tiga

136 33 1
                                    

Bandung, Agustus 2014

Pak Bowo tampak santai melihat-lihat ke sekeliling ruangan yang dijadikan sebagai tempat konferensi pers. Awalnya dia kesal karena ditelpon jam 2 pagi oleh Aryan, itu mengganggu jam tidurnya namun kesalnya lenyap setelah mendengar alasan Aryan meneleponnya.

Aryan bersedia mengadakan konferensi pers, asalkan singkat dan wartawan tidak boleh bertanya cukup mendengarkan apa yang dia sampaikan.

Agak aneh memang permintaan anak muda itu tapi Pak Bowo tidak mau membantah, dengan dilaksanakannya konferensi pers saja dia sudah bersyukur.

Beberapa wartawan yang wajahnya familiar bagi Pak Bowo tengah bercengkerama satu sama lain, ada wartawan dari tabloid ibu kota dan juga dari stasiun televisi. Mereka tampak menikmati minuman yang sengaja disediakan sebagai selingan karena menunggu kemunculan Aryan.

Tepat di depan meja yang akan ditempati oleh Aryan, beberapa kameramen sedang mempersiapkan kamera mereka. Menyesuaikan tinggi tripod agar bisa merekam wajah Aryan dengan baik nantinya. Juga tidak lupa meletakkan perekam suara diatas meja.

20 menit berlalu, senyuman di wajah Pak Bowo meredup saat melihat kedatangan perempuan berambut cepak di depan pintu.

Puji, satu-satunya wartawan yang Pak Bowo tidak sukai muncul hari ini, padahal dia berharap agar perempuan itu tidak datang meskipun itu sangat tidak mungkin. Tidak seperti namanya, kelakuan Puji sangat tidak terpuji bagi Pak Bowo, dialah yang menyebarkan foto Aryan pertama kali. Tapi yang membuat Pak Bowo bingung kenapa hasil tangkapan kamera Puji sangat jelek? Apa dia sedang tidak bertugas saat itu atau Puji mendapatkan foto itu dari orang lain?

Puji tidak pernah melakukan konfirmasi sebelum menaikkan berita, mau itu benar atau salah dia tidak perduli. Dia tidak perduli dengan kebenaran, yang dia perdulikan hanyalah berita miliknya meledak dan dunia heboh karenanya.

Pak Bowo mencoba tersenyum saat Puji menghampirinya.

"Jadi perempuan itu benar ibu dari anaknya Aryan? atau perempuan itu kekasih barunya Aryan?" Senyum mengejek terukir jelas di wajah Puji.

Pak Bowo enggan menjawab, ingin rasanya dia mengusir wartawan satu ini.

"Aryan, gitaris idola kaum hawa yang senang memiliki hubungan satu malam hingga menghasilkan anak perempuan..." Puji menggantung kalimatnya sengaja ingin melihat reaksi Pak Bowo.

"Atau Aryan gitaris tampan yang memiliki hubungan dengan banyak wanita hingga memiliki anak rahasia. Ohh mungkin judul berita yang pas itu seorang perempuan muncul menuntut tanggung jawab Aryan karena telah menghamilinya?" Puji terkikik geli mengakhiri ucapannya.

Pak Bowo menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, sabar batinnya.

"Dengar saja penjelasan Aryan nanti, kalau memang kamu ke sini untuk mencari kebenaran." Ucap Pak Bowo kemudian pergi meninggalkan Puji.

--

"Ehem.." Aryan berdehem meskipun tenggorokannya tidak terasa gatal.

Belasan pasang mata menatap Aryan yang tengah duduk menghadap ke mereka, wajah Aryan bermandikan kilatan cahaya dari kamera.

"Selamat pagi semuanya" Sapa Aryan dengan senyuman khasnya.

"Pagi..." Balas para wartawan.

"Terima kasih atas waktunya, teman-teman wartawan bersedia berkumpul disini. Singkat saja, saya memang telah memiliki anak perempuan yang sekarang sudah berusia empat tahun dan perempuan yang fotonya tersebar di media itu BUKAN IBU DARI ANAK SAYA..." Ucap Aryan menekan kata bukan istri.

"Sekali lagi saya tekankan, perempuan itu BUKAN IBU DARI ANAK SAYA, BUKAN JUGA KEKASIH GELAP saya. Dia hanya salah satu penggemar yang kebetulan habis menonton pertunjukan Mahaka di The Pallas. Seperti yang teman-teman ketahui malam itu Mahaka ada jadwal di The Pallas." Penjelasan Aryan terhenti, ia tampak memikirkan sesuatu. Namun memilih untuk tetap pada rencana awal.

KETIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang