Part 6 Kabar Baik Yang Besar
“Cukup, Jihan!” Sean menarik tubuh Jihan menjauh dari Naura. “Naura, aku akan mengantarmu. Kita akan bicara dalam perjalanan.”
“Kau yakin hanya itu?” Naura kembali menyela.
Jihan mengangguk dengan mantap. Mengabaikan pegangan Sean di tangannya yang semakin menguat. “Selebihnya semua adalah keteledoranku karena membuat mamaku mengetahui hal ini. Jika tidak, acara pentingmu dan Sean malam itu tidak akan terganggu hanya karena aku masuk rumah sakit.”
Kedua alis Naura saling bertaut. Menatap Sean yang bahkan tak berani menatap kedua matanya. Malam itu? Sudah pasti yang dimaksud Jihan ketika Sean tiba-tiba membatalkan acara makan malam mereka. “Acara penting?”
“Malam itu Sean berniat melamarmu.”
“Cukup, Jihan!” geram Sean kemudian. Menarik pergelangan tangan Jihan masuk ke dalam lobi gedung dengan paksa.
Jihan mempertahankan langkahnya. Menarik tangannya dari Sean dengan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Ia tahu kemarahan yang berkobar di dalam diri pria itu, tetapi semua ini demi kebaikan pria itu sendiri. Pembelaan yang coba dilakukan oleh Sean saat ini adalah demi dirinya dan anak mereka. Dan ia tak akan membiarkan Sean berkorban terlalu banyak untuk dirinya. Ia hanyalah sahabat pria itu. Mereka tak bisa melewati batasan masing-masing.
“Aku bisa naik sendiri.” Jihan memelintir lengannya, kedua kakinya melangkah mundur, menjauh dari Sean selagi ada kesempatan. “Pergilah.”
“Aku sudah mengatakan padamu untuk berhenti,” desis Sean tajam. Maju satu langkah hanya untuk semakin jauh dari Jihan yang mundur dua langkah. Amarahnya seketika membeku begitu tatapan mereka saling beradu.
“Kumohon. Pergilah.” Jihan mengucapkannya hanya dengan gerakan bibir, yang membuat Sean terpaku. Tetap berdiri di tempatnya ketika Jihan berbalik dan menghilang dari pandangannya.
“Kau bilang akan mengantarku pulang. Kita bisa pergi sekarang?” Naura berdiri di samping Sean. Mengalihkan sang kekasih yang masih menatap kosong ke arah pintu lift.
Tangannya Naura terulur, menarik lengan Sean dan membawa pria itu keluar dari gedung. Masuk ke dalam mobil Sean yang masih terparkir di halaman gedung.
Sean tetap terdiam, pikirannya kacau oleh kata-kata Jihan, yang mengambil keputusan terlalu cepat tanpa persiapan darinya. Mereka bahkan baru menikah dua hari yang lalu dan kata perceraian sudah diatur oleh perempuan itu.
“Apakah kau begitu menginginkan anak?” Naura memecah keheningan tersebut setelah cukup lama keduanya tenggelam dalam kebisuan. “Itukah alasanmu menidurinya?”
“Ini tak ada hubungannya dengan hal itu, Naura.”
“Kau tak pernah cukup mabuk untuk meniduriku, Sean.”
Sean tak bisa membalas. Pandangannya masih tetap mengarah pada jalanan yang lengang di depan mereka.
“Dan tiba-tiba saja kau terlalu banyak minum hingga meniduri Jihan?”
“Jadi apa yang kau inginkan?”
“Apa? Sekarang kau tanya apa yang kuinginkan? Apa tak ada yang ingin kau katakan untuk menjelaskan semua ini padaku?”
Mata Sean terpejam, menggeram dalam hati. Pegangannya pada setir menguat, membanting arah ke samping dan berhenti di bahu jalan. “Apakah tidak cukup semua yang dijelaskan oleh Jihan? Penjelasan apalagi yang kau inginkan?”
Naura tersentak kaget dengan amarah yang berkobar di kedua mata pria itu. Rasa takut mulai merayapi dadanya. Tapi … “Kau marah padaku?”
Sean kembali mendesah. Membuang wajahnya dan memukulkan kepalan tangannya di setir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Partner In Bed (Married With Bestfriend)
Roman d'amourKesalahan satu malam membuat Jihan dan Sean yang sebelumnya terikat sebuah persahabatan harus terjebak dalam sebuah pernikahan. Sementara masing-masing sudah memiliki kekasih.