Satu tahun telah berlalu sejak pertemuan terakhirnya dengan Erich di pelabuhan Soenda Kelapa, Batavia. Rasa rindu sekaligus kehilangan yang mendalam masih menyelimuti setiap hari kehidupan Imelda. Setiap langkah yang diambilnya, setiap tindakan yang dilakukannya, dan setiap momen yang ia alami, bayangan Erich selalu hadir bersamanya, menghantuinya dengan kekosongan yang tak terlupakan.
Imelda menghela nafas dalam-dalam saat ia memasuki lorong rumah sakit yang tenang. Cahaya lampu redup memancar dari langit-langit, menciptakan suasana yang hening dan menenangkan. Langkahnya yang mantap menggema di lorong yang sepi, di antara barisan pintu ruang operasi yang tertutup rapat.
Di tengah ketenangan itu, Imelda mencoba melupakan sejenak tentang Erich dan memusatkan perhatiannya pada tugas barunya sebagai seorang perawat pemula yang baru lulus pendidikannya tiga bulan yang lalu di Kota Darwin. Ia memilih untuk membiarkan langkahnya membawanya melalui lorong yang tak berujung, menekankan pikirannya pada tugas mendesak yang menunggunya di ruang operasi.
Beberapa jam pun berlalu dalam ruang operasi itu. Seorang dokter yang menangani berjalannya operasi itu melepaskan nafas lega saat mengetahui bahwa pasiennya telah selesai di tangani dan dalam kondisi yang stabil. Dokter itu melepaskan sarung tangan operasinya dan memanggil Imelda yang tengah membersihkan peralatan operasi.
"Imelda, tolong catat laporan operasi ini!" Perintah dokter itu yang berada di sampingnya.
Imelda, yang tengah sibuk membersihkan peralatan operasi, segera mengangguk sebagai respons atas perintah dokter. Dia mengambil papan catatan dan pulpen dari meja sampingnya, siap untuk mencatat laporan operasi tersebut dengan cermat dan teliti.
"Baik, Dokter. Saya siap untuk mencatatnya," jawab Imelda dengan penuh perhatian.
Dokter itu kemudian mulai menjelaskan detail operasi yang telah dilakukan, memberikan informasi tentang prosedur yang dilakukan, masalah yang dihadapi, dan langkah-langkah yang diambil selama proses tersebut. Imelda mencatat dengan cermat setiap kata yang diucapkan dokter, memastikan bahwa laporan tersebut lengkap dan akurat.
"Pasien ini, Huegen Achterberg, 27 tahun, awak kapal selam Belanda HNLMS Zwaardvisch." Tambah Dokter itu di pengujung informasinya serentak membuat Imelda teringat kepada Erich yang juga merupakan seorang awak kapal selam.
"Erich." Bisiknya pelan, membuat dokter itu menoleh kearahnya.
"Apa katamu?" Tanya dokter itu setelah mendengar bisikan Imelda kepada dirinya sendiri.
Imelda pun serentak terkejut kecil, "Ah, tidak." Jawab Imelda.
Dokter itu menatap Imelda dengan pandangan tajam, mungkin mencari kejelasan atas apa yang baru saja diucapkan olehnya. Namun, segera ia kembali memfokuskan perhatiannya pada laporan operasi yang sedang dia jelaskan.
"Saya hanya ingin memastikan bahwa laporan operasi ini lengkap, Dokter," lanjut Imelda, mencoba untuk mengalihkan perhatian dari momen singkat kebingungannya.
Dokter itu mengangguk singkat, menerima penjelasan Imelda. "Tentu saja, Imelda. Teruskan dengan pencatatan laporan, pastikan tidak ada detail yang terlewat."
Imelda mengangguk, kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada catatan yang sedang dia tulis. Namun, pikirannya tetap terombang-ambing antara tugasnya sebagai perawat dan ingatan akan Erich yang tak terelakkan.
Setelah dokter itu merasa tugasnya sudah selesai, ia kemudian meninggalkan ruang operasi itu. Beberapa perawat yang lain memindahkan pasien yang baru mereka tangani ke ruang rawat inap.
***
Sinar senja perlahan menyapu jalan-jalan Kota Darwin saat Imelda keluar dari rumah sakit setelah jam kerjanya baru selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenade of Shadows
Historical FictionErich Jacob, seorang awak kapal selam angkatan laut Jerman pada perang dunia kedua. Unitnya ditugaskan untuk melintasi Hinda hingga ke Hinda-Belanda untuk membantu sekutunya, Jepang dalam menaklukan asia. Dalam perjalanan tempurnya, ia bertemu denga...