Z a l e y a _ 0 5

264 30 1
                                    

Kadang ada satu waktu dimana Leya rasanya ingin menghilang saja dari peredaran dunia dengan membawa segenap rasa sakit tentang bagaimana ia harus menjalani hidup nya yang menyedihkan.

Hidupnya tidak pernah benar-benar hidup. Hatinya selalu diliputi oleh rasa sakit tentang Ayahnya yang seolah membuangnya. Lalu ibunya yang selalu berteriak padanya tentang betapa menyesalnya ia telah melahirkan seorang Leya ke dunia.

Nafas Leya berhembus dalam. Jika bukan karena kebutuhan, Leya tidak pernah merasa lapar untuk hal apapun. Mau se enak apapun lauknya, ia hanya akan makan sedikit saja nasi demi menyambung hidupnya esok harinya.

Sama halnya seperti saat ini. Leya memakan nasi itu tanpa minat. Padahal porsinya sedikit sekali. Selalu seperti itu sejak dulu.

Lamunan Leya terputus ketika telinganya menangkap suara pintu yang dibuka. Matanya langsung melihat kearah sana dan mendapati suami ibunya baru saja masuk kedalam rumah dengan tampang kecut.

Segera Leya meneguk air putih lantas bangkit dari duduknya. Nafsu makannya yang rendah langsung berada di titik nol setelah melihat wajah menjijikan suami ibunya tersebut.

Leya membuang sisa nasinya ke tong sampah, lantas segera menyucinya diwastafel. Tindakannya sudah bergegas secepat mungkin, namun tetap saja. Rumah yang semula hanya ada dirinya disana. Leya benar-benar merutuki nasib buruk hidupnya yang seolah tidak pernah ada habisnya.

Baru saja Leya akan menaruh piring tersebut diatas rak, badannya tersentak kaget ketika pantatnya diremas begitu saja. Lantas sempurna Leya berbalik dan mendapati suami ibunya yang kini tengah menatapnya dengan kekehan mesum lagi menjijikan.

"Montok juga pantat lu." Ujarnya dibarengi dengan tatapan matanya yang beralih pada dada Leya.

Plak

Sebuah tamparan mendarat sempurna pada permukan pipi kasar lagi berminyak milik laki-laki paruh baya dihadapannya.

"Bajingan tua sialan. Sekali lagi lo berani nyentuh ataupun ngeliatin gue pake mata lo yang menjijikan itu. Gue laporin lo ke polisi!" Tuding Leya. Nafasnya menderu kasar. Ditatapnya kedua mata merah itu dengan jantungnya yang berdebar oleh rasa takut sekaligus terhina.

Laki-laki dihadapan Leya kembali terkekeh. Menatap Leya remeh seolah ancaman gadis dihadapannya hanyalah bualan semata.

Srak

Rambut Leya dijambak kuat. Kepalanya hingga mendongak keatas. Namun meskipun begitu, bibirnya sempurna rapat. Tidak ada ringisan sakit meski ia rasa kulit kepalanya nyaris copot.

"Beraninya bocah bau kencur kayak lu ngancem gua?" Ujarnya. Kedua bola matanya menatap Leya seolah akan keluar. "Lu pikir siapa yang akan percaya? Lu, nggak punya siapapun yang akan berdiri dipihak lu! Lagipula buah jatuh nggak akan jauh dari pohonnya. Begitupun elu, darah lonte ngalir di badan elu. Jadi jangan sok jual mahal huh!?" Ucapnya dibarengi dengan jambakannya yang kian menguat.

"Sekalipun gue jadi lonte, gue nggak akan sudi ngelayanin laki-laki tua, jelek, dan kere kayak lo! Hidup lo aja nupang sama gue. Kerja Anton sialan!" Maki Leya syarat akan amarah. Hatinya kesal, kesal sekali pada banyak hal yang kian menambah beban kesulitan hidupnya.

Plak

Kali ini tamparan keras Leya terima. Masih dengan salah satu tangannya yang menjambak rambut Leya. Anton, nama laki-laki itu lantas merangsak maju. Mendekatkan wajahnya guna membawa bibirnya untuk bersentuhan dengan bibir milik Leya.

Kontan Leya langsung memberontak. Sekuat tenaga tangannya yang terbebas menahan gerak badan laki-laki paruh baya itu namun hasilnya jauh dari apa yang Leya harapkan. Ia semata-mata hanya seorang gadis usia awal duapuluhan. Tenaganya sama sekali tidak sebanding dengan laki-laki yang kini terus merangsak menempelkan badannya ke badan Leya.

ZaleyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang