Hema benar-benar menepati ucapannya tentang kembali menemui Leya setelah selesai membersihkan diri. Laki-laki dewasa itu dengan santai mendudukan dirinya tepat disamping Leya yang duduk bersimpuh dibawah kursih. Dihadapan Leya ada Lexia yang tengah fokus mendengarkan penjelasan dari Leya.
Ditempatnya, Leya mencoba untuk tidak terganggu meskipun melalui ekor matanya, ia dapati Hema yang terus menatap kearahnya.
Disela ketidaknyamanannya, Leya menghela nafas panjang. Ingin menegur Hema untuk tidak terus menatapnya, tapi siapa dia? Malah akan terdengar sangat aneh dan tidak sopan.
"Lexia." Suara Hema kemudian mengintrupsi keheningan. Yang dipanggil langsung mengalihkan perhatiannya dari buku berisi soal-soal yang Leya berikan untuknya.
"Kenapa Mas?"
"Tolong ambilkan handphone mas dikamar."
Mendengar itu Lexia menatap Hema enggan. "Ambil sendiri aja sih mas, aku lagi ngerjain soal."
"Sebentar."
"Mas_"
"Lexia?"
Berdecak kesal, Lexia taruh pulpennya sedikit kasar. "Nyebelin banget sihh." Namun meskipun begitu, remaja itu tetap bangun dari duduknya. Lantas bergegas keluar ruangan, menyisakan Leya yang aslinya enggan ditinggalkan. Juga Hema yang kembali menjatuhkan atensinya kepada Leya.
Rambut Leya yang dikuncir kuda membuat Hema semakin leluasa untuk menatap wajah ayu itu. Anakan rambutnya yang lolos dari ikatan rambut, Hema selipkan disela-sela telinganya. Membuat Leya sedikit tersentak karena terkejut.
"Bagaimana kabar mu?"
"Baik." Jawab Leya sekedarnya. Perhatiannya masih tertuju sepenuhnya pada tumpukan buku berisi materi-materi pelajaran Lexia.
"Kamu tidak ingin bertanya balik tentang kabar saya Zaleya?"
"Aku yakin kamu juga baik-baik saja." Ujarnya, masih tanpa menatap Hema.
Mendengar itu Hema terkekeh ringan. Tangannya kembali mendarat di puncak kepala Leya. Memberikannya usapan ringan yang membuat Leya refleks menarik kepalanya menjauh seraya menatap Hema tidak mengerti. Namun meskipun jelas Leya tidak menyukai apa yang baru saja Hema lakukan. Perempuan itu tetap diam, hanya manik matanya menatap Hema syarat akan perasaan risih. Hal yang kembali membuat Hema tersenyum, bahkan terkekeh ringan seraya kembali hendak meraih puncak kepala Leya namun perempuan itu kembali membawa dirinya menjauh.
Usil sekali.
Tapi sepertinya Hema masih ingin menggoda Leya, maka ia geser badannya untuk kembali memangkas jaraknya dengan Leya. Begitu juga dengan Leya yang kembali membawa dirinya menjauh. Tatapan matanya semakin awas, pun hatinya was-was andai Lexia tiba-tiba datang.
"Hey.." Hema memanggil. Tapi Leya masih abai, pura-pura menyibukan dirinya dengan menulis rangkuman materi yang isinya nampaknya harus kembali ia teliti untuk memastikan apa yang ia tulis sudah benar.
"Kamu mengabaikan saya?" Tanya Hema, dengan senyuman tipis yang lebih terlihat seperti sebuah seringaian.
"Aku rasa kamu tahu bahwa sekarang aku sedang bekerja. Jadi tolong, jangan mengganggu. Lagipula sebentar lagi adik mu pasti akan datang. Aku tidak mau menimbulkan masalah." Masalah ku sudah terlalu banyak. Imbuhnya dalam hati.
Tidak menanggapi apapun, Hema hanya berdecak seraya kembali mempersempit jaraknya dengan Leya. Leya mendelik, jengkel sekali dengan ulah laki-laki di sampingnya, dengan perasaan kesal yang mulai terpantik ia kembali akan menggeser badannya namun belum sempat itu terjadi Leya lebih dulu merasakan badannya melayang dan mendarat diatas sofa empuk.
Jantungnya berdebar kencang oleh rasa terkejut. Sementara wajahnya menatap Hema tidak percaya.
"Susah banget sih, saya cuma mau duduk deket kamu." Protes Hema lebih dulu. Sebelah tangannya yang melingkari pinggang Leya mengelus-ngelus ringan.
Tersadar, buru-buru Leya menjauhkan tangan Hema dari pinggangnya. Namun sejak awal Hema tidak ingin membuat pertemuan keduanya berjalan dengan mudah. Bukannya kasihan, Hema justru tertawa melihat ekspresi Leya yang seperti tikus yang terjerat perangkap kala rengkuhan tangannya justru semakin erat melingkar dipinggang Leya yang ramping.
"Lepas!" Pinta Leya. Kedua manik mereka bersitatap, hal yang sejak tadi Hema inginkan.
"Saya mendapatkan apa kalau menuruti mau kamu?" Godanya seraya masih tersenyum.
"Apa? Saya nggak punya apa-apa!" Timpal Leya. Manik matanya sesekali bergerak ke arah pintu. Dengan posisinya yang sekarang menempel begitu dekat dengan Hema, ditambah salah satu lengan laki-laki itu yang masih melingkar nyaman dipinggangnya. Leya yakin jika sebentar lagi akan tamat riwayatnya sebagai guru les Lexia.
"Kalau begitu saya meminta diri kamu sebagai jaminannya. Gimana?"
Kontan Leya kembali menatap Hema dengan raut tidak percaya. "Laki-laki aneh!" Hardik Leya. Bukan apa-apa, sungguh gadis itu tidak paham dengan jalan pikiran laki-laki yang kini masih setia menatapnya dengan senyuman. Ia bahkan bisa mendapatkan perempuan mana saja yang dia inginkan, yang jelas bukan perempuan yang seperti dirinya.
"Oh Tuhan." Leya mengaduh ketika Hema masih tetap keras kepala menahan tubuhnya didekatnya. Jemari Leya diatas tangan besar Hema masih berusaha menyingkirkan tangan itu dari pinggangnya. Jemari kecilnya yang tidak seberapa tenaganya.
Merasa kasihan, meski belum merasa puas menggoda. Hema lepaskan tangannya dan beralih menarik, melepaskan ikat rambut Leya hingga membuat rambut perempuan itu jatuh tergerai. Diperlakukan demikian Leya memekik, hendak memprotes namun bunyi dari gagang pintu yang ditekan membuat perempuan itu buru-buru menjatuhkan badannya kebawah.
dugh
cklek
Bertepatan dengan Leya yang sekuat tenaga menahan ringisannya ketika perutnya tidak sengaja membentur pinggiran meja. Lexia muncul dengan wajah bersungut kesal.
"Dimana sih Mas naro handphone nya? Aku cariin nggak ada tau." Adu Lexia, perasaan kesalnya membuat gadis itu tidak awas jika kini raut wajah sang Kakak ke dua tengah panik.
"Ah masa sih dek?"
"Mas cari aja sendiri kalo nggak percaya." Ujarnya seraya berjalan mendekati Leya. "Jangan nyuruh aku lagi." Ucapnya mendudukan dirinya seperti posisi semula.
Hema yang fokusnya tertuju kepada Leya tidak lagi menjawab perkataan Lexia. Laki-laki itu fokus menatap tangan Leya yang masih memberikan usapan pelan pada perutnya.
Mendadak duduknya menjadi tidak nyaman, pun wajahnya yang seolah tidak sabar ingin melihat bagaimana kondisi perut perempuan itu. Andai saja tidak ada Lexia, sudah Hema buka baju Leya untuk melihat kondisinya.
Ditengah-tengah keheningan ketiganya, nada dering panggilan yang berasal dari arah Hema membuat Lexia dengan cepat mengalihkan fokusnya. Keningnya berkerut dalam, pun alisnya yang ikut menukik tajam kala Hema dengan santai berdiri dari duduknya dan merogoh saku celana pendeknya, mengambil handphone, sedangkan satu tangannya yang lain menaruh hasil rampasannya di saku satunya.
Lexia menatap tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.
Mas Hema sialann. Begitulah kira-kira jeritan hati Lexia.
.
.
.
.
.B e r s a m b u n g . . . . .
Hallo, apa kabar? Masih ada orangkah disini?
Senin, 4 November 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Zaleya
Romance"Kamu juga merasakan betapa sakitnya merasa terbuang. Lalu sekarang apa bedanya ketika kamu bahkan ingin langsung melenyapkan keberadaannya. Siapa yang paling jahat? Dunia? atau kamu yang langsung menghakimi keberadaannya?" Kedua mata mereka bersita...