Tangisan

6 3 0
                                    

"Kapankah semuanya akan benar-benar baik-baik saja tanpa terpaksa harus terlihat baik?"

ℛ𝒶𝒾𝓃𝒶

 Burung merpati berwarna seputih cahaya rembulan itu menyelinap memasuki jendela kamar yang tak sengaja di biarkan terbuka oleh tuannya. Rain yang melihat itu seketika mengurungkan niatnya untuk tertidur. Ia memilih untuk menghampiri merpati tersebut karena dikaki kanannya terikat oleh sebuah surat. 

Rainpun memutuskan untuk melepaskan pelukannya perlahan dari tubuh Langit yang sudah terlelap entah sejak kapan. Ia beranjak turun menghampiri Sang merpati yang hinggap di meja dekat vas bunga biru berisi bunga-bunga merah disana. 

"Hey, darimana?" tanya Rain dengan bodohnya mengajak merpati itu mengobrol. 

Tentu saja merpati itu hanya diam, berkicau indah dan mengusap-usap tubuhnya sendiri dengan kepalanya. Kedua mata biru berlian merpati itu menatap tepat ke arah Rain. 

"Apakah kamu membawa surat?" tanya Rain setelah berusaha mendekati merpati tersebut. Merpati itu diam, tetap tenang meskipun telah Rain sentuh tubuhnya. Karena itulah Rain akhirnya membuka ikatan surat yang digulung dikaki kanan merpati itu. 

Perlahan surat itu dibukanya. Surat yang hanya berisi satu kalimat namun mampu membuat Rain syok untuk beberapa saat. "Musuhmu yang sebenarnya ada disekitarmu saat ini." 

Rain terdiam. 

Musuh? Pikirnya meremehkan. 

Rain menghempaskan kertasnya kesembarang arah. Merpati itu mengepakkan sayapnya, hinggap sekilas dipundak Rain naasnya meninggalkan bekas cakaran yang dalam diceruk leher Rain. Setelah mengerang, Rain melempari merpati itu dengan vas bunga kecil dimeja dengan cepat membuat sayap burung itu cedera tak dielakkan merpati itu jatuh berdebam dilantai bersamaan dengan vas bunga yang pecah berserakan. 

BRAK!!!

"Raina?!!"

Bersamaan dengan itu pula, Langit terbangun oleh suara kegaduhan tersebut. Rain lantas menoleh, "Ada penyusup!" jawabnya menunduk menatap burung Merpatinya yang berusaha sekali untuk kembali mengepakkan sayapnya yang terluka. 

Langit terkejut, segera bangkit dari tidurnya. Ia turun dari ranjang menghampiri Rain, "Penyusup?" 

Kening Langit berkerut kuat, begitu ia melihat Merpati dan bunga-bunga yang bertaburan. "Dimana penyusupnya?" tanyanya bersiaga satu menatap kesekitar. 

Rain menggeleng, "Bukan manusia. Penyusupnya burung itu!" tuding Rain pada merpati yang tergeletak di lantai. 

Langit ragu, ia terheran-heran. Ia segera memandang kearah jendela, dan benar saja pintu jendela terbuka. 

"Kenapa kamu melukainya, Rain?"

Rain meremas jemarinya, ia segera dipeluk erat oleh Langit. "Ada apa dengan lehermu? Apa ini perbuatan burung itu?"

"Hmm..burung itu membawa surat."

Langit melepaskan pelukannya, beralih menatap Rain bingung. "Surat? Surat apa?"

"Isi surat itu mengatakan bahwa musuhku ada di sekitarku."

Kening Langit semakin berkerut kuat. Setelah beberapa saat pria itu tertawa, "Apa itu artinya surat itu mengatakan bahwa aku musuhmu?"

"Tentu saja itu tidak mungkin!" Rain segera menyanggahnya. 

"Hahaha, berani-beraninya burung sialan ini melukai lehermu. Biar kuberi pelajaran dia." ucap Langit sontak memungut merpati yang telah tak berdaya itu lalu membawanya ketepi rajang. Tangannya yang lain bergerak membuka laci, sebuah pisap lipat tergeletak jelas dari sana.

Langit & Rain (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang