Tidak ada yang memberitahu ku pasal asal-usul keluarga. Yang dulu aku tau hanyalah bunda adalah ibu ku dan ayah Gempa adalah ayah ku.
Aku meragukan ingatan ku yang tampak remang saat aku berumur 5 tahun lalu, menangisi orang lain yang meninggalkan ku setelah bersitegang dengan bunda, dan aku memanggil pria itu sebagai ayah ku.
Halilintar dan bunda selalu mengatakan bahwa ayah Gempa adalah ayah kandung ku. Selalu meyakinkan ku bahwa pria paruh baya yang tinggal dirumah ku adalah ayah ku.
Tapi aku tidak merasakan adanya sosok ayah dalam tubuhnya, aku tidak merasakan adanya hubungan antara ayah dan anak antara aku dan ayah Gempa. Apakah aku berdosa karena mengatakan itu? Semua itu membuat ku ragu, ingatan atau fakta yang ada disekitar ku yang harus ku percaya?
4 tahun lalu, kelas 12 SMA.
Saat itu sedang ada pelajaran Biologi, pelajaran yang tidak Blaze sukai. Aku menatap Blaze yang duduk sebangku dengan ku, anak itu selalu tertidur pulas disaat jam pelajaran ini berlangsung. Guru yang mengajar pun selalu menggelengkan kepala melihat kelakuan Blaze disaat jam pelajarannya.
Hari ini sudah masuk materi tentang Gen. Guru ku dengan senang hati menjelaskan tentang Gen, aku memperhatikannya dengan malas.
"Pak, saya mau tanya," salah satu siswi dikelas mengacungkan tangan untuk bertanya, aku masih menyimaknya dengan seksama. "Oke, kamu mau tanya apa?" Guru ku mempersilahkan siswinya untuk bertanya.
"Katanya tes DNA itu bisa digunakan untuk mencari tahu tentang keluarga. Misalnya, mencari tahu apakah saya benar-benar anak kandung orang tua saya atau tidak? Dan juga katanya, kalau sel darah merah tidak mengandung DNA, tapi saya dengar ada yang bisa menentukan dia anak kandung orang tuanya dari golongan darahnya saja, pak?"
Aku tidak mengerti apa yang anak ini maksud. Dari golongan darah, memangnya bisa?
Entah kenapa otak ku yang biasanya masih loading saat pelajaran seperti ini, tapi sekarang aku langsung menegakkan punggung menunggu jawaban dari bapak guru.
"Itu masih masuk dibab pewarisan sifat nanti, tapi ndak papa saya jelaskan."
Guru tersebut menuliskan beberapa kumpulan I yang digabung dengan huruf A,B,O dipapan tulis yang membuat kepala ku pusing.
IAIO, IBIO, IAIB, IOIO (A,B,O-nya ditulis di kanan atas I), ya intinya seperti itu.
"Kalian pasti tahukan apa itu sistem ABO? Nah, dari sini kalian bisa menentukan apakah kalian anak kandung orang tua kalian atau bukan. Kalau misalnya golongan darah ayah kalian A dan golongan darah ibu kalian juga A, maka keturunannya tidak mungkin memiliki golongan darah B tapi bisa memiliki golongan darah O, tapi kalau misalnya golongan darah kalian B, berarti kalian bukan anak kandungnya."
Ya Tuhan, kepala ku pening mendengar penjelasannya. Pantas saja Blaze tidak menyukai pelajaran Biologi.
"Kalau orang tua kalian memiliki golongan darah O, maka tidak mungkin menghasilkan anak dengan golongan darah AB." Lanjutnya.
Pembahasan tentang golongan darah hingga gen masih terus berlanjut hingga bel pulang sekolah berbunyi.
Salah satu kesalahan di sekolah ini adalah menaruh jadwal pelajaran Biologi di jam pelajaran terakhir, karenanya banyak anak yang sudah mulai tertidur karena mengantuk, contohnya, Blaze.
Mendengar bel pulang berbunyi, Blaze langsung saja mengangkat kepalanya. Aku yang sedang membersihkan meja hanya bisa memukulnya dengan buku gemas dengan kelakuannya. Giliran bel pulang aja langsung semangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAUFAN?! [Tamat] ✓
Fiksi PenggemarTaufan, bagaimana hidup dengan saudara tiri dan tiga ayah yang berbeda? Bukan poliandri ❌ 15+ Cover by Twitter : @Chanom_Kun