Z a l e y a _ 0 9

448 47 2
                                    

Leya hendak mengunci gembok Toko tempat mereka bekerja lantas melirik kesamping, kearah teman kerjanya yang sedang menungguinya.

"Dan, pulang aja duluan."

Yang disebut namanya menggeleng enggan. "Kebiasaan deh lo. Gue tungguin. Pulang bareng kita."

"Nggak usah. Aku pulang sendiri. Ada perlu juga."

"Yaudah sekalian gue anterin."

Leya menggeleng, selesai mengamankan Toko lantas menegakan tubuhnya. Menghadap sepenuhnya kepada Aidan. "Nggak Dan. Makasih ya. Udah sana kamu cepetan pulang."

Aidan mengarahkan pandangannya ke semua penjuru tempat. Benar jika lokasi mereka bekerja berada tepat disamping jalan raya. Tapi yang namanya sial tidak ada yang tahu. Apalagi Leya hanya sendirian. Sebagi seorang laki-laki sekaligus orang yang cukup mengenal Leya, Aidan akan kepikiran jika meninggalkan perempuan itu sendirian.

"Alah, lo mah pasti gak enak sama pacar gue kan. Dia mah selow orangnya. Dia percaya kalau gue nggak bakal macem-macem."

Leya terkekeh mendengarnya. "Nggak juga. Tapi aku menghargai dia sebagai pacar kamu. Dah sana pulang. Aku juga dah mau pesen ojek online." Ujarnya seraya mengenakan switernya.

Menyerah membujuk Leya, Adian kemudian hanya mengangguk pasrah. Mengiyakan lantas pamit untuk pulang duluan.

"Yaudah gue duluan ya. Lo hati-hati pulangnya."

Leya mengangguk sambil melambaikan tangannya.

Selepas kepergian Aidan. Leya menghela nafasnya panjang. Kepalanya mendongak menatap gelapnya langit malam. Bagian yang paling tidak ia sukai ketika waktu yang harusnya bisa ia gunakan untuk istirahat, justru menjadi waktu yang paling banyak menyita pikirannya.

Lelah, Leya memilih untuk mendudukan dirinya diteras Toko. Salah satu ritual yang sering ia lakukan sebelum pulang. Kedua kakinya terjulur kedapan, sembari menatap lalu lalang kendaraan dihadapannya. Leya pijat kedua kakinya yang terasa pegal sambil membatin tentang hidupnya yang terasa begitu melelahkan.

Tidur, bangun, makan, bekerja, pulang, terus saja begitu sampai tau-tau nyawanya sudah habis saja masa kontraknya didunia.

Mendongak, kedua matanya Leya pejamkan. Kedua tangannya ia gunakan untuk menahan beban tubuhnya. Raganya masih belum ingin pulang. Ia lelah.

Saat semilir angin lamat-lamat membuat matanya terasa berat. Saat hatinya mulai kembali membaik setelah ia adukan hidupnya pada sang pemiliknya. Pejaman matanya terganggu kala dirasa sorot silau berhasil menembus retina matanya.

Leya buka kedua matanya saat ada suara deruman motor yang berjalan mendekat kearahnya. Spontan satu tangannya terangkat guna menghalau sinar lampu motor yang kini sudah berhenti tepat dihadapannya.

Cepat Leya bangkit dari duduknya. Matanya menatap penuh tanya pada seseorang yang masih bertengger gagah diatas motor besar yang tidak Leya ketahui keluaran mana. Sedangkan helm full facenya hanya memperlihatkan kedua bola matanya yang menatapnya seperti buruan yang siap diterkam.

Ah tau begini tadi ia langsung pulang saja.

Leya menyesali keputusannya yang menunda kepulangannya hanya untuk duduk diteras depan toko.

Mengambil tas yang semula ia taruh disamping tubuhnya. Leya akan bergegas pergi tapi laki-laki itu juga ikut turun dari motornya.

Leya panik.

Gila. Ia bahkan tidak memiliki apa-apa untuk dijadikan sebagai jaminan.

Oh Tuhan, andai hari ini adalah hari kematiannya ia ikhlas asal langsung dimasukan kedalam surga.

ZaleyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang