3

354 33 0
                                    


oOo
.
.
.
.

Kepalanya menengadah untuk menghalau tetesan darah yang keluar dari hidung mancungnya. Makan siang yang sedari tadi tersajipun dihiraukan padaha elasnya akan di mulai sekitar 5 menit lagi.

Zaidan namaya, mahasiswa semester satu yang terkenal dengan gelaran mahasiswa ambis satu angkatan. Bukan tanpa alasan tentu saja mengapa pemuda itu diberi gelar seperti itu.

Disaat yang lain masih menikmati menjadi mahasiswa baru dan saling bersosialisasi maka zaidan lebih memilih untuk mengetahui seluk beluk kampus dan juga nama para dosen pengampu mata kuliah. Saat perkuliahan dimulai pun zaidan sudah sangat menonjol dengan menjawab semua pertanyaan dari para disen ditambah dirnya yang lebih sering berada di perpustakaan membuat yang lain cukup segan untuk berteman dengan seorang Zaidan.

Zaidan menutup bukunya dan dengan tergesa menghabiskan makanannya setidaknya anak itu masih ingat pesan alm. Ibunya untuk tidak menyisakan makanan tapi sepertinya dia lupa untuk pelan-pelan malahapnya hingga akhirnya tersedak. Dengan cepat dia meminum air minumnya, Zaidan akhirnya bisa bernapas lega saat tenggorokannya mulai terasa nyaman.

Setelah selesai makan Zaidan dengan cepat membereskan barang-barangnya dan berlari ke kelasnya, ketika sampai dia memindai kursi yang kosong dan betapa tidak beruntungnya seluruh kursi bagian depan hingga tengah sudah penuh oleh mahasiswa lain. Yang tersisa hanyalah beberapa kursi di pojokan mau tak mau dia kesana.

Dia mengucapkan permisi pada salah satu mahasiswa yang duduk tepat disamping kursi pojok itu, Zaidan memang tidak friendly bahkan terkesan apatis tapi bukan berarti dia tidak sopan. Orang itu memundurkan mejanya sedikit membiarkan Zaidan lewat didepannya.

Perkuliahan minggu kedua itu masih terbilang santai, para dosen lebih banyak mengobrol ringan dibarengi dengan pengantar-pengantar materi mata kuliah dan itu cukup membosankan bagi Zaidan. Pemuda itu memilih untuk menghighlight beberapa kalimat dibukunya yang sekiranya penting untuk diingat, duduk di pojokan ternyata tidak seburuk pikiran Zaidan untuk masa-masa kuliah yang tidak terlalu aktif seperti ini.

Tes

Zaidan tersentak kaget saat melihat satu tetes darah jatuh diatas bukunya. Dia gelabakan mencari sesuatu untuk melap buku dan hidungnya. Tiba-tiba saja sebungkus tisu mendarat di atas mejanya dia menoleh ke samping pada pria disebelahnya.

"Makasih" ucap Zaidan

Dua lembar tisu dia ambil, satu untuk bukunya dan satu untuk hidungnya, entah mengapa beberapa hari belakangan ini intensitas mimisannya meningkat. Tapi pemuda itu tidak ada niatan ke rumah sakit untuk memeriksanya, menurutnya mempelajari materi lebih baik dibanding harus membuang waktu ke rumah sakit.

"Gue saranin lo ke dokter, udah dua kali gue liat lo mimisan hari ini" ucap pemuda disebelah Zaidan itu.

"Nggak ada waktu" balas Zaidan

"Nggak ada waktu atau lo yang nggak nyempetin?" Zaidan tersenyum kecil, pembicaraan itu terhenti saat Zaidan tidak membalas ucapan pria itu.

Perkuliahan 2 sks itu terasa cukup lama bagi Zaidan dan begitu dosen keluar dari kelas dia segera membereskan barang-barangnya. Kelasnya selesai disini, Zaidan ingin segera pulang dan beristirahat.

Dia merasa aneh ketika melihat pemuda yang duduk disampingnya tadi masih setia duduk dikursinya padahal hampir seluruh isi kelas sudah keluar tapi meuda itu masih disana dan menatap diam ke papan tulis.

"Bukan setan kan?" gumamnya.

Zaidan menyingkirkan pikiran anehnya dan bergegas menuju parkiran, dia menyalakan motor vespa matic birunya dan meninggalkan kawasan kampus. Untungnya hari ini dia tidak memiliki jadwal les pribadi rencananya dia akan langsung pulang kerumah dan beristirahat.

Messed UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang