Thirty Nine

986 119 10
                                    

Semuanya sudah siap. Zane tinggal menunggu kesiapan Kavita dan keluarganya saja untuk pindah. Beberapa waktu lalu, Reno sudah berhasil menyelesaikan tugas yang ia berikan yakni menyiapkan rumah untuk mereka tinggali. Tentu saja berikut dengan segala perabot beserta pegawai yang akan melengkapi rumah tersebut.

Besok adalah hari yang dijanjikan oleh Kavita untuk pergi bersamanya. Dan hari ini, menurut laporan orang suruhannya, Kavita akan mengadakan acara perpisahan kecil-kecilan untuk murid-murid beserta para tetangga terdekatnya.

Seringai kecilnya perlahan terbit tatkala sebuah pemikiran muncul di benaknya. Bagaimana kalau ia menampakan diri? Bukankah itu bagus karena kehadirian dirinya bisa membantu Kavita untuk membungkam mereka yang selama ini memandang perempuan itu dengan sebelah mata akibat kehadiran sesosok Kevia tanpa ayah?

Zane sudah sangat berbaik hati karena meski ia bisa memastikan mereka-mereka yang menghina Kavita dan anaknya hancur tanpa sisa namun, kali ini ia tidak melakukannya. Zane hanya ingin menunjukan bahwa dibalik orang yang selama ini mereka rendahkan, ada sesosok yang amat berkuasa seperti dirinya dan bahkan mampu menginjak mereka tanpa usaha keras.

"Apa penampilanku sudah seperti orang biasa, Reno?" pertanyaan yang tiba-tiba terucap dari bibir sesosok Zane Ocean itu membuat kening Reno mengerut. Pandangannya yang semula terarah ke layar laptop, kini beralih kepada atasannya yang sedang berdiri di depan cermin. Pria itu sedang mengenakan celana jeans gelap dan kaos putih polos serta topi berwarna navy.

Bolehkan Reno tertawa? Karena meski kalau dibandingkan dengan pakaian yang biasa dikenakan oleh Zane sehari-hari, pakaian yang sekarang dikenakan pria itu terlihat sangat sederhana. But still, karena penampilan Zane yang sangat jauh di atas rata-rata meski hanya mengenakan pakaian itu, Zane tetap saja tidak akan pernah bisa terlihat seperti orang biasa. Bahkan, jika dibandingkan dengan dirinya yang sekarang mengenakan setelan jas saja, orang-orang pun bisa menebak dengan benar mana bosnya dan mana bawahannya.

"Anda mau kemana dengan penampilan seperti itu, Bos?" akhirnya, pertanyaan itu lah yang keluar dari mulut Reno sebagai sahutan dari pertanyaan Zane.

"Menghadiri acara yang diadakan Kavita." meski jawaban itu sudah sempat terbersit di pikiran Reno tapi saat mendengarnya langsung dari Zane, ia tetap saja tidak bisa untuk menghela napas. Karena apa? Karena tentu saja ia pasti akan dihadapkan dengan cerita cinta nan rumit antara sang bos dan wanitanya.

Kavita pasti tidak akan senang dengan kehadiran Zane tapi pria itu tentu saja tidak akan peduli. Lalu, perdebatan sengit yang membuat situasi di sekitar menjadi berat pasti tidak dapat terelakan.

"Apa Nona Kavita tahu bahwa Anda akan datang, Pak?"

"Tentu saja tidak."

"Anda pasti tahu kan kalau Anda tidak bisa mengharapkan sambutan yang hangat dari Nona Kavita?"

Zane menyeringai kecil. "Tentu saja aku tahu. Tapi, kau tahu kan kalau aku sama sekali tidak peduli dengan itu? Ayo, kita berangkat."

Tebakannya tepat bukan?

=====

Kavita tidak bisa menahan air matanya ketika menatap semua murid-muridnya yang terlihat bahagia saat bermain di halaman rumahnya. Meski waktu kebersamaan mereka begitu singkat, tapi tetap saja sangat berkesan dan membekas di hati dan benak Kavita. Bertemu dengan anak-anak ceria dengan pemikiran yang masih polos seperti mereka sungguh membuat kehidupan Kavita yang semula kelam perlahan disambangi rupa-rupa warna.

"Kamu yakin mau pergi, Kav?" Afra yang kini sedang memangku Kevia di sebelah Kavita, bertanya dengan tatap yang masih tertuju kepada Kevia. Kavita yang masih larut memandangi murid-muridnya pun langsung mengusap air matanya dan mengalihkan tatap ke Afra. "Yah, mau bagaimana lagi, Bu. Mau nggak mau."

Something UnfinishedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang