CHAPTER 3
Kanatya memenuhi janjinya untuk sering-sering menemui papanya, tapi sepertinya akhir-akhir ini jadi terlalu sering, karena papanya sampai mengutarakan keanehan ini. "Papa belum mati besok, santai saja. Mending kamu fokus cari kesibukan lain daripada jenguk papa yang baik-baik saja."
Karena sudah ditegur begitu, Kanatya akhirnya mengurangi intensitasnya mampir ke rumah papanya dan memantau keadaan papanya via chat atau telepon. Kanatya melanjutkan hidupnya. Dia mencari pekerjaan.
Hari ini Kanatya ada panggilan interview untuk posisi sekretaris di sebuah perusahaan holding di bidang retail. Hasilnya sepertinya tidak terlalu baik karena HRD tadi tampak keberatan dengan usianya. Mereka sepertinya lebih condong mencari fresh graduate yang gampang diperdaya.
Kanatya juga ada interview online untuk posisi marketing di perusahaan start up, hasilnya juga tidak begitu baik karena pengalaman marketing Kanatya hanya satu setengah tahun.
"Karir lo tuh nggak jelas, Kana. Lo nggak fokus ke satu bidang. Larinya kemana-mana, makanya perusahaan kesusahan nentuin lo tuh sebenernya okenya dimana. Jadi marketing nggak sampai dua tahun, frontliner juga belum selesai kontrak udah mundur aja, jadi sekretaris sih dua tahun juga, tapi malah kecipratan kena kasus," ungkap Darel ketika Kanatya menumpahkan keluh kesahnya pada cowok itu via telepon.
"Lo minta kerja sama bokap lho, deh. Lebih gampang dan nggak buang-buang tenaga."
Kanatya langsung mematikan telepon ketika saran itu tercetus dari bibir Darel. Seperti biasanya sobatnya itu tidak banyak membantu kecuali mengompori emosi Kanatya.
Kanatya membuka nakasnya, melihat kartu nama yang masih tersimpan rapi disana. Ferrish David Atmajaya. Svarga Hotel. Multicitra Nusantara Group. Dia mencoba mencari kata kunci itu di jendela internetnya. Tentu diiringi dengan kata loker.
Tidak ada loker untuk sekretaris. Hanya ada loker di bagian marketing di Svarga Hotels Jakarta, hotel bintang lima yang persis ada di tengah jantung ibukota. Sepertinya posisi sekretaris sudah terisi.
Kanatya menimang sebentar, apakah dia harus apply di posisi ini? Marketing Staff perhotelan bukan ide buruk. Tapi jika Ferrish David Atmajaya itu yang memimpin hotelnya, Kanatya kurang yakin. Firasatnya dengan cowok itu tidak terlalu bagus. Meski tampangnya luar biasa menawan, tapi sepertinya cowok itu red flag. Dia dibawa ke hotel dan bangun dalam keadaan mengenakan pakaian dalam saja. Tentu itu bukan perlakuan yang Kanatya harapkan diterimanya oleh laki-laki yang dikenalnya dalam waktu semalam.
Kanatya mendadak merinding mengingat kembali kejadian tersebut. Apa benar mereka bercinta? Tapi sumpah mati, Kanatya tidak menemukan tanda-tanda dia dicumbu lelaki itu kecuali bekas kissmark di lehernya. Namun, bangun dalam keadaan setengah telanjang dan cowok itu berada dalam ruangan yang sama, sungguh sangat mencurigakan.
Kanatya mengembuskan napas keras seraya menepuk pipinya agar tersadar. Lupakan tentang laki-laki bernama Ferrish itu. Jangan cari dia. Jangan penasaran. Lupakan juga tentang loker di perusahaannya. Bertemu kembali setelah kejadian awkward itu juga bukan ide yang menyenangkan.
Tepat setelah Kanatya menyimpan kembali kartu nama laki-laki tersebut, sebuah pesan muncul di hpnya. Dari Ines.
Ines : mau shopping nggak? gue mau cari baju buat kondangan malem minggu nanti
Ah, iya. Pernikahan Sasya. Disana, Kanatya akan bertemu banyak orang yang mostly adalah teman-teman lamanya. Mungkin, dia bisa dapat koneksi dan berkesempatan untuk bekerja kembali.
Dengan bersemangat, Kanatya mengetik balasan untuk Ines.
Kanatya : mauuuu! gue juga mau beli baju.
Kanatya tetap saja boros padahal dia sendiri tahu statusnya sekarang adalah pengangguran menyedihkan.
***
"Lo sadar nggak sih, Kan, Olivia temen Sasya juga. Kemungkinan dia bakal dateng ke pesta pernikahan Sasya malam minggu nanti."
Kanatya hampir saja mengumpat ketika ucapan itu lolos dari bibir Darel yang tiba-tiba saja bergabung ke girls time-nya bersama Ines. Setelah mendapatkan dress cantik yang bisa dipakainya kondangan, mereka melipir ke restoran sushi, dan Darel si pria kesepian ini, menyatakan diri untuk bergabung.
"Darel, gue akan sangat menghargai kalau lo ngingetin gue info penting ini sebelum gue kebeli dress yang harganya hampir sejuta ini." Kanatya betul-betul memelotot sekarang. Memandang Darel dan paperbag dress di samping bangkunya bergantian.
"Lho, gue kira lo fine-fine aja ketemu Olivia," ucap Ines.
Tidak. Kanatya tidak mungkin baik-baik saja. Olivia itu musuhnya. Orang pertama dalam deretan 100 orang yang paling ia benci di dunia. Dan kemungkinan besar, dia akan bertemu lagi dengan perempuan itu plus Bastian dalam gandengannya. Rasanya seperti membadut bukan? Percuma saja dia membeli dress cantik yang menguras kantong dengan maksud hati bisa tampil cantik, namun pada akhirnya tetap merasa dipermalukan?
Salahkan dirinya sendiri yang tidak sadar bahwa Olivia dan Sasya juga berteman. Pesta pernikahan Sasya nanti akan mirip reuni SMA. Jenis acara yang ternyata tidak begitu dinantikan Kanatya.
Kanatya meringis nelangsa. "Gue nggak usah datang apa, ya?" tanyanya serius pada dua sohibnya yang duduk bersebelahan.
Ines dan Darel kompak saling lirik.
"Lo nyamannya gimana?" tanya Ines. "Gue rasa, menghindari mereka bukan ide bagus. Toh, penjahat di cerita ini kan Bastian sama Olivia. Lo nggak salah, jadi nggak perlu repot-repot menghindar." Ines memang selalu diplomatis dan berpikiran dewasa.
"Gas aja lah, Kan. Tunjukin lo baik-baik aja. Biarin dua monyet itu mau ngapain aja," tambah Darel.
Kanatya berdecak. Sebenarnya sayang juga dia harus kehilangan kesempatan bertemu teman-teman lamanya, sumber dari segala sumber koneksi pekerjaan yang mungkin bisa dia dapatkan. Dan dress cantik ini, Kanatya tidak tahu kapan bisa dia gunakan jika bukan untuk pesta Sasya nanti.
"Tapi kalian bantuin gue. Gue nggak mau kelihatan menyedihkan kalau ketemu dua monyet itu."
"Tenang aja, Kan, kami bakal berdiri di samping lo kok," kata Ines.
"Kalau Olivia masih tahu malu, harusnya dia sungkan ketemu lo, Kan. Dia kan ngerebut cowok lo. Jadi, ada kemungkinan dia nggak datang," ucap Darel.
Iya, itu juga mungkin bisa terjadi. Tapi sayangnya, bagi Kanatya mudah menebak watak Olivia. Cewek itu memiliki kecenderungan pamer dengan muka badaknya. Dia juga pasti akan merasa senang karena berhasil merebut kepunyaan Kanatya. Sebab, sejak dulu pun begitu.
Membayangkan Olivia membuat Kanatya jadi tak nafsu memakan sushinya. Ah, sungguh, perempuan itu tetap saja memusingkan bahkan setelah bertahun-tahun berlalu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Spicy Romance
RomanceAda dua alasan kenapa Kanatya Aleesha harus segera menikah; Yang pertama, demi memenangkan taruhan dengan Olivia, orang yang menduduki posisi pertama dalam daftar 100 orang yang Kanatya benci di dunia. Yang kedua, permintaan papanya yang sepertinya...