Forty Two

643 107 5
                                    

"Anda benar-benar gila, Tuan. Orang mana yang akan suka kalau diomeli." sahut Kavita dengan nada sengit. Masih dengan senyumnya yang terpatri, Zane menunduk dan berkata, "Right, aku memang gila."

"Gila karenamu, Kavita Tanaya. Apa yang sebenarnya sudah kau perbuat, hm?"

Kavita berdeham untuk mengusir rasa gugupnya. Ia lalu bergerak memundurkan tubuhnya untuk mencipta jarak. "Dari pada menggoda saya seperti ini, lebih baik Anda cepat masuk dan mandi, Tuan."

Zane menaikan sebelah alis dan memutuskan untuk tidak menyahuti ucapan Kavita. Pria itu bergerak meraih bathrobe yang tersampir di punggung kursi dan mengenakannya. Ia terdiam sejenak dengan mata yang terarah sepenuhnya ke Kavita untuk memperhatikan keseluruhan penampilan perempuan itu. "Masih sama seperti dulu, you like pink."

Secara otomatis, Kavita pun langsung menunduk dan memperhatikan pakaian yang tengah ia kenakan. Ia pun menyeringai kesal saat menyadari bahwa sedari tadi malam tubuhnya dibalut dengan piyama berwarna pink dengan gambar beberapa macam hewan.

Kavita berdeham lagi. "Ini piyama kembar yang saya beli untuk saya dan Kevia, Tuan. Tadi malam saya memakaikan Kevia piyama yang sama dengan ini."

"Kalau begitu, bukankah seharusnya aku juga mengenakan piyama seperti itu?" tatapan Kavita langsung berubah horror. "Anda...mau mengenakan piyama pink dengan gambar kekanakan seperti ini?"

Zane mengedikan bahunya santai. "Why not? Piyama itu bisa menutupi tubuh dengan benar. Memangnya apa yang salah?"

Kavita menghela napas kesal. "Terserahlah. Saya juga tidak peduli dengan apa yang Anda kenakanan."

"Ah, Tuan. Mumpung kita bertemu, saya ingin meminta izin kepada Anda untuk pergi. Saya perlu belanja." sebelah alis Zane terangkat saat mendengar ucapan Kavita. "Belanja? Apakah bahan-bahan yang sudah disiapkan di dapur ada yang kurang? Kalau ada, kau tinggal menyuruh Jared atau pelayan yang lain untuk membelinya. Kau tidak perlu repot-repot keluar sendiri."

Lagi-lagi Kavita dibuat menghela napas. "Tuan, saya perlu membeli barang-barang pribadi untuk keperluan saya, Kevia, dan Bapak. Dan untuk membelinya, saya perlu memilihnya sendiri. Tidak semua barang bisa dibelikan oleh orang lain karena selera."

Zane dibuat terdiam sejenak setelah mendengarkan penjelasan dari Kavita. Pria itu lalu bersedekap. "Kau akan pergi bersama dengan Kevia dan Pak Bayu?"

Kavita menggelengkan kepala pelan. "Hanya saya sendiri. Saya akan menitipkan Kevia ke Bapak."

"Bukankah tadi kau menyebutkan dirimu, Kevia, dan ayahmu? Kenapa hanya kau saja yang pergi?" prasangka buruk Zane tiba-tiba saja muncul mengetuk hatinya. Kedua mata pria itu menyipit dan secara otomatis menunduk untuk menghapus jarak. "Katakan, ide apa lagi yang muncul di pikiranmu, hm? Apa kau sedang mencari celah dan menyusun rencana untuk kembali pergi dariku, Kavita?"

Zane semakin menundukan kepalanya saat berkata, "Atau...diam-diam kau sudah memiliki pria lain yang siap sedia membawamu kabur, hm?"

Tentu saja Kavita tidak terima dengan tuduhan yang baru saja dilemparkan Zane kepadanya. Perempuan itu menampakan kekesalan yang begitu nyata di tatap yang ia tujukan kepada kedua manik biru di hadapannya. "Tuduhan Anda sama sekali tidak berdasar, Tuan. Atas dasar apa Anda menuduh saya seperti itu? Demi Tuhan, saya murni ingin membeli kebutuhan untuk keluarga kecil saya. Ada kebutuhan anak Anda sendiri, Tuan. Bisa-bisanya Anda menuduh saya yang tidak-tidak."

Kavita mendesis pelan. "Pria lain? Ah, memang benar. Manusia memang sulit untuk berubah. Buktinya saja Anda masih saja memandang saya dengan begitu rendah seperti ini."

"Apalagi, Tuan? Apalagi pikiran Anda mengenai saya, hm? Apa Anda juga berpikiran bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidup saya selama di Bangka, saya mendapatkannya dengan melemparkan diri kepada pria lain, begitu? Apa Anda lupa kalau Anda lah yang membuat saya menjadi perempuan rendahan seperti ini, hah?"

Something UnfinishedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang