidak, ia pasti akan mendapatkan tatapan tajam dan bisa saja nanti malam pria gila itu akan memberikannya hukuman. Karena tak mau mencipta tanda tanya di setiap mata yang tengah memandangnya, akhirnya Kavita berdiri dan berjalan menuju meja sekretaris utama untuk menemui Rendra.

"Kita ke rooftop saja." tanpa berniat menunggu tanggapan dari Rendra, Kavita langsung berjalan begitu saja ke arah tangga yang akan membawa mereka menuju rooftop.

Something UnfinishedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang