1

635 51 0
                                    


Pengantar~

oOo
.
.
.
.

"kecelakaan beruntun dari arah jalan X menuju jalan Y pagi ini yang melibatkan 2 buah mobil dan 3 buah kendaraan roda dua mengakibatkan jatuhnya beberapa korban, tercatat ada 8 korban. 2 orang kritis, 3 orang luka berat dan 3 orang luka ringan"

Suara reporter dari salah satu stasiun TV menggema di ruang UGD salah satu rumah sakit yang dituju oleh para korban kecelakaan itu. Satu persatu keluarga korban berdatangan dengan reaksi yang sama yaitu panik mencari anggota keluarga mereka yang menjadi korban.

Rasya duduk disana menunggu kedua orang tuanya yang masih di tangani oleh tim dokter. Doa tak henti ia mohonkan untuk keselamatan orang tuannya.

"Permisi" kepalanya mendongak

"Anda anak dari bapak Fahri dan ibu Dian" tanya perawat yang mendatanginya

"Iya sus? Bagaimana keadaan kedua orang tua saya?" balas tanya Rasya dia berdiri dari duduknya.

"Keadaan pak Fahri tidak terlalu parah dan bisa langsung di pindahkan ke ruang inap. Sedangkan kondisi ibu Dian cukup mengkhawatirkan beliau kehilangan banyak darah dan golongan darah beliau O rhesus negatif, dari rumah sakit kami tidak memiliki persediaan golongan darah tersebut. Jadi apakah ada keluarga yang bisa memberikan donor darah pada ibu Dian?"

Rasya tertegu  setelah mendengar penjelasan dari suster itu. Ada keraguan ketika dia ingin mengeluarkan kalimat dari mulutnya. Tatkala Rasya ingin mengutarakan sesuatu beberapa orang datang dan mendorongnya menjauh.

"Bagaimana keadaan anak saya sus?" tanya seorang pria tua

"Anak bapak?"

"Dian" suster tersebut mengangguk dan kembali menjelaskannya.

Rasya yang tersingkir dengan pelan mulai menjauh, sebagai anak angkat dia tidak memiliki tempat disana. Toh orang tuanya akan baik-baik saja karena kakek, nenek juga saudara ibunya sudah ada disini, setahunya pamannya –adik ibunya- memiliki golongan darah yang sama dengan ibunya yaitu O rhesus negatif.

Langkahnya di bawa menuju taman rumah sakit, dia mendudukan diri di salah satu kursi taman. Rasya mengehela nafasnya beberapa kali, bukan hal baru ketika dia tidak dianggap oleh keluarga orang tua angkatnya. Rasya sudah merasakan hal itu semenjak dia menjadi bagian dari keluarga itu, hanya kedua orang tuanya saja yang tulus menerimanya.

Ditengah lamunannya sebungkus tisu tiba-tiba berada di depan wajahnya. Rasya mendongak dan menemukan seorang pemuda yang sekiranya seumuran dengan dirinya berdiri disebelahnya tanpa memandang kearahnya.

"Kaki lo bedarah nggak sadar?" ucapnya

Rasya mengecek kakinya dan benar saja darah segar masih mengalir darisana memberikan noda merah dicelana berwarna coklat muda yang tengah ia kenakan. Mungkin karena terlalu panik dengan keadaan kedua orangtuanya dia tidak menyadari luka yang ia derita.

"Thanks" Rasya mengambil tisu itu, dia mulai membersihkan lukanya seadanya.

Pemuda itu mengambil tempat disebelah Rasya, bersandar di sandaran kursi sambil memandang kearah hamparan langit biru diatasnya.

"Lo korban kecelakaan tadi kan?" Rasya hanya mengangguk kecil

"Gue Sagara btw, kalo lo?"

"Rasya"

Tak ada lagi percakapan yang terbuka di antara mereka, Rasya sibuk membersihkan lukanya sedang Sagara sibuk menatap langit.

"Siapa yang sakit?" Sagara melirik sekilas sebelum perhatiannya teralihkan pada seorang anak laki-laki yang tengah bermain bola sendirian, pakaian yang ia gunakan menunjukkan dia merupakan pasien disini.

"Kakak gue" jawab Sagara "kenapa nggak minta obatin perawat?" balas tanyanya

"Gue nggak sadar kalo gue luka-luka, soalnya panik liat bokap sama nyokap gue" balas Rasya. Alis Sagara terangkat naik, kalau begitu bukankah harusnya Rasya tetap didalam sana menemani kedua orang tuanya.

"Huuweeee" perhatian mereka berdua teralihkan pada anak kecil yang terjatuh dihadapan mereka.

Sagara ingin mendekat tapi dia sudah keduluan dengan seorang pemuda lain yang langsung membantu anak kecil itu.

"Makanya kalo main hati-hati, nanti kalo luka sakit tau" ucap pemuda itu yang dapat terdengar oleh Rasya dan Sagara. Tangan pemuda itu menepuk pelan celana dan baju pasien yang dikenakan anak itu.

"Dah sana main lagi, sekarang hati-hati" lanjutnya

"Makasih kak" anak itu langsung pergi menjauh meninggalkan si pemuda yang masih duduk dengan tumpuan lutut di tanah. Merasa diperhatikan diapun menoleh dan mendapati dua orang laki-laki yang menatap kearahnya.

"Kenapa?" tanyanya, belum sempat Sagara atau Rasya menjawab pemuda itu lebih dulu bersuara yang mana membuat Sagara kesal.

"Gue nggak minat sama cowok"

Pemuda itu bangkit dan membersihkan lututnya yang kotor.

"Si anjir, gue juga masih normal ye" balas Sagara

"Siapa suruh liatin gue gitu banget, lagian siapa yang nggak bakal salah paham sama lo berdua dari penampilan aja udah mirip banget sama pasangan gay, satu urakan satunya mukanya kek cewek" jelasnya panjang.

Sagara berdiri dari duduknya merasa tak terima dengan apa yang diucapkan oleh pemuda dihadapannya ini.

"Kita baru ketemu dan bisa-bisanya lo ngomong gitu. Nggak kenal sopan santun lo" mungkin karena kepalang kesal Sagara sampai mencengkram kerah pemuda itu. Pemuda itu hanya menatapnya datar dan menepis tangan Sagara.

"Temen lo ngamuk nih nggak mau di lerai?" ucapnya pada Rasya yang tengah menatap mereka tanpa minat.

"Dia bukan temen gue dan gue rasa wajar kalo dia marah sama lo" balas Rasya, pemuda itupun menghela nafasnya.

"Oke fine, sorry karna udah ngira kalian yang nggak-nggak" ucap pemuda itu. Sagara menghembuskan nafasnya kasar dan kembali ke tempat duduknya.

Pemuda itupun menjauh dari mereka. Rasya mendecak ketika lukanya kembali mengeluarkan darah kalau dilihat luka yang ia dapatkan goresannya cukup panjang dan agak dalam harusnya dia membeli perban dan juga obat merah untuk luka itu kalau hanya di tempeli dengan tisu tentu saja tidak akan berguna.

Hanya saja dia tidak bisa langsung bangkit dan pergi karena kepalanya yang mulai pusing, efek kecelakaan tadi baru terasa dan itu menganggu Rasya. Ingin meminta tolong pemuda disebelahnya inipun dia enggan.

Sreekk

Sebuah kantung kresek hitam mendarat di bagian kosong disampingnya, Rasya mendongak dan menapati pemuda yang tadi bertengkar dengan Sagara disana.

"Kalo cuman di lap sama tisu nggak bakal stop tuh darah" ucapnya.

Rasya merasa dejavu, dia menoleh kearah Sagara yang juga menatap kepada pemuda itu. Entah apa yang terjadi hari ini.

"Bisa sendiri kan?" tanya pemuda itu, Rasya mengangguk dan mengambil kresek itu mengeluarkan benda-benda didalam sana. Ada air sebotol, obat merah, kasa, perban dan juga plester.

"Thanks, Btw nama lo siapa?" tanya Rasya

"Chiko" balas pemuda itu

"Gue Rasya"

"Gue Sagara" Sagara yang duduk dekat mereka juga memperkenalkan dirinya.

Ketiga pemuda itu tidak tau bahwa pertemuan mereka hari ini akan menjadi awal dari sebuah pertemanan yang tak pernah mereka dapatkan selama ini.

.
.
.
.

oOo

Messed Up Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang