Suasana sahur menjadi sepi kembali, tidak ada salah satu dari mereka yang berbicara. Saat ini pun mereka hanya menghangatkan lauk kemarin, dan sahur dalam keadaan saling diam satu sama lain.
Hyunjin menghela nafas, dia melirik pada 2 kursi yang kosong di antara mereka. Dengan pelan bahunya ditepuk beberapa kali oleh Jeno yang ada disebelahnya. Eric sendiri melirik pada Haechan yang makan dalam keadaan diam. Wajahnya datar tanpa ekspresi, seperti telah meluapkan amarah.
"Lo yakin oke Chan?" tanya Eric yang juga khawatir dengan kawannya yang satu itu.
Haechan sedikit melirik, kemudian mengangguk pelan.
"Gue gak gapapa, gue masih kuat," tatapannya berubah tajam.
"Seenggaknya dia udah keluar," Hyunjin dan Jeno Eric saling tatap satu sama lain.
Hyunjin mengetuk meja beberapa kali, untuk mengalihkan atensi mereka.
"Nanti kita bahas lagi, sahur dulu."
Mereka bertiga pun patuh dengan apa yang dikatakan Hyunjin, dan kembali melaksanakan sahur dalam keadaan membisu. Saat sedang makan, mereka mendengar ada derap langkah kaki yang berjalan mendekat.
"Kenapa gak bangunin gue?" mereka berempat melihat Jaemin yang berjalan mendekati mereka.
"Lo belum fit. Mending gak usah puasa dulu Na," ujar Eric menatap khawatir pada Jaemin.
Jaemin menggeleng, "Gue masih sanggup. Kondisi gue gak separah itu juga," dia pun mengambil tempat ditengah Eric dan Haechan.
Haechan menghela nafas, "Na..." Jaemin tersenyum pada Haechan.
"Kuat kok, lo kan tau. Gue istirahat aja udah baik. Energi gue gak sepenuhnya keserap," Haechan menghela nafas, adiknya itu keras kepala.
"Meskipun gak semuanya, faktanya lo hampir tumbang," celetuk Eric yang sedikit kesal pada Jaemin.
Iyalah, orang dia sendiri yang nyerep paling banyak energi negatif. Gimana gak khawatir tuh mereka semua. Untung aja ada Haechan.
"Ya kan hampir Ric? Gue masih kuat puasa kali. Jangan khawatir, kek gak tau gue aja," celetuk Jaemin dan mengambil nasi untuknya.
"Orang sakit pas puasa, rela batalin biar dosanya ikut ke hapus. Nana malah gak mau," celetuk Jeno.
"Gue males ganti puasa," jawab Jaemin seadanya, dan menyuap nasi ke mulutnya.
Diam-diam Hyunjin memperhatikan Jaemin. Ya, dia tahu jika Jaemin dan Haechan yang memiliki ilmu yang lebih kuat dari mereka. Si kembar dan adik mereka itu memang sudah sensitif sejak masih kecil, faktor keluarga. Tapi jika Jaemin sampai seperti kemarin, berarti sosok itu lebih kuat dari Jaemin.
Mereka berempat yang modal ngeliat doang mah bisa apa?
Tapi pertanyaannya, kenapa pertahanan rumah bisa tembus? Padahalkan ada 3 setan itu di rumah Jaemin Haechan?
"Gak usah khawatir Jin. Haechan udah ngusir kok, gue udah netralin rumah ini kembali. Sekalian perkuat keamanannya. Sosok kemarin berhasil masuk juga karena energinya lebih besar, makanya Karti yang pertahanan terakhir juga gagal. Beda tingkatan," Hyunjin tersentak saat Jaemin menjawab pertanyaannya saat sedang makan.
Buset, cenayang bener?
Jeno menggaruk tengkuknya, ngeri juga punya temen kek Haechan sama Jaemin.
"Itu... mending kita selesaiin dulu sahurnya?" kekeh Hyunjin dengan canggung. Bisa-bisanya dia ketahuan ngomong dalam hati.
"Jangan nangis lagi Jin, Sunwoo udah gapapa," ucap Jaemin dengan cepat dan tiba-tiba, setelah itu menyuap nasi ke mulutnya.
Hyunjin terdiam membisu, kepala anak itu tertunduk. Haechan memperhatikan Hyunjin yang memilih diam, dia melirik piring Hyunjin. Anak itu tumben sekali mengambil porsi yang sedikit?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhan With Barudak
Fanfiction"Hyunjin! Astagfirullah puasa Jin istighfar woi!" "Perang sarung kuy! Gue bawa sarung kebanggaan gue nih!" "Kiw kiw' eneng cantik! A'a minta nomer wa nya dong, cuit cuit!" "Ya allah si Haechan anak orang ngapain lo godain heh?! Taraweh!! Gue aduin b...