.
.
.
.
Seorang perempuan dengan kuncir kuda berjalan dengan hentakan kasar. Langkahnya panjang dan begitu menekan, raut wajahnya sama sekali tidak bersahabat."Emang kurang ajar tuh cowok! Cuma bisa ngomong doang, giliran ditunggu enggak nepatin omongannya sendiri! Bener-bener bajingan! Nyesel gue nunggu." Zea mendumel dengan penuh kesal. Langkahnya yang terbilang cepat dan lebar dengan cepat sampai ke parkiran sekolah.
"Lahh?"
"Motornya si Rio nih, tu anak ke mana sih?!" Zea menatap tajam motor black on black milik Astorio.
Memilih abai dan mencoba menahan diri agar tidak menjadikan motor itu samsak, Zea menaiki motornya ingin cepat pulang saja. Ia memakai helm lalu memutar balik, menstarter motornya lalu berlalu pergi. Tapi, saat hendak melewati gerbang...
Ckiiitttt!
"GILA LO YA?!" Zea menaikkan kaca helmnya dengan kasar, menatap tajam cowok yang dengan tiba-tiba menghadang jalannya di tengah gerbang.
"UNTUNG GUE GAK FULL GAS, KALO IYA MODAR LO!"
"Sssttt, anak perempuan ngomongnya yang baik-baik, yang sopan." Katanya.
"Itu gak berlaku buat cowok mulut manis kaya lo!" Marah Zea dengan jari menunjuk-nunjuk. Seperti nini-nini witch hehe.
"Fine, gue salah. Ga usah marah-marah." Astorio memilih mengalah, berdebat dengan Zea sudah dipastikan berujung tidak baik.
"Emang lo salah." Zea melepas helmnya lalu meletakkannya di tangki depan.
"Meskipun gue yang salah, lo gak boleh manfaatin situasi buat ngumpat-ngumpat gak jelas."
"Suka-suka gue lah." Gadis itu bersedekap, bersikap arogan dan penuh kekesalan.
"Suka banget bikin gue emosi."
"Karena lo jelek kalo emosi, jadinya gue suka."
"Tipe lo banget kan."
"Sembarangan aja kalo ngomong! Gak usah sok akrab deh. Minggir, gue mau lewat." Zea hendak memakai helm kembali, tapi urung karena merasa badannya terangkat dan berpindah ke jok belakang.
"Hari ini lo pulang sama gue kan." Astorio mengambil alih kemudi.
"Gak mau! Gue udah tunggu lo di sini sejam, giliran udah kesel aja nongol gak jelas di sini." Pipi Zea merona, setelah menyadari apa yang baru saja terjadi. Mencoba menyembunyikan kegugupannya, Zea memukul punggung cowok itu.
"Turun gak!" Astorio memejamkan matanya merasakan pukulan brutal dipunggungnya. Gak sadar ya, kalau beliau ini atlet pukul memukul? Sakit.
"Gue ada urusan, Zea." Ucap Astor sembari mencoba menahan perasaan tak nyaman.
"Urusan apa sampai ngebiarin gue nunggu sejam, ha?" Akhirnya pukulan brutal gadis itu berhenti. Matanya melirik ke arah spion yang kebetulan mengarah ke kemudi depan. Zea peka, kentara sekali cowok itu mencoba sabar. Tapi, dia kan juga kesal disuruh menunggu berjam-jam!
"Ya ini penting. Gue juga lupa ngabarin."
"Sepenting apa sih? Pasti cewek itu kan?"
Astorio menghembuskan nafas lelah, sekarang ia tau alasan mengapa Zea menjadi orang terdekatnya. Zea itu keras kepala, susah diatur, semaunya sendiri, nyebelinnya lagi jago bela diri. Kalo bukan dia, mana kuat orang lain sama Zea?.
Zea itu ibaratnya cobaan untuknya yang punya tingkat kesabaran yang rendah dan males ngomong panjang lebar.
"Blessed Friday."
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTOROID
Teen Fiction‼️WARNING‼️ Tentang bagaimana anak-anak Garuda High School menghadapi pergaulan bebas disekolahnya. Mulai dari tawuran, narkoba, pregnant before married, violence of sexuality, dll. ©akuiqi | 2023 16/4