sembilan

171 32 4
                                    

Semarang, April 2015

"Papah..."

Aryan menoleh ke belakang karena mendengar suara Alana memanggil dirinya. Jantung Aryan berdebar kencang, bukan karena Alana tapi karena perempuan yang bersama Alana.

Rahayu.

Rahayu terkejut melihat Aryanlah yang tengah duduk di kursi itu, meskipun Aryan mengenakan topi tapi Rahayu bisa mengenali wajahnya dengan mudah.

Papah? Berarti Alana adalah anaknya Aryan. Anak kecil yang malam itu ia lihat di parkiran The Pallas ternyata Alana.

"Aku hebatkan bisa bawa sendiri." Ucap Alana dengan senyuman seraya memamerkan mangkuk berisi bubur yang ada di tangannya.

Aryan mengangguk memberikan dua jempol kepada Alana, lalu membantu Alana meletakkan mangkuk bubur tersebut ke atas meja.

"Nanti makanannya dihabiskan ya." Ucap Rahayu sambil mengelus kepala Alana.

"Tante ke kamar ya." Pamit Rahayu kemudian, ia tidak ingin berada disini lebih lama lagi.

"Kok tante ke kamar?" Tanya Alana sambil memegang tangan Rahayu.

"Kan tante udah selesai makan, tante juga harus beresin koper di kamar." Rahayu berdusta kepada anak kecil didepannya itu.

"Tante mau kemana kok beresin koper?" Tanya Alana lagi.

"Tante mau pulang, kan rumah tante di Jakarta." Jawab Rahayu.

"Rumah aku di Bandung." Balas Alana.

Ida yang sedari tadi diam tampak bisa membaca situasi.

"Ayok Alana makan sekarang, nanti buburnya dingin Alana nggak suka." Ida segera membantu Alana untuk duduk di kursi, lalu duduk di kursi kosong yang ada disebelah Alana.

Rahayu tersenyum kepada Ida mengucapkan terima kasih, lalu pergi meninggalkan area restoran.

Melihat Rahayu pergi begitu saja tanpa menyapa dirinya membuat Aryan merasa tidak terima. Ia menitipkan Alana kepada Ida lalu berjalan dengan cepat menyusul Rahayu mencoba untuk mensejajarkan langkahnya.

Ida menghela nafasnya melihat majikannya saat ini, seharusnya majikannya itu bisa menahan diri. Banyak pasang mata yang tengah melihat ke arah mereka seraya berbisik satu sama lain.

Kalau memang majikannya itu ingin maju kenapa tidak maju dengan jelas, kenapa membuat semua menjadi ambigu pikir Ida.

"Ay, boleh ngobrol sebentar." Pinta Aryan kepada Rahayu yang terus saja berjalan tanpa menghiraukan dirinya.

"Rahayu.." Aryan berdiri tepat di depan Rahayu membuat Rahayu menghentikan langkahnya.

Rahayu menatap Aryan tidak suka, ia menggeser tubuhnya ke sebelah kanan lalu melewati Aryan. Langkah Rahayu semakin cepat hingga ia sampai di depan lift. Aryan tidak menyerah, ia mengikuti Rahayu berdiri di sebelahnya.

Ting!

Pintu lift terbuka, melihat ada orang lain di dalam lift Rahayu segera menundukkan kepalanya ia tak ingin orang lain melihat dirinya tengah menunggu lift berdua dengan Aryan. Apalagi ini di hotel.

Begitu orang yang berada di dalam lift tersebut keluar, Rahayu bergegas masuk ke dalam lift.

Tangannya mencegah Aryan yang juga ingin masuk ke dalam lift.

"Kamu mau ngapain?" Tanya Rahayu.

"Aku mau ke kamar." Balas Aryan.

"Alana di resto."

"Ada susternya."

Rahayu menghelas nafasnya, ia membiarkan Aryan masuk ke dalam lift. Pintu lift menutup, Rahayu tidak menempelkan kartu kamarnya agar bisa menekan nomor lantai tempat kamarnya berada. Aryan pun sama. Sekarang keduanya sama-sama diam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 27 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KETIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang