Sesuai rencana, setelah puas nongkrong di VOXID Atlas, Eval, dan Rhino pergi ke rumah Rio. Anggota VOXID yang lain ingin ikut, tapi mereka bertiga melarangnya karena merasa ini bukan waktu yang tepat.
Jarak dari tongkrongan ke rumah Rio lumayan jauh, untungnya sekarang jalanan tidak terlalu macet jadi mereka bisa lebih mempercepat sampai ke sana.
Mereka bertiga sampai di rumah Rio. Kebetulan gerbang dalam keadaan terbuka, jadi mereka memarkirkan motor mereka di pelataran rumah yang luas itu.
"Sepi amat buset," celetuk Eval.
Mereka berjalan ke arah pintu. Atlas yang mengetuk pintu hingga tak lama kemudian pintu dibuka oleh seseorang. Lauren.
"Anjir cakep!" Seru Rhino yang matanya memang sedikit perlu dijaga dari pandangan terhadap kaum hawa.
"Ada perlu apa?" Tanya Lauren tak mempedulikan Rhino yang menatapnya tanpa berkedip hingga Eval mengusap wajah kawannya itu.
"Rio," jawab Atlas pendek.
"Pergi bersama Kak Kendrick." Balas Lauren datar.
"Kemana?" Tanya Eval penasaran.
"Pantai."
Setelah menjawab pertanyaan Eval, Lauren langsung menutup pintu. Eval mendengus. Sangat tidak sopan kepada tamu, poin satu.
"Gimana njir, masa kita udah jauh-jauh ke sini tapi zonk." Gerutu Eval.
"Mending kita susul ke pantai aja gimana? Mungkin mereka mainnya ke pantai kota, itu doang yang nggak jauh dari sini." Saran Rhino.
"Jangan," cegah Atlas. "Besok lagi kita kesini, biarin dia habisin waktu sama abangnya dulu."
Jawaban Atlas membuat Eval merengut. Padahal dia sudah sangat merindukan Rio.
Akhirnya ketiganya pulang dengan tangan kosong.
•••
Mata Rio berbinar ketika melihat suasana pantai yang ramai dan indah. Dia berlari menuju bibir pantai, meninggalkan Kendrick di belakangnya yang hanya berdecak.
Ini bukan pertama kalinya dia ke pantai, tapi tetap saja dia selalu merasa kagum. Dirinya merentangkan tangan dan menghirup udara sebebas mungkin. Segar, dan itu membuatnya suasana hatinya semakin cerah.
Ombak kecil yang menyapu kakinya membuat Rio tertawa kecil, persis seperti anak kecil yang baru pertama kali ke pantai.
"Senang?" Tanya Kendrick yang sudah berdiri di belakangnya dengan jarak 3 langkah darinya.
Rio berbalik. Demi apapun, rasanya Kendrick ingin mengurung adiknya itu dalam tempat yang paling tersembunyi. Seperti dasar lautan mungkin? Konyol.
Wajah dengan kulit putih itu semakin manis ketika semburat merah pipinya kian mengembang karena keceriaan. Ditambahkan senyuman mematikan itu, apa-apaan, heh?
Rio sedikit mendekati Kendrick dan menarik tangannya agar berdiri sejajar. Dalam keadaan itulah nampak keduanya bagai tanaman toge dan bawang prei yang ditanam bersisian.
Tinggi Kendrick sekitar 195 cm, sedangkan Rio hanya 160 cm.
Rio menggenggam erat tangan Kendrick sambil menatap ombak kecil yang menghantam kaki mereka, sesekali tertawa kecil karenanya.
Sedangkan Kendrick fokus pada sosok yang menggandengnya. Bagaimana kulit indah itu diselubungi sinar matahari yang cerah, ketika angin menyapu rambutnya yang halus dan tebal, ketika wajah itu menunjukkan kegembiraannya, semua itu terekam jelas oleh ingatannya.
"Kak Ken, lihat ada ikann!" Serunya sambil melepaskan genggaman tangannya pada Kendrick dan berjongkok hendak menangkap ikan itu. Sayangnya si ikan sudah berenang menjauh membuat Rio merengut.
Melihat perubahan raut wajah Rio membuat raut wajah Kendrick juga berubah. Ia marah pada ikan itu, tapi apa yang bisa dia lakukan? Dia tidak segila itu menyuruh para anak buahnya untuk memburu dan membantai seekor ikan pantai yang tak jelas asal usulnya.
Rio menarik ujung baju Kendrick. Si empunya sudah siap jika sang adik akan menangis, tapi sayang apa yang dia pikirkan berbeda dengan jalan pikiran Rio.
Sekuat tenaga Rio menarik baju sang kakak membuat Kendrick yang dalam posisi tak siap jatuh menimpa Rio, tapi dengan segera dia berguling untuk menyingkir.
Kendrick tidak jadi panik saat melihat tawa Rio. Dia sudah was-was andai tadi tubuhnya yang besar itu akan membuat Rio sesak nafas jika ditimpa olehnya.
Mereka berdua dalam posisi berbaring telentang di atas pasir dan Rio tertawa riang hingga ombak datang mengguyur keduanya.
Kendrick yang lebih awal bangun dari berbaringnya dan menarik Rio agar duduk juga. Keadaan mereka basah kuyup dan pasir pantai menempel di pakaian mereka.
"Kalian mirip sekali dengan gelandangan, ya?"
Kendrick dan Rio menoleh ke belakang, ke arah suara yang datang. Rio yang tak mengenalnya hanya menatap bingung sementara Kendrick membuang muka.
Pandangan orang itu tertuju ke arah Rio dan tersenyum lebar lalu menyapa, "Halo adik manis."
Rio tersenyum canggung sebagai jawaban.
Kendrick berdiri, diikuti oleh Rio yang tangannya langsung digenggam erat sang kakak.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Kendrick padanya.
Ya, mereka saling mengenal. Orang itu adalah Satria Pangalila, teman Kendrick semasa kuliah hingga sekarang.
"Tentu saja berlibur, lalu-"
Belum selesai Satria berbicara Kendrick sudah berbalik dan berjalan menjauh bersama Rio dalam gandengannya.
"Dia pedofil, jangan dekat-dekat dengannya."
Ucapan Kendrick ternyata masih bisa di dengar oleh Satria membuat si empunya berteriak hingga menjadi bahan tatapan pengunjung pantai lainnya.
"GUE BUKAN PEDO WOI! CUMA DEMEN YANG MASIH MUDA AJA, WOILAH!"
Kendrick membawa Rio kembali ke penginapan yang dia sewa untuk membersihkan diri. Dia berencana menginap di pantai ini dan akan pulang besok, lagipula Rio juga sudah setuju. Rio begitu bersemangat ingin melihat sunset sore nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghali Becomes Rio
Teen FictionGhali pemalu dan kurang interaksi dengan dunia luar. Dia anak tunggal dan hanya hidup bersama bundanya, karena ayahnya telah tiada. Nasib malang menimpa Ghali yang berniat menolong sahabatnya justru merenggut nyawanya. ~ Jerio Killian Damaston, put...