15. Akhirnya Memang Seperti Ini

24 2 0
                                    

.
.
.
.
Model rambut mullet yang masih bisa dibilang rapi itu sangat cocok dengan Astorio, menambah pesonanya berkali-kali lipat. Badan setinggi 179 cm dengan bahu yang lebar, membuatnya diidamkan cewek-cewek buat dipeluk, hehe.

Langkah tegasnya membawanya ke kelas Zea, beberapa hari ini dia benar-benar hilang komunikasi dengan gadis itu. Setelah ucapannya yang menyuruhnya untuk tidak ikut campur. Tapi, langkahnya harus terhenti saat kelas sedang diisi oleh guru, memilih pergi tapi panggilan untuknya menginterupsi.

"Astorio?"

Astorio menoleh lalu mengeluarkan tangannya dari saku. "Iya, Bu?"

"Kamu ke sini mau cari Zea, atau menyampaikan kabar dari Zea?"

Astorio terdiam, kabar dari Zea?

"Mau cari Zea."

"Loh, saya kira kamu mau menyampaikan kabar dia."

"Zea sudah beberapa hari ini tidak masuk sekolah."

Astorio menegang, dia tidak sadar akhir-akhir ini jarang berinteraksi dengan temannya itu. Sampai kabar Zea kini pun ia tak tahu.

"Kamu kan dekat sama Zea, apa kamu tau kabarnya?" Guru itu bertanya.

"Tidak tau, Bu."

"Ya sudah kalo begitu, kamu boleh pergi."

Setelah bel pulang, Astorio langsung menuju ke kediaman Zea. Pikirannya tidak tenang memikirkan keadaan sahabatnya itu. Asumsi negatif terus menggangu pikirannya, membuat emosinya bisa meledak kapan saja. Mengendarai motor dengan kecepatan tinggi, Astorio tak memperdulikan angin kencang yang menerpa tubuhnya dengan kuat, entah bagaimana penampilannya saat ini. Setelah sampai, Astorio memarkirkan motornya dihalaman depan.

Astorio mengetuk pintu beberapa kali sampai akhirnya terbuka menampilkan siluet seorang perempuan.

"Kak Rio!" Astorio hampir terhuyung ke belakang jika tidak sigap menyeimbangkan tubuhnya, pelukan tiba-tiba yang efeknya menyerang tepat ke hatinya yang kini menghangat.

"Gimana kabarnya?" Gadis itu Kea, tersenyum lebar menunjukkan gigi rapinya.

"Kea baik kok! Kakak kenapa jarang main ke sini sekarang?"

Astorio terdiam, berdehem mencoba untuk tidak gugup. "Sibuk, nanti Kakak bakal sering ke sini lagi."

"Iya, Kak. Kakak itu harus sering ke sini. Kak Zea itu, terus-terusan keluar lamaaaa banget! Sampai Kea setiap hari dirumah sendirian karena ibu juga kerja." Eluh gadis itu cemberut. Mengadukan segala sikap Zea selama ini ke pawangnya.

Kening Astorio mengerut. Ke mana Zea pergi selama ini, sekolah juga absen tanpa keterangan. Keluhan Kea pun menambah gelisah hatinya saat ini.

"Zea absen beberapa hari ini, Kakak ke sini buat mastiin keadaan Kakak kamu."

Tapi kayanya enggak baik-baik aja.

"Kea tau, Kak Zea pergi ke mana?"

Mata Kea membola terkejut. "Apa iya, Kak?! Padahal setiap pagi, Kak Zea pergi pake seragam!" Kea tidak berbohong, setiap pagi Zea selalu bersiap ke sekolah, mengantarnya dengan selamat setiap hari.

Ada yang gak beres.

"Zea masih sering nanyain orang-orang itu?" Tanya Astorio perlahan agar tidak menyinggung gadis itu. Tapi, apa daya. Raut wajahnya yang tidak bersahabat tetap terasa mengintimidasi.

Kea cukup terkejut, pasalnya kejadian itu sudah berusaha ia lupakan. "Kak Zea masih sering tanya itu, dan itu buat Kea gak bisa lupain kejadiannya.."

"Kea udah ikhlas, yang lalu biar berlalu. Aku gak mau Kak Zea terlibat masalahku semakin jauh, Kea takut kenapa-kenapa."

ASTOROID Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang