Midnight Commotion

18.5K 1.5K 44
                                    

Malam sudah semakin larut. Kini jam telah menunjukkan pukul 11 malam. Tapi kediaman Damaston masih ramai dan terang benderang karena kabarnya tuan besar dan putra keduanya akan sampai di rumah malam ini. Jadi para pelayan dan beberapa bodyguard pun masih beraktivitas.

Hingga kemudian terdengar derum mesin mobil yang menandakan bahwa orang yang mereka tunggu telah sampai. Para pelayan sigap berbaris rapi di di dekat pintu masuk sedangkan para bodyguard berdiri di depan teras.

Seorang pria bertubuh tegap dengan wajah dingin tanpa ekspresi keluar dari dalam mobil diikuti seorang pemuda lain berwajah oriental dan berkulit tan. Bola matanya berwarna coklat terang dan mimik wajahnya begitu kalem.

Kedua orang itu adalah tuan besar Damaston, Henric Damaston dan putra keduanya Aston Al Damaston.

Dia berjalan tegap memasuki kediamannya, tak begitu mempedulikan sambutan para pelayan dan bodyguard. Sedangkan si pemuda tersenyum ramah pada para pelayan dan bodyguard yang menyambut kedatangan mereka.

"Oh, kalian sudah pulang." Ucap Lauren yang baru saja turun dari lantai dua, berpapasan dengan dua orang yang baru saja masuk itu.

Aston merentangkan tangannya, seakan bersiap untuk menerima pelukan dari Lauren, walau Lauren justru hanya mengusap pipi kakaknya itu.

"Kemana kakak-kakakmu?" Tanya Henric.

"Tunggu saja, aku malas menjelaskan." Jawab Lauren lalu berlalu meninggalkan mereka dan pergi ke dapur.

Tujuannya tadi turun hanya untuk minum, bukan menyambut kedatangan keduanya. Andaikan yang datang seorang tamu kehormatan sekelas raja atau pimpinan negara lainnya pun Lauren tidak minat untuk menyambut.

"Daddy, saya ke kamar duluan." Ucap Aston lalu pergi meninggalkan Henric.

Henric sendiri hanya berdehem dan pergi ke ruang kerjanya yang ada di lantai satu.

Keduanya baru pulang kembali ke rumah ini setelah sebulan lamanya berada di Swedia untuk urusan bisnis.

Di antara semua anak-anaknya, Aston adalah satu-satunya yang paling Henric andalkan dalam urusan bisnis.

Aston yang jelas sekali terlihat wibawanya dan kefasihannya dalam adu argumen menguatkan keputusan Henric. Hasilnya pun tidak sia-sia karena hasil kerja si anak kedua begitu membuahkan hasil yang mengagumkan.

Aston Al Damaston tidak begitu kentara emosinya. Jika dia gembira atau ada sesuatu yang bagi orang lain lucu maka dia hanya tersenyum tipis, jika marah hanya tampak wajahnya yang masam namun tetap diam, jika malu pun hanya nampak dari wajahnya yang memerah. Nada suaranya rendah tapi lembut, belum pernah ada seorang pun yang mendengarnya bicara dengan nada kasar atau berteriak.

Lauren baru saja akan menaiki tangga ketika tiba-tiba terdengar dorongan di pintu masuk yang dibarengi suara teriakan membahana.

"PE, PUNTENNN!!!"

PYARRR!!!

"AAAAAAA!!!!"

Suara teriakan dari arah pintu itu lalu di barengi dengan suara pecahan gelas yang gaduh.

Orang yang baru saja membuka pintu rumah mewah itu sambil berteriak adalah Zilar. Sedangkan suara pecahan gelas itu adalah gelas minum Lauren yang ia lemparkan ke arah lantai dekat pintu hingga pecah, padahal Lauren belum meminumnya sama sekali.

"L-lauren, kok di sini?"

Lauren dengan wajah garangnya langsung mendekat dan meninju perut Zilar hingga membuat si empunya terjatuh ke lantai.

"Karena ini adalah rumahku, jadi terserah aku mau ada di sini atau tidak. Dan kau, gelandangan pungut! Harusnya tidak perlu pulang dan kaburlah selamanya dariku!!" Gertak Lauren.

Zilar menelan ludahnya kasar. Sungguh tubuhnya lebih bereaksi dengan kegarangan Lauren daripada rasa sakit pada perutnya yang ditinju oleh sang adik.

"Atuh santai, Dek, kan-"

"Alasan!"

Setelah itu Lauren pergi meninggalkan Zilar yang masih duduk di lantai. Pandangan mata Zilar tak lepas dari sang adik yang menaiki tangga dengan emosi.

"Bapak yang harus bertanggung jawab ini, mah. Punya anak perawan kek setan, bisa-bisanya gak diajarin biar bersikap kayak putri keraton gitu biar elit." Gumamnya sambil menggelengkan kepala heran.

"Payah."

"Eh, Daddy. Ajarin anakmu ini ilmu biar nggak tumbang sama tinjuan cewek sekelas Lauren, dong!"

Zilar menyengir pada Henric yang baru saja menghampirinya.

Henric sudah melihat kejadian yang terjadi antara kedua anaknya itu sejak dari insiden pelemparan gelas oleh Lauren. Suara itu mengusik Henric yang sedang berada di ruang kerjanya sehingga membuat dirinya keluar dan melihat kejadian konyol itu.

"Pergilah ke kamarmu dan tidur!" Suruh Henric.

"Akhh, Daddy perut Zilar sakit banget. Gendong dong, kan Zilar juga tetep anakmu walau udah gede. Gendong anak nggak bakal bikin wibawa Daddy turun, percaya, dah." Ucap Zilar sambil memasang wajah melas.

Henric tidak banyak reaksi melainkan langsung menarik kaki kanan Zilar dan menyeretnya ke arah tangga.

"BANGKEEE! LEPAS, DAD!!" Teriak Zilar membahana.

"Perhatikan ucapanmu, Zilar Damaston!" Gertak Henric lalu melepaskan kaki Zilar dan naik ke atas tangga.

Zilar duduk di dekat tangga sambil mengusap punggungnya.

"Bajigur, berasa anak tiri teraniaya gue." Misuhnya.

Sekiranya itulah sedikit keributan tengah malam di kediaman keluarga Damaston.

•••••

Ghali Becomes RioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang