Sensei

6 2 0
                                    

"jangan bermimpi berhasil ketika sedikit saja kamu akan mendapatkannya, kamu sudah menyerah.''


ℛ𝒶𝒾𝓃𝒶

Sebelum bintang kejora terbit, Rain terbangun dari tidurnya. Ia habis bermimpi Langit. Namun, ketika ia membuka matanya spontan meteor menjatuhi jantung dan kepalanya apagi-pagi buta tatkala melihat wajah tampan Jeva di depan wajahnya. Memang tampan, tapi sama-sekali tidak membuat Rain tertarik bahkan Rain dibuat syock saat ini.

Jeva masih nyenyak tertidur di sebelah Rain, tetap dalam selimut yang sama.

"Eugh.."

Saat terdengar lenguhan Jeva dan cowok itu menggeliat, refleks Rain menutup matanya secepat kila berpura-pura tidur. Dapat Rain rasakan jantung, sendi-sendi otot dan sarafnya berfungsi di luar kendali karena pergerakan Jeva di dekatnya.

Rain tidak boleh goyah saat ini juga.

Jeva terbangun, spontan senyuman terlukis di bibirnya melihat Rain masih di sisinya. Ternyata Rain masih tidur walaupun lebih tepatnya pura-pura tidur.

Ragu-ragu Jeva menyentuh pipi Rain dengan jari telunjuknya. Di rasa Rain tidak akan bangun, Jeva mulai menusuk-nusuk pelan pipi Rain. "Tuhan, bagaimana aku tidak mencintainya, jika kau menciptakan manusia seindah ini?" kalimat itu terdengar lirih dari bibir Jeva dengan suara beratnya.

Jangan tanya bagaimana kondisi Rain saat ini. Jelasnya, dia sedang tidak baik-baik saja.

Rain pikir, Jeva akan secepatnya pergi. Benar saja Jeva segera beranjak namun setelah itu Rain merasakan sebuah benda lunak yang lembut dan beraroma mint menyentuh keningnya.

Rasanya ingin sekali Rain membuka mata sekarang juga, tetapi entah mengapa ia hanya terus diam mengepal sprei dengan kedua tangan. Pagi yang penuh di penuhi dengan sentimentil.

Jeva segera melesat mengambil handuk dan kekamar mandi. Sementara Rain perlahan membuka kedua kelopak matanya, dan keringat mengalir deras dari kening. Tubuhnya masih kelu untuk di bawa bangun.

Hingga Jeva membuka pintu kamar mandi setelah sekian lamanya, Rain kembali menutup mata.

"Raina..." Jeva menghampiri Rain dan menepuk-nepuk pundaknya pelan membangunkan Rain.

Rain akhirnya bangun dan terduduk. Tubuhnya masih di penuhi keringat yang mengalir deras. Jeva yang menyadari itu, segara duduk di dedat Rain dan menyeka keringat di pelipis perempuan itu.

"Ra, kenapa sampai berkeringat di ruangan ber-AC? Lo habis mimpi buruk?"

Bukan mimpi buruk yang membuat Rain sedemikian rupa, melainkan perlakuan Jeva.

Rain menepis tangan Jeva yang terus-menerus mengelap keringatnya, "Berhenti nunjukin perhatian lo sama gue Jev. Gue muak dengan semua itu."

"Kenapa harus berhenti?"

Rain menatap Jeva lamat, "Jangan bersikap seolah kita memiliki hubungan baik."

Jeva tetap tenang.

"Rain. Gue tau lo udah netepin gue sebagai musuh dan lo benci sama gue. Tapi gue enggak, begitupun dengan Jessi, dia gak pernah benci lo. Karena yang salah adalah Papa, bukan kita." Jeva menjeda kalimatnya sesaat, " Kita gak pernah anggap lo musuh. Lo tetap Ratu kita."

Pernyataan Jeva membuat Rain sadar, bahwa ini adalah alasan ketika di club malam sebelum Rain kecelakaan, Jessi membelanya dari pihak polisi padahal Jessi sendiri yang terluka parah. Saat ini juga Jeva memperlakukannya dengan begitu baik.

Langit & Rain (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang