Blizzard

308 52 0
                                    

Hangkasa, atau lengkapnya Hangkasa Qaullion. Pemilik saham tol terbesar di Jawa. Dengan tampilannya yang sederhana membuatnya diminati banyak orang.

Keluarga Qaullion dikenal sebagai keluarga yang baik, berbudi pekerti, tampil sederhana, dan loyal kepada sesama. Itu semua menurun ke anaknya, Gempa. Gempa yang sekarang sudah berusia 22 tahun, sedari kecil selalu dibentuk sebagai orang yang berbudi pekerti serta dewasa menghadapi berbagai rintangan.

Aku tidak menolak fakta tersebut, faktanya Hangkasa juga mendirikan sekolah Tunas Luhur didaerah ku. Misinya adalah membentuk karakter yang berbudi pekerti luhur serta berakhlak mulia. Tidak heran kalau lulusannya menjadi lulusan yang berkualitas dan memiliki akhlak yang luas biasa bagus, terkecuali aku dan Blaze. Sekolah yang aku, Gempa, Halilintar jadikan tempat untuk menimba ilmu, sertakan juga Blaze, Ais dan kawan-kawan.

Hangkasa memiliki teman, yaitu Gamma. Dokter bedah yang terkenal karena praktik operasi kanker dengan sinar Gammanya selalu berjalan lancar. Aku merasa agak aneh dengan pernyataan itu, bukan kah itu sudah biasa?

Hangkasa Qaullion memiliki saudara kandung bernama Kristal Qaullion. Kristal dan Hangkasa berhubungan baik dengan Kuputeri, yang sekarang merangkap sebagai Bunda ku. Aku dengar informasi tersebut dari informan terpercaya ku, yaitu Gempa. Entah bagaimana Hangkasa dan bunda bisa bersatu, hingga memiliki anak yaitu Gempa, tapi satu yang aku tau yaitu, semua berawal dari perjodohan antara bunda dan Voltra.

Pernikahan antara bunda dan ayah Halilintar terjadi karena perjodohan. Perjodohan yang terjadi sebagai bentuk kontrak kerja, atau bisa disebut nikah kontrak karena Voltra membutuhkan seorang anak sebagai pewaris kekayaannya. Dan sayangnya, bunda harus mengorbankan hatinya dari ayah ku-aku tidak tahu siapa namanya-karena permintaan orang tuanya.

Pernikahan tersebut berjalan hingga Halilintar beranjak umur setahun. Perdebatan hebat entah karena apa, membuat mereka harus berpisah. Bunda mendapatkan hak asuh Halilintar dipengadilan karena anak sekecil itu masih membutuhkan peran ibu. Tapi jangan salah, uang untuk menafkahi Halilintar tetap mengalir di rekening bunda.

Beberapa bulan setelah perceraian berlangsung, Voltra dinyatakan menghilang. Bahkan sampai sekarang, Voltra masih belum ditemukan.

Bunda menikah dengan ayah ku setelah 3 bulan cerai dari ayah Halilintar. Tentu saja karena ayah ku melamarnya. Tapi sayangnya pernikahannya harus kandas saat aku baru lahir. Berdasarkan dari cerita Halilintar yang mendengarkan cerita bunda, pernikahannya kandas karena ayah ku datang dengan seorang wanita asing dengan membawa seorang anak bayi perempuan.

Setelah dari perceraian itu, tiga bulan setelahnya bunda menikah dengan Hangkasa, yang bertahan sampai sekarang. Pernikahan tersebut terjadi karena Hangkasa rela bertanggung jawab atas ku. Aku jadi merasa sedikit berhutang budi dengannya.

Aku menulisnya ulang, saat menulisnya terasa sangat mudah, tapi kenapa saat aku menjalaninya terasa begitu rumit?

Perasaan ku serasa dicampur aduk, tujuan awalnya membuat cerita ini karena bentuk pilih kasih dari bunda kepada ku dan saudara ku, tapi kenapa cerita ini malah merembet ke misi mencari tahu siapa ayah ku?

"Saya Blizzard." Seorang lelaki seumuran Om Nova datang memperkenalkan dirinya, dia yang menjemput Om Nova setelah menginap selama dua hari. Aku baru ingat kalau Om Nova tidak membawa kendaraannya.

Blizzard dan Nova adalah pemilik tambang batubara terbesar. Blizzard juga pemilik laboratorium penelitian di Antartika. Aku berbinar melihat tubuh tegap dan gagah Blizzard. Blizzard dan Nova berkerja sama hingga saat ini, aku baru tahu itu. Tatapan dingin milik Blizzard membuatku terpaku, tatapannya lebih dingin dari Halilintar dan juga Ais.

"Heh, kau kenapa ngelamun, hah?" Om Nova menyentak ku dari samping. Aku tersadar setelahnya. "Aku sedang memikirkan Blaze, katanya mau ganti Ayah," bisik ku ditelinga orang tua itu. Om Nova hanya berdecih mendengarnya, tau kalau aku sengaja mengejeknya.

"Aku kesini untuk menjemput Nova, Kak," ucapnya pada Bunda. Bunda mengangguk, "Tidak apa, Nova juga pasti memiliki kesibukan sendiri diluar sana," ucapnya, aku tau kalau Bunda sebenarnya sedang mengusir Om Nova secara halus. Blizzard terkekeh mendengarnya, entah apa yang membuatnya terkekeh. Blizzard terkekeh sangat elegan, berbeda dengan Om Nova yang cenderung awuk-awukan.

"Dia bukan Ayah mu, jangan ditatap terus menerus." Om Nova menyenggol lengan ku, aku mendelik marah padanya. "Aku tau, diamlah jangan mengganggu ku!" Aku menepis lengannya yang selalu menyenggol lenganku. "Diamlah," orang tua ini bisa menyebalkan juga ternyata.

Tunggu, untung saja aku ingat tentang ayah ku.

"Eh, Om." Panggil ku. Mataku memperhatikan Bunda, Ayah Gempa dan Blizzard yang masih berbincang-bincang. Aku melirik Om Nova yang diam tidak menjawab ku. "Om." Aku mengguncang lengannya.

"Kau yang menyuruhku diam, bocah." Aku menepuk dahi ku, astaga! Orang ini lama-lama bisa membuat ku gila.

"Aku mau bertanya padamu."

"Tidak boleh!"

"Aku tidak meminta izin dari mu orang tua! Aku hanya ingin tahu, siapa ayah ku?" Tanya ku. Om Nova mengendikkan bahunya. "Tanya saja Bunda mu."

Arkh, orang ini! Untung saja sekarang sedang bulan Ramadan, kalau tidak aku sudah memecutnya dengan pecutan sapi!

"Kalau Bunda ingin memberitahunya, aku tidak akan bertanya pada mu sekarang." Bisik ku yang berbisik dengannya. Om Nova menatap ku berfikir, kira-kira apa yang ia pikirkan?

"Dia teman ku dulu, tapi sekarang aku tidak tau dimana dia sekarang, puas?"

"Nova, ayo cepatlah." Suara Om Blizzard mengangetkan kami yang saling berbisik-bisik. Om Nova segera berdiri dan mengikuti Om Blizzard, mereka berpamitan lalu meninggalkan kediaman ku. Aku melihatnya menghilang dibalik pintu mobil.

Huh, gagal lagi bertanya tentang ayah ku. Bagaimana ini? Padahal tinggal sedikit lagi.

"Taufan, ayo ikut aku ke supermarket! Aku ingin berbelanja. Sebentar lagi sudah waktunya berbuka." Ajak Gempa menarik lengan ku. Aku masuk kedalam mobil setelah ditarik dengan Gempa, mereka itu tidak pernah santai.

"Kau kenapa, Kak?"

"Tidak apa-apa, aku hanya bingung mau mencari tau ayah ku dimana lagi."

"Kau tidak bertanya pada Om Nova?" Aku menggeleng. "Dia tidak ingin memberitahu ku, Gem."

"Tidak memberitahu mu, atau kau memang memasang ultimatum perang setiap saat bersamanya." Tanya Gempa, tunggu bagaimana dia tahu kalau aku selalu berdebat dengan Om Nova?

"Hehe, dia juga menyebalkan si. Siapa juga yang tidak ingin memasang ultimatum perang saat berhadapan dengannya." Gempa tertawa mendengar jawabanku. "Ingat lah, api akan membesar saat dikipasi."

"Aku tau, Gem. Cuma kepancing emosi aja si." Gempa menggeleng tak habis pikir dengan ku. Mobil yang Gempa kendarai sudah sampai di supermarket terdekat. Aku berlari kedalam setelah menutup pintu mobil.

"Kak Taufan, jangan lari!"

Aku berhenti, bukan karena peringatan dari Gempa, tapi karena melihat beberapa orang yang aku kenal sedang berbicara didekat parkiran.

"Dasar bodoh! Ternyata kau yang melaporkannya?"

BUGH!!

Aku terdiam, baru kali ini melihat Ais meninju Blaze dengan emosi yang meledak-ledak.

"Ais, apa yang kau lakukan?" Aku berlari ke arah mereka, apa yang terjadi kepada mereka? Ais menatap ku tajam.

"Mungkin yang maha kuasa sedang berpihak pada mu, Blaze." Setelah mengatakan itu, Ais lantas meninggalkan Blaze yang sedang tersungkur ditanah akibat pukulan mendadak didaerah perutnya. Aku sontak ingin membantu, tapi Blaze menahan ku yang ingin membantunya.

"Aku bisa sendiri." Tolaknya sebelum pergi meninggalkan ku yang tengah mematung, sebenarnya apa yang terjadi pada mereka hingga mereka bertengkar begini?

TAUFAN?! [Tamat] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang