Penjelasan

271 46 2
                                    

Aku merasa cerita ini semakin merembet kemana-mana. Awal kali aku menulis cerita ini saat aku sedih karena bunda selalu mengurung ku semenjak tahu tentang kecelakaan yang terjadi 5 bulan lalu. Setelah penyakit bunda semakin kumat, aku mulai mencari tahu tentang ayah ku, kemudian ayah Blaze yang tiba-tiba datang dan membuat keributan hingga kejadian perang kemarin.

Itu mengguncang hati mungil ku. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi, dan saat ini aku berada di ruang tamu.

Aku duduk ditengah-tengah Duri dan Solar. Solar itu kuat, dan juga genius. Beberapa kali dia berhasil memecahkan permasalahan berat yang sekarang masih dipecahkan oleh para peneliti, membuat para peneliti bersorak kagum melihat seorang anak muda dengan kepintarannya.

Duri juga anak yang imut dan juga lemah lembut, tapi itu diluar, aslinya, ya, sedikit membuat orang lain geleng-geleng kepala dengannya. Duri ini jagonya memainkan perasaan orang lain atau kata lainnya mengambil hati orang lain agar sayang dengannya, dan aku salah satu korbannya.

Dibalik bakatnya itu, Duri, anaknya juga bisa mengelabui orang lain saat dia sedang terancam bahaya. Tapi dicerita ini, Duri dan Solar tampak sangat lemah dan masih suci, polos dan tidak berdaya. Jangan salah, mereka hanya kalah senjata, bukan otak.

Kemarin saat aku pulang, aku dan Solar terjebak hujan. Beberapa kali aku menelepon Kak Blaze tapi tidak ada jawaban dan juga sinyalnya sedang lemah karena hujan badai, jadinya kami menunggu saja. Saat beberapa saat kemudian, aku bertemu dengan Kak Gempa yang tiba-tiba menepikan mobilnya disisi kami. Kami berdua basah kuyup karena hujan tidak juga reda.

"Kalian ngapain hujan-hujanan dijalan?" Tanya Kak Gempa sedikit berteriak karena suara air hujan yang menguasai. "Lagi nunggu Kak Blaze." Jawab ku.

"Blazenya kemana?"

"Kak Blaze masih belum jemput, Kak. Kami telfon tapi tidak ada sinyal." Ujar ku. "Ayo masuklah, aku akan mengantarkan kalian sampai kerumah."

"Tapi Kak, kami basah kuyup, nanti mobil Kak Gempa basah." Aku teringat kalau Kak Gempa memakai mobil, walaupun mobilnya memang sudah basah karena Kak Gempa yang membuka jendelanya. "Masuk lah, kursinya terbuat dari kulit. Masalah basah bisa ku cuci besok," katanya. Jadinya kami masuk ke mobil Kak Gempa dan dia antar kami berdua sampai kerumah.

"Yah, Hp dan buku ku basah tergenang air. Jadinya mati, kan, Hp-nya." Seru Solar kecewa melihat Hpnya sudah basah kuyup dengan air hujan. Aku baru ingat kalau aku bawa Hp, jadinya aku keluarkan Hp ku dari tas yang sedang ku pakai. Kebetulan aku dan Solar tasnya tidak memiliki jas hujan.

"Hp ku juga basah, Solar." 

"Kenapa kalian tidak pergi meneduh tadi?" Tanya Kak Gempa membuka topik pembicaraan. Aku dan Solar saling pandang, "Kami tidak menemukan halte bis atau tempat untuk berteduh, Kak. Lagi pula percuma, hujannya hujan badai, semua tempat berteduh telah basah dengan air hujan kak." Jelas ku, Gempa mengangguk membenarkan.

"Jangan bersedih, nanti minta ke Blaze atau ke Taufan Hp yang baru," ucapnya. Akhirnya kami berdua mengangguk mantap.

Saat kami sampai kerumah, kami mendengar suara keributan dari luar, rumah ku tidak sebesar rumah Kak Taufan ini, jadi rumahnya tidak kedap suara. Dari luar kami bisa mendengar kalau Kak Blaze akan menyerahkan kami berdua ke Ayah. Walaupun Kak Blaze tidak bilang akan dijual, tetap saja kita tidak terima.

Disitu ada Ayah dan juga Om Blizzard. Berdasarkan informasi, ayah dan om Blizzard adalah saudara kandung atau lebih tepatnya anak kembar. Ayah tersenyum puas melihat Kak Blaze akan menyerahkan adiknya pada ayahnya, karena memang seharusnya anak adalah milik ayahnya. Om Blizzard ada disana untuk dijadikan saksi atas diserahkannya kami kepada ayah dari asuhan Kak Blaze. Kami jelas kecewa.

Malamnya kami berdua demam singkat karena habis hujan-hujanan kemarin. Setelah besoknya membaik, kami yang masih lemas dibawa paksa dengan puluhan orang berbaju hitam. Kami terus melawan berkali-kali, kami juga sempat kabur dan berbaur dengan orang-orang yang sedang salat Jum'at, tapi tetap saja mereka menemukan kami.

Saat kami sudah dibawa sampai kebandara, tubuh kami sudah lemas kehabisan tenaga. Apa lagi kami juga sedang nekat puasa padahal sedang demam, aku tidak tahu kalau akan dibawa paksa, jadi kami puasa.

Tapi itu tidak menyurutkan semangat kami untuk terus melawan. Perlawanan kami berakhir saat penjaga didalam pesawat itu menyuntikkan cairan untuk melumpuhkan tangan dan kaki kami. Untungnya, Solar bisa mematahkan jarum suntik saat cairan tersebut akan disuntikkan ke tangannya, jadinya hanya kakinya saja yang lumpuh, dan tangannya tidak. Tapi aku terlanjur dibius di tangan dan kaki hingga benar-benar tidak bisa bergerak.

Sampai akhirnya kalian datang dan menyelamatkan ku yang akan dibawa pergi ke tempat penjualan manusia.

"Bodoh! Nova bodoh! Dia ingin menjual anaknya sendiri?" Itu reaksi pertama yang diberikan oleh Bunda saat selesai mendengarkan cerita Duri dari awal sampai akhir.

Saat aku sampai kerumah tadi, Bunda sangat panik saat melihat aku, Gempa dan Halilintar penampilannya sudah berantakan, terlebih lagi Halilintar yang terdapat banyak memar dan luka-luka ditubuhnya. Bunda marah besar, terlebih lagi dengan ku setelah mendengar penjelasan Gempa.

"Taufan, Bunda sudah katakan berkali-kali jangan pernah berkecimpung diurusan seperti itu," ucapnya galak. Aku yang dimarahi berusaha meyakinkannya, memintanya agar mendengar penjelasan Duri lebih dulu hingga kenapa aku memilih untuk ikut andil. Saat sudah sedikit tenang, akhirnya Duri dengan leluasa menceritakan kejadiannya dari awal sampai akhir sembari menunggu efek dari cairan tersebut hilang.

"Bodoh! Nova bodoh! Dia ingin menjual anaknya sendiri?" Bunda memaki adiknya sendiri yang rela menjual anaknya sendiri ke perdagangan manusia. Aku teringat sesuatu yang ganjil, saat mendengar penjelasan Duri.

"Bunda." Panggil ku. Bunda menatap ku galak, aku menunjukkan kedua jari ku tanda damai. "Taufan cuma mau tanya." Aku memanyunkan bibir ku berharap bunda ingin mendengarkan pertanyaan ku. "Apa?" Tanyanya.

"Hehe, Taufan mau tanya. Tadi kata Duri, Om Blizzard itu saudara kembarnya Om Nova, tapi kenapa saat datang kesini, Om Blizzard masih memperkenalkan dirinya?" Tanya ku, bunda menyimak dengan baik. Bunda tampak mengingat-ingat.

"Oh, itu, mereka kembaran yang terpisah. Bunda tau Nova punya kembaran, tapi Bunda tidak tahu siapa namanya. Ayah Nova dan ibunya Bunda berpisah lagi setelah Nova dan Blizzard baru lahir, karena perselingkuhan dan Blizzard dibawa oleh ayahnya." Jelas bunda. Aku memangut, sebagian besar hubungan kandas karena perselingkuhan, begitu pikir ku.

Bunda menghela nafas berat, semua mata memperhatikannya.

"Bunda ingin bicara empat mata dengan Taufan nanti, ada yang harus bunda selesaikan."

Aku mengangguk kaku. Berdoa dalam hati agar tidak terjadi hal yang tidak mengenakkan saat bunda berbicara empat mata dengan ku seperti yang sudah-sudah.

"Kak Taufan tidak akan dimarahin, kan, Tante?" Tanya Duri polos. Bunda tersenyum manis kearahnya, "Tentu saja, siapa yang ingin memarahinya? Paling-paling dikasih pelajaran," ucap Bunda. Duri mengangguk mengerti, sedang aku duduk dengan gelisah mendengar perkataan Bunda, pelajaran apa?

Tuhan, tolong aku ಥ╭╮ಥ.

"Eh, Kak Taufan." Panggil Duri dengan mata binarnya saat Duri sudah aku gendong ke kamar ku. Aku mengerjapkan mata beberapa kali. Ini lah yang aku maksud mengambil hati orang lain.

"Apa?"

"Belikan Duri sama Solar Hp baru dong." Pintanya memohon.

TAUFAN?! [Tamat] ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang