Leya menatap rumah megah dihadapannya dengan jantung berdebar. Untuk beberapa detik kedua matanya bahkan enggan berkedip saking terkesimanya dengan apa yang dilihatnya malam ini.
Ia padahal lahir dan tumbuh di kota besar. Namun tetap saja. Ia selalu terkesima dengan rumah-rumah besar yang biasanya hanya dapat ia lihat selama perjalanan berangkat ataupun pulang kerja. Rumah-rumah yang selalu membuatnya bertanya. Tentang apa pekerjaan mereka? Bagaimana kehidupan mereka?
Baginya yang terlahir di keluarga miskin hidup berdempetan dengan manusia-manusia lainnya di wilayah padat pemukiman juga sudah merupakan sebuah anugrah. Setidaknya ia masih memiliki tempat untuk tinggal.
Leya tersadar dari ke kagumannya ketika security membuka gerbang rumah tersebut dan memastikan kembali identitasnya.
"Silahkan masuk nona. Nanti akan ada pelayan yang mengantar nona ke kamar nona Lexsia." Security tersebut mengarahkan Leya untuk berjalan menuju rumah. Gugup, Leya mencengkram kuat tali tasnya. Namun meskipun begitu, matanya tidak bisa untuk tidak mengedar menjelajah. Melihat satu persatu setiap sudut tempat yang sukses membuatnya terpana.
"Nona Leya?"
Leya terperanjat ketika seorang pelayan perempuan berusia sekitar empat puluh tahunan tiba-tiba sudah berdiri tepat disampingnya.
"Ah iya saya."
Pelayan tersebut mengangguk ramah. "Mari ikuti saya. Nona Lexia sudah menunggu dikamarnya."
Leya mengangguk saja.
Belum selesai kekagumannya dengan tampak luar rumah yang kini dipijaknya. Isi rumahnya ternyata lebih-lebih lagi. Saking terkejutnya, langkah Leya sampai terhenti sementara matanya berbinar takjub.
Kepercayaan dirinya langsung merosot hingga nyaris menyentuh inti bumi.
Setelah ini Kalana pasti akan kena sial karena telah merekomendasikannya menjadi guru les dari seorang anak kaya raya. Ini bagaimana bisa? Seorang sepertinya menjadi guru dari seorang anak yang mutu pendidikannya pasti sudah terjamin sejak dini.
Leya rasa kedua kakinya kini gemetar hebat. Putar balik saja tidak apakan? Sepertinya akan lebih mudah jika ia mencari pekerjaan yang lain saja. Buat yang ini, Leya tidak sanggup dengan beban ekspektasi yang harus ia tanggung. Rasa takut mendadak menjalarinya tanpa ampun. Jika bukan karena memikirkan nasib Kalana yang telah merekomendasikannya, detik ini juga ia pasti sudah berbalik pergi dan berlari secepat yang ia bisa.
"Nona?" Leya kembali dipanggil oleh pelayan yang jaraknya sudah cukup jauh dengannya. Segera ia menyadarkan diri. Dalam setiap langkah yang ia ambil, seluruh jari kaki Leya mengkerut. Jantungnya seolah akan meledak setiap kakinya memijak anak tangga yang mengular tinggi sekali.
"Bi Ema, dipanggil ibu." Ucap seseorang mendahului langkah Leya. Nama yang dipanggil langsung menghentikan langkahnya. Badannya sempurna berbalik lalu perhatiannya beralih kepada Leya. "Nona silahkan langsung naik saja ke atas. Kamar nona Lexia percis di depan tangga. Saya permisi dulu." Pamitnya lantas segera bergegas pergi diikuti oleh pelayan yang tadi memanggilnya. Dilihat dari segi fisiknya, yang itu sepertinya lebih muda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zaleya
Romance"Kamu juga merasakan betapa sakitnya merasa terbuang. Lalu sekarang apa bedanya ketika kamu bahkan ingin langsung melenyapkan keberadaannya. Siapa yang paling jahat? Dunia? atau kamu yang langsung menghakimi keberadaannya?" Kedua mata mereka bersita...