CHAPTER 18
Apartemen Ferrish terletak di Jakarta Pusat. Kawasan strategis dan elit yang membuat harga sewanya pasti selangit. Ketika melangkah masuk ke unit apartemen lelaki itu, tertulis kata mewah yang tak kasat mata. Dari ukuran dan suasananya saja sudah berbeda dari apartemen Kanatya yang biasa saja.
Kanatya memindai sekeliling ruangan. Ukuran unit apartemen Ferrish cukup luas. Ada living room yang homely dengan didominasi warna putih dan abu-abu pada furniturnya. Pantry dan mini bar terletak terpisah dari living room. Terdapat dua kamar tidur dan dua kamar mandi, satu di kamar utama dan satu lagi di luar. Ada area menuju balkon yang didominasi kaca. Kanatya berjalan ke arah sana dan benar saja, pemandangan gedung-gedung tinggi di Jakarta langsung menyapa.
"Gimana menurut kamu?" tanya Ferrish ketika Kanatya kembali ke pantry. Ferrish sedang menyiapkan minuman.
"Apartemen kamu nyaman," balas Kanatya jujur. Tak bisa dipungkiri, suasana dalam apartemen ini jelas terasa seperti ditempati oleh lelaki single. Barang-barangnya sedikit dan sesuai kebutuhan. Warnanya pun sangat netral, khas laki-laki. Tapi, Kanatya sama sekali tidak keberatan tinggal disini.
"Kamu mau tinggal disini nanti untuk sementara?"
Tanpa ragu Kanatya mengangguk. "Ini lebih dari cukup, Ferr. Lagian kita cuma berdua dan saya memang sudah terbiasa tinggal di apartemen, jadi... ya, nggak masalah, saya suka."
"Good." Senyum Ferrish terbit. Dia memutari pantry menuju mini bar tempat Kanatya berdiri menyandar sekarang. Lelaki itu menyerahkan segelas jus jeruk yang baru dia tuangkan pada Kanatya.
"Thanks." Kanatya menerimanya dengan senyum lebar.
"Anytime."
Kanatya duduk di stool mini bar, lalu menyesap minumannya. Ferrish bergabung di samping perempuan itu.
"Apartemen kamu gimana? Itu kamu sewa atau udah kamu beli?" tanya Ferrish.
"Sewa, kok. Saya udah sewa untuk satu tahun kedepan, ya karena saya harus tinggal disini, terpaksa disana nanti harus kosong."
"Kenapa nggak disewain ke orang lain?"
Kanatya berpikir sejenak. Sempat terbersit ide tersebut, tapi Kanatya merasa dia masih membutuhkan tempat untuk pulang jikalau ada sesuatu tak terduga yang terjadi antaranya dan Ferrish.
"Biar jadi tempat saya pulang kalau saya ngambek sama kamu," ucap Kanatya iseng.
"Kamu tipe yang kabur kalau ngambek?" Dahi Ferrish justru mengernyit.
"Hmm... saya bukan tipe ngambekan, sih."
Ekspresi Ferrish tampak sangsi, Kanatya mau tak mau tertawa.
"Saya kalau ngambek agak drama, sih. Memang butuh kabur buat jernihin pikiran. Tapi nggak sulit sama sekali bikin saya berhenti ngambek karena saya orangnya gampang banget dibujuk."
"Gimana bujuknya?"
"Tinggal minta maaf dan kasih alasan yang bisa saya terima."
"Saya yakin nggak semudah itu," cibir Ferrish.
"Mau liat saya ngambek?"
"Nanti aja. Tunggu saya jadi suami kamu. Saya sudah punya cara sendiri soalnya untuk bikin kamu nggak marah-marah."
"Gimana, tuh?"
"Mau saya praktekin sekarang?"
Dari raut Ferrish dan bagaimana wajah lelaki itu mulai meringsek maju, Kanatya tahu apa yang dia pikirkan. Kanatya mendengkus dan meninju pelan dada Ferrish yang terlapis kaos polo putih. Ferrish cuma menyeringai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spicy Romance
RomanceAda dua alasan kenapa Kanatya Aleesha harus segera menikah; Yang pertama, demi memenangkan taruhan dengan Olivia, orang yang menduduki posisi pertama dalam daftar 100 orang yang Kanatya benci di dunia. Yang kedua, permintaan papanya yang sepertinya...