Bulan purnama menerangi perairan Samudera Hindia, menambah sentuhan dramatis pada malam yang sunyi. Sebuah predator raksasa besi penguasa samudera itu menyelam di bawah permukaan airnya, menjadi teror bagi kapal cargo sekutu. Bagian tak terlihat dari malam yang damai di tengah lautan yang luas.
Periskop besi predator itu muncul dari dalam air, mengintip kehidupan di atasnya. Gelapnya lorong besi di dalam perutnya seakan menyatu dengan malam yang ditemani sinar purnama. Suara langkah kaki yang mantap memecah kesunyian, menggema di sepanjang lorong yang dipenuhi keheningan dan aroma mesin tercium pekat di bawah permukaan laut.
Sosok pria itu, terlihat samar di dalam redupnya cahaya, muncul dari kegelapan. Jari-jemarinya membetulkan kancing demi kancing yang belum menyatu dengan sempurna menapakan langkah demi langkah yang menuntunnya menuju ruang kemudi.
"Herr-Kapitänleutnant," ucap gagah sosok itu sembari memberikan hormat dengan penuh kewibawaan kepada atasannya, menyatakan kehadirannya yang sudah bangun dari tidur.
Kapitänleutnant Helmut Pich menghentikan gerakan tangan yang sedang mencengkram sebuah pena, turut berdiri melihat kedatangan wakilnya yang berdiri tegap didepan meja besi yang penuh dengan kertas dokumen, memberikan hormat balik di kepadanya.
"Oberleutnant." Balas Pich membalas hormat kepada wakilnya. "Bagaimana mimpimu Erich?" Lanjutnya sambil menurunkan tangannya dari hormat.
Erich pun turut menurunkan tangannya dari hormat, "Lebih nyaman dari tidur di barak marineschule." Jawabnya sambil tertawa kecil.
Pich pun tertawa. "Baiklah, sekarang giliranku tidur." Tersirat memberikan tanggung jawab nasib predator bawah laut itu sementara kepada Erich.
Ketika pemimpin kapal selam itu hendak berjalan ke tempat tidurnya, suara sonar bergema di ruang kemudi membuat pandangan mereka berdua menyatu. Tidak lama, datanglah seorang petugas sonar ke dalam ruang kemudi yang dingin itu dengan raut wajah yang tergesa.
"Herr-Kapitänleutnant sebuah kapal cargo terdeteksi dari arah timur laut, baring 097, jarak 25 kilometer " Ujarnya kepada kedua atasannya.
"Posisi siaga!" Perintah sang Kapitänleutnant dengan suara serak menyiratkan lelah.
Suara alarm membisingkan seluruh bagian kapal ketika Erich menekan sebuah tombol merah menandakan predator besinya kini dalam tahap siap menerkam mangsanya. Seakan-akan mereka menjadi sebuah hantu laut, menyusup di bawah permukaan air tidak kelihatan.
Suasana menjadi tegang seiring dengan mangsanya, kapal dagang Inggris yang mendekat. Masing-masing awaknya bergerak dengan cermat di dalam kesempitan lorong, menggotong satu persatu peluru torpedo dan memasukannya ke dalam sebuah selongsong pelontar.
Pich bersama dengan Erich mengamati peta laut melaraskan perhitungan mereka dengan informasi yang diterima dari petugas sonar. "Arah kapal berubah, baring 115 derajat, jarak 3 Kilometer." Ungkap petugas sonar yang terdengar dari radio telekomunikasi ruang kemudi.
"Lepaskan torpedo nomor dua!" Balas Pich singkat menggema sambil melihat dari periskopnya.
Sebuah buah torpedo berdiameter 8.8cm dihembuskan dari selongsong predator laut itu. Bergerak gesit menciptakan gelembung-gelembung yang terhempas di atas permukaan laut.
Torpedo itu bergerak semakin cepat menuju lambung kapal mangsanya yang tidak sadar bahwa sebentar lagi mereka akan menjadi sebuah kepingan besi di dasar laut. Semua awak memantau pergerakan torpedo dengan ketegangan yang memenuhi segala ruangan.
Tiba-tiba, gemuruh ledakan menggema terdengar samar dari dalam laut, diikuti oleh getaran gelombang kecil yang terasa di dalam kapal selam. Torpedo itu menghancurkan buritan mangsanya, membuat kapal itu lumpuh tidak bisa bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenade of Shadows
Fiction HistoriqueErich Jacob, seorang awak kapal selam angkatan laut Jerman pada perang dunia kedua. Unitnya ditugaskan untuk melintasi Hinda hingga ke Hinda-Belanda untuk membantu sekutunya, Jepang dalam menaklukan asia. Dalam perjalanan tempurnya, ia bertemu denga...