"Semua sistem berjalan baik, Kapitänleutnant." Ucap awak mesin yang terdengar dari radio telekomunikasi ruang kemudi.
"Baiklah, mulai akselerasi maju!" Perintah Pich kepada awak mesin itu melalui alat radio telekomunikasi membuat kapal selam dengan nomor 168 itu kembali menjadi predator laut yang mengerikan setelah tidur panjangnya di dermaga Tanjoeng Priok.
Suara mesin kapal selam itu mulai bergema menggetarkan seluruh dinding di dalamnya. Erich yang tengah berdiri di meja pengamatan membuka sebuah lipatan peta. Matanya berlalu pada kertas itu dari ujung ke ujung, memperhatikan setiap pulau yang tergambar.
Ia mengambil sembuah jangka dan penggaris, tangan kanannya membuat sebuah ukiran garis pensil di peta itu. Kemudian meletakan ia jari telunjuknya pada suatu lokasi di peta itu, "Mereka harusnya sudah sampai disini." Bisiknya pelan pada diri sendiri yang diikuti dengan helaan nafas rindu akan sosok Imelda.
Tiba-tiba, Joachim hadir di ruang kemudi itu. "Herr-Kapitänleutnant" Ucapnya memberikan hormat kepada Pich. "Ada apa Joachim?" Tanya Pich kepadanya, membuat petugas komunikasi itu menurunkan hormatnya.
"Eh, tidak ada apa-apa Kapitänleutnant. Aku ingin berbicara kepada wakil anda." Jawab Joachim sambil menatap mata Erich yang duduk di belakangnya.
"Silahkan." Ucap Pich mengijinkan Erich untuk meninggalkan ruang kemudi.
Joachim membawa Erich masuk ke dalam ruang perlengkapan, ia memilih ruangan yang sepi jauh dari awak kapal selam yang berlalu-lalang.
"Ada apa Joachim?" Tanya Erich kepadanya setelah melihat wajah Joachim yang dipenuhi rasa panik.
Joachim menelan ludah. Ia memberikan Erich selembar kertas berisi terjemahan kode telegraf dari intelejen Jerman yang baru ia catat dari ruang komunikasi.
Erich pun membacanya dalam hati dan ikut terkejut. "Imelda." Gumamnya sambil menatap mata Joachim. Erich pun lalu berpikir untuk langkah selanjutnya.
"Apakah kita harus memberikan kabar ini kepada Pich?" Tanya Joachim yang berdiri bersandar di dinding ruang perlenkapan.
Erich yang diam itu perlahan-lahan melipat kode telegraf yang baru diberikan oleh Joachim. Sambil menatap peralatan-peralatan di sekitarnya dengan perlahan. Ia berpikir dengan keras.
Dengan nafas yang berat, Erich menatap mata Joachim. Mereka hening sejenak di dalam ruangan itu dengan tatapan panik. "Sial, sial, sial, sial." Bisik Erich kesal sambil menghantam-hantam dinding ruang peralatan itu.
Joachim tetap diam, merenung dalam kegelapan ruangan perlengkapan kapal selam. Suasana tegang dan ketegangan terabaikan, menembus udara di sekeliling mereka. Erich, yang masih menahan rasa marah dan kekecewaan, akhirnya mengangkat wajahnya.
"Sembunyikan ini dari telinga Pich," kata Erich dengan suara yang tersendat nafas berat, mengorbankan pangkatnya jika suatu saat Pich mengetahui kebenaran yang terjadi. Joachim mengangguk perlahan, menyadari pengorbanan Erich yang bisa membuatnya di hukum mati di sidang militer Jerman jika ketahuan.
Namun ditengah-tengah kesunyian ruangan itu, sebuah langkah kaki yang berdetak dengan lantai besi lorong kapal terdengar samar di kuping mereka. Membuat kedua sahabat itu perlahan mengintip dari lubang pintu ruang perlengkapan, melihat seorang petugas komunikasi yang lain menggenggam sebuah kertas hendak menaiki tangga ruang kemudi.
Erich dan Joachim membuat tatapan mata singkat satu sama lain tersirat untuk segera menghentikan petugas komunikasi itu sebelum mencapai Pich. Namun mereka terlambat. Petugas komunikasi itu sudah masuk ke ruang kemudi lebih cepat dari langkah cepat mereka berdua yang mengejarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenade of Shadows
Historical FictionErich Jacob, seorang awak kapal selam angkatan laut Jerman pada perang dunia kedua. Unitnya ditugaskan untuk melintasi Hinda hingga ke Hinda-Belanda untuk membantu sekutunya, Jepang dalam menaklukan asia. Dalam perjalanan tempurnya, ia bertemu denga...