4. Pernikahan

732 103 4
                                    

Part 4 Pernikahan

Bersahabat sejak kecil. Membuat Jihan tahu kapan saatnya ia harus menutup mulut ketika berdebat dengan Sean. Tahu kapan harus berhenti menentang keputusan yang sudah dibuat pria itu. Begitu pun kali ini. Saat Sean mengatakan tentang pernikahan, maka pernikahan itu akan terjadi. Meski saat ini pernikahan mereka adalah sebuah kemustahilan mengingat ada Naura di sisi Sean dan ada Gavin di sisinya.

“Bagaimana lamaranmu?” Jihan memecah keheningan di ruangan yang sunyi tersebut. Teringat rencana Sean yang akan melamar Naura malam ini.

Lama, Sean tak menjawab. Menatap punggung Jihan yang tak berani menghadap ke arahnya. “Aku akan mengurusnya.”

“Sebaiknya ubah keputusanmu, Sean. Aku tak ingin kau menyesali keputusanmu.”

“Kita sudah selesai membahasnya.” Sean mendesah kasar. Beranjak dari duduknya di samping ranjang pasien. “Aku akan keluar sebentar.”

Mata Jihan terpejam dengan langkah Sean yang menjauh dan pintu ruangan yang dibuka dan ditutup kembali. Kebencian dan penyesalan Sean, manakah yang lebih buruk?

*** 

Mengingat sebelumnya keduanya sudah memiliki pasangan masing-masing. Sean dan Jihan sepakat untuk membuat pernikahan mereka sesederhana mungkin. Meski kedua keluarga menentang keras keputusan tersebut. Beruntung dengan menggunakan kehamilan Jihan yang masih muda dan tubuhnya yang sering kali tidak terasa sehat, bisa mereka gunakan sebagai alasan. 

Jihan menatap cincin yang melingkari jari manisnya. Dengan hiasan permata kecil di bagian tengah. Tampak manis dan pas melingkari jari manisnya.

“Kau harus melepaskannya.” Sean yang tiba-tiba muncul mengagetkan Jihan. Wanita itu sudah mengenakan gaun pengantin tanpa lengan sepanjang lutut. Hiasan bunga di kepala dan wajah yang terdongak ke arahnya tersebut membuat Sean terpaku. Untuk sejenak terpukau penampilan sang sahabat. Tetapi segera mengembalikan perhaian pada cincin di jari manis perempuan itu. Cincin lamaran Gavin.

Jihan kembali menatap cincin tersebut. “Haruskah?”

“Ck.” Tangan Sean terulur. Meraih jemari Jihan dan melepaskan cincin tersebut dari jari manis. “Kau ingin memakai cincinnya di hari pernikahan kita?”

Jihan hanya terdiam. Menatap cincin tersebut di tangan Sean.

“Kau bisa menyimpannya,” pintan Sean. Meski tak yakin apa gunanya menyimpan benda itu setelah dalam beberapa menit keduanya akan menikah.

Jihan mengambil cincin tersebut, menatap sejenak dan menyimpannya di laci. Bersamaan dengan ponselnya yang berdering. “Gavin?”

Sean membalik ponsel tersebut sebelum jari Jihan sempat menyentuh benda pipih tersebut. Lalu meletakkan ponelnya sendiri di samping ponsel Jihan.

Layar yang masih menyala menampilkan puluhan panggilan dari Naura dan pesan yang belum dibaca. “Semua orang sudah menunggu. Kita akan mengurusnya setelah pernikahan selesai.”

“T-tapi …”

Sean mengambil kedua tangan Jihan, menarik wanita itu berdiri dan menghadap ke arahya. “Percaya padaku. Kita akan menyelesaikan bersama-sama. Kehamilan ini, Gavin ... dan juga Naura.”

Jihan menatap wajah Sean. Cukup lama dan mengangguk pelan. Menepis semua keraguan yang masih menyelimuti wajahnya. Keduanya pun berjalan keluar kamar. 

Tempat pernikahan mereka berada di salah satu resort milik keluarga Sean, dengan pantai pribadi. Dan saksi pernikahan mereka hanyalah keluarga ini dari masing-masing kedua belah pihak.

Acara pernikahan berlangsung dengan hikmat dan lebih pribadi. Keduanya resmi menjadi suami istri hanya dalam beberapa menit. Dengan satu ciuman singkat yang canggung bagi mereka.

“Mama sangat lega, kaulah yang menjadi menantu mama, Jihan.” Mama Sean merangkum kedua sisi wajah Jihan dengan senyum semringah. “Meski ini harus terjadi karena sebuah kecelakaan, tetap saja selalu ada hikmah di baliknya.”

Vivian beralih pada sang putra yang berdiri di samping Rachel. “Ini adalah hari paling bahagia bagi mama, Sean. Tak hanya mendapatkan menantu, mama juga akann segera mendapatkan cucu.”

Maura mendekat, dengan senyum yang tak kalah semringahnya. “Aku juga tak menyangka Sean akan menjadi menjadi menantuku, Vivian.”

“Kau benar. Sejak kecil kita sudah gatal ingin menjodohkan mereka. Tapi lihatlah, mereka memang berjodoh.”

Maura dan Vivian terbahak. Membuat Sean dan Jihan saling pandang. Masih dengan kecanggungan yang begitu jelas.

Keduanya memang berteman sejak kecil karena kedua orang tua. Dan tiba-tiba harus menjadi sepasang suami istri yang akan segera menjadi orang tua, tentu saja masih membuat keduanya canggung dan tak terbiasa. 

“Bukanlah acaranya sudah selesai? Sebaiknya kita segera pulang.” Sean menyela canda tawa kedua wanita paruh baya tersebut sebelum menggodanya dan Jihan semakin jauh.

“Pulang?” Vivian menaikkan salah satu alisnya. Menyangsikan kata sang putra. “Mama tahu pernikahan kalian begitu tiba-tiba dan tak ada persiapan apa pun. Tapi tetap saja kalian harus berbulan madu.”

“Sean sudah mengatakan kalau kami tidak bisa, Ma.”

“Ck, jangan khawatir. Papamu yang akan menangani jadwalmu dua hari ini. Malam ini dan besok, kalian akan bermalam di sini.”

“Apa?”

“Jika bukan karena Jihan yang sedang hamil muda, mama pasti akan mengatur bulan madu kalian keluar negeri.”

“Tapi Jihan ingin pulang tante.”

Vivian menggeleng dengan tegas. “Apa bedanya istirahat di rumah dan di sini? Setidaknya di sini pikiranmu akan lebih rileks dengan pemandangannya yang indah. Mama mengatur pernikahan kalian di sini karena kau suka dengan laut.”

Sean dan Jihan kembali saling pandang, tanpa mengatakan apa pun.

*** 

“Hanya dua hari, kan?” Sean memecah keheningan di antara mereka setelah kedua orang tua mereka meninggalkan Sean dan Jihan menikmati bulan madu. “Ini bukan pertama kalinya kita pergi dan bermalam bersama.”

Jihan mengangguk pelan. Meski saat itu mereka bukan sebagai pasangan suami istri.

Hening lagi. Jihan tampak tenggelam dalam lamunannya. Wajahnya tertunduk, menatap cincin pernikahan yang melingkari jari manisnya,  dan tak pernah menyangka cincin itu akan menjadi pemberian dari Sean.

“Tenanglah, itu bukan cincin yang akan kugunakan untuk melamar Naura.”

Jihan terdongak, menatap Sean yang tiba-tiba sudah berdiri di depannya.

“Ada yang ingin kukatakan denganmu.”

“A-apa?”

“Sepertinya kita harus memberitahu Gavin dan Naura tentang semua ini.”



Partner In Bed (Married With Bestfriend)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang