Atmosfer di ruang tamu terasa dingin karena aura dua orang cowok yang sedang duduk berhadapan.
Kendrick menatap lurus pada Atlas yang membalas tatapannya dengan tidak berminat.
"Apa yang terjadi dengan adikku?" Tanya Kendrick langsung.
Atlas tak langsung menjawab. Tatapan malasnya berubah serius, menatap tepat di manik tajam gelap milik Kendrick.
Ia tak terlalu mengenal jauh keluarga Rio, tapi dia cukup tau tentang mereka, termasuk Kendrick.
Dia pemuda berusia 26 tahun yang jarang keluar rumah. Pekerjaannya ia urus di rumah, di ruang kantor pribadi yang terletak di ujung timur rumah mewah itu.
Terlepas dari itu, Atlas juga tau bahwa Kendrick pemuda yang agak gila. Rio sendiri yang memberitahu itu padanya.
Ketika itu Rio baru pulang dari tawuran sekitar jam 11 malam dengan banyak luka di wajah dan tangannya. Ia mengira kakaknya itu sudah tidur, ternyata belum.
Baru saja ia membuka pintu dan berbalik untuk menutupnya, tapi dari arah belakang, pintu yang belum sepenuhnya tertutup itu tiba-tiba di dorong kasar hingga tertutup dengan suara keras.
Rio berbalik dan langsung berhadapan dengan Kendrick yang mengungkungnya di antara tubuhnya dan pintu, tatapannya nampak aneh. Mata tajam itu memindai fitur wajah sang adik.
Dia berusaha mendorong sang kakak tapi tidak berhasil, badan Kendrick jelas lebih besar darinya.
Entah sadar atau tidak, Kendrick mengigit pipi Rio yang terdapat lebam dengan cukup kuat membuat si empunya memekik dan refleks menampar si pelaku.
Kembali lagi pada Kendrick dan Atlas.
Atlas menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Dia amnesia."
'Mungkin...' lanjutnya dalam hati.
Kendrick tak bereaksi lebih.
"Pulanglah!" suruh Kendrick sambil berdiri dan berjalan meninggalkan ruang tamu.
Atlas langsung saja pergi walau sebetulnya ingin bertemu dengan sang sahabat. Tapi terpaksa ia menundanya untuk hari ini.
Kendrick saat ini berdiri di depan pintu kamarnya yang terkunci. Ia membuka kunciannya lalu masuk ke dalam, melihat sang adik yang menangis di lantai.
"Siapa namamu?" Tanyanya langsung.
Ghali mendongak, walau takut dia tetap menjawab dengan suara lirih.
"Ghali..."
Syukurnya pendengaran Kendrick sangat tajam hingga tak perlu meminta pengulangan.
"Kenapa namamu Ghali?" Tanyanya lagi.
Ghali tidak menjawab. Jawaban bagus apa yang bisa dia berikan sedangkan dia saja tidak paham betul dengan situasi yang menimpanya? Tak ada.
"Jawab pertanyaanku, jujur jika kau tau sesuatu!"
Kendrick menarik Ghali untuk berdiri lalu mengangkatnya untuk duduk di atas kasur, sedangkan Kendrick berdiri di depannya dengan tatapan sulit diartikan.
Ghali menelan ludah, gugup. Dia dengan terbata-bata kemudian menceritakan sebagian hal yang dia ingat sebelum semuanya terjadi seperti ini.
Selesai bercerita tangisan Ghali semakin keras. Dia rindu Bunda dan Hanni, lalu dia takut dengan kehidupan baru ini. Sedangkan Kendrick melamun, tatapan itu tak setajam sebelumnya.
Tapi mungkin Kendrick yang sudah terlanjur 'gila' karena melihat tatapan Ghali setelah sepulang dari rumah sakit, dirinya mendekat, memeluk erat Ghali.
"Sekarang namamu Jerio Killian Damaston, kau milik kami, milik Damaston. Lupakan kehidupanmu yang sebelumnya, jadilah Jerio Killian Damaston kami. Tetaplah dalam tatapan ketakutanmu itu." Bisiknya di telinga Ghali dengan nada intimidasi.
"T-tapi..."
"Jangan membantah. Tubuh ini milik kami, jadi jiwa di dalamnya pun akan menjadi milik kami meski bukan darah daging kami."
Saat itulah Ghali sadar kehidupannya benar-benar dalam belenggu tak kasat mata yang belum pernah dia bayangkan. Belenggu yang bisa saja melenyapkan dirinya.
Tak ada lagi Bunda Abel, tak ada lagi Hanni, dan tak ada lagi Ghali Sakha Rahasta. Sekarang hanya ada Jerio Killian Damaston dengan jiwa yang bukan sesungguhnya.
Kendrick tersenyum, senyum psycho yang tidak Ghali sadari.
Ah, bung, bukankah sekarang waktunya memanggil tokoh utama kita dengan nama Rio? Karena tak ada lagi nama Ghali di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghali Becomes Rio
Teen FictionGhali pemalu dan kurang interaksi dengan dunia luar. Dia anak tunggal dan hanya hidup bersama bundanya, karena ayahnya telah tiada. Nasib malang menimpa Ghali yang berniat menolong sahabatnya justru merenggut nyawanya. ~ Jerio Killian Damaston, put...