Part 20 Jihan Hamil?
Jihan menatap sisi wajah Sean dengan gumaman tak terlalu jelas tersebut. Apakah Sean seyakin itu hingga tak perlu melakukan tes DNA? Jihan menelan ludahnya yang terasa lebih pahit dan pekat.
“Apa?”
Jihan menggeleng sekali lalu menoleh, berjalan menuju tangga lebih dulu.
“Jihan?” panggil Sean menyusul. Keduanya berjalan bersama, menaiki anak tangga. “Apa yang kau bicarakan dengan Gavin tadi siang?”
Jihan memberikan satu gelengan.
“Apa artinya itu?”
“Kau bilang kita tidak akan bercerai, Sean. Apalagi yang ingin kau ketahui dari kami? Aku juga tak ikut campur urusanmu dan Naura.”
“Hal yang berbeda. “
“Bagiku tidak. Mereka sama-sama orang yang kita cintai.”
Langkah Sean seketika membeku. Menatap Jihan yang berjalan masuk ke dalam kamar. Sejenak, ia tertegun. Hubungannya dan Naura benar-benar sudah berakhir. Hanya kau, aku tidak, batinnya menggumam.
Sean menyusul masuk, Jihan baru selesai berganti pakaian dan naik ke tempat tidur. Ketika wanita itu duduk dan melepaskan jubah tidur, pakaian tidur yang dikenakan Jihan tak pernah tidak berhasil membuatnya mengumpat dalam hati.
Sejak menikah, semua koleksi pakaian tidur Jihan sudah diganti oleh mamanya dengan lingerie-lingerie berbagai macam model dan warna. Demi melancarkan rencana para orang tua untuk membuat Jihan kembali hamil.
Segurat kesedihan itu melintasi raut wajahnya. Setiap mengingat kembali kecelakaan yang membuat Jihan keguguran, hatinya kembali teriris.
Kehamilan itu tak lama, satu-satunya yang ia ingat kebahagiaannya hanyalah saat pernikahan mereka dilaksanakan. Hidupnya seolah telah sempurna dan saat itu hanya ada Jihan dan anak mereka yang ia pikirkan. Dan inginkan.
Tetapi, selebihnya hanya ada perdebatan dan pertengkaran yang seolah tiada hentinya.
‘Gugurkan anak itu!’
Sean tak pernah lupa pernah meluncurkan kalimat kejam itu pada Jihan. Diselimuti emosi dan kefrustrasian.
“Hallo?” Suara Jihan menjawab panggilan entah dari siapa memecah lamuna Sean. Melihat ponsel sudah menempel di telingan wanita itu.
Jihan kembali menyingkap selimut dan berjalan menuju kamar mandi setelah melirik keberadaan Sean yang bergeming tak jauh dari tempat tidur.
‘Kau sudah tidur?’
“Belum. Ada apa, Gavin?”
‘Tentang tadi siang. Ada yang ingin kujelaskan.’
“Apa?”
‘Maaf, mamaku terlalu berharap aku segera menikah. Jadi aku tidak berani mengatakan kalau hubungan kita sudah berakhir.’
“Ah, tidak apa-apa.”
‘Tapi jangan khawatir. Aku akan segera memberitahu keluargaku tentang semua ini.’ Ada keengganan dalam suara Gavin.
Jihan tak membalas, ia sendiri tak tahu harus mengatakan apa. Bukan hanya tak berani, Gavin juga masih berharap hubungan mereka akan membaik. Tapi … tampaknya dengan tekad Sean yang tak ingin menceraikannya, sepertinya ia tak boleh egois dan membuat Gavin menunggu sementara ia tahu tak akan pernah mudah mengabulkan harapan pria itu.
Pintu kamar mandi terbuka. Sean tiba-tiba menghambur ke arahnya. Meraih ponsel dan memutuskan panggilan tersebut. Kemudian menyambar pinggang dan menangkap bibirnya dalam satu lumatan yang panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner In Bed (Married With Bestfriend)
RomanceKesalahan satu malam membuat Jihan dan Sean yang sebelumnya terikat sebuah persahabatan harus terjebak dalam sebuah pernikahan. Sementara masing-masing sudah memiliki kekasih.