Warmth of Raining

1 1 0
                                    

"Seharusnya aku tidak mencintaimu ketika hujan."

***

DOR!!

Sebuah pistol memuntahkan pelurunya dan satu pendekar telah mati. Itu berkat tembakan Faro. Dia turut berlari keluar untuk mencari medan yang lebih luas ditengah-tengah derasnya hujan. Hanya tersisa Rain dan Jeva didalam.

Seketika suasana menjadi terasa begitu aman. Jeva tak merasakan serangan musuh disekitarnya. Hanya gelap yang terlihat. Sementara itu, Rain menemukan keberadaan Faris dan berperang berusaha menusuk tubuh Pria itu dengan Katana ditangannya. 

Jleb!

"ARRGGHH!!"

"AYAH!!" terdengar suara Langit memenuhi langit-langit ketika suara erangan kesakitan Faris terdengar.

"Yes! Akhirnya." Rain berhasil menusuk Faris tepat di jantungnya. Rain menusuknya semakin dalam.

 "Arkhhh!!!" Faris memegangi Katana yang menusuk berusaha untuk melepaskannya.

Mendengar erangan tuannya, seluruh pendekar dan samurai yang tersisa semakin memuncak amarahnya. Namun, Rain tak merasakan serangan disekitar membuatnya lebih fokus membunuh yang satu itu.

Rain menusuk lebih dalam lagi, "Arkkkh!!" pekik Faris kembali terdengar. Dan terus memberi tusukan lebih dalam sedalam rasa sakitnya selama ini hingga Faris tak mengeluarkan suara lagi. 

Dia akhirnya mati, ditangan Rain.

Semuanya tetap berkelahi didalam kegelapan dan cahaya remang-remang diluar. Anehnya, saat itu Rain dan Jeva yang diselimuti kegelapan merasakan perkelahian mengelili mereka. Sepertinya para musuh melawan orang yang salah dikarenakan gelap sehingga mereka tidak peduli siapa yang mati dan memilih melindungi diri sendiri. 

"Rain!" Jeva memanggil. Dia menyalakan senter dari handphone setelah berhasil dia ambil dari meja. Keduanya segera syok melihat semua musuh telah tewas berserakan dilantai. Semuanya tercengang dan tidak habis pikir. 

"Siapa yang udah bunuh mereka semua?" heran Rain.

Jeva menyenter sekitar lalu ketika cahaya senternya menyorot ke arah tiang besi ternyata Langit sudah lenyap dari sana. Jeva menerka satu kemungkinan, "Jangan-jangan Langit yang udah ngalahin mereka." teriak Jeva menggebu, membuat Rain membeku, menatap tak percaya. 

"Sekarang Al kemana?" 

Jeva menggeleng. Ia memperhatikan seluruh ruangan dengan cahaya senternya tidak menemukan Langit disana. "Pasti udah kabur keluar."

Rain diam dan segera berlari keluar. Diluar, ternyata sudah tidak ada perkelahian lagi disana. Helaan napas lega keluar, Fero dan Haris masih hidup dengan luka-luka ditubuh mereka. 

"Seseorang datang membantu, tapi gak tau siapa." Fero berujar disambut anggukan kepala dari Haris. Keduanya menatap kearah Rain yang juga berlumur darah.

Rain menelan saliva susah payah. Pandangannya lurus kedepan. Langit membantunya, padahal taruhannya adalah nyawa Ayahnya sendiri. Spontan Rain berlari pergi secepat kilat menerobos hujan, membuang Katana ditangannya.

"RA! LO MAU KEMANA?!!" Pekik Fero khawatir dan Rain hanya terus berlari kencang tanpa peduli sakit diseluruh tubuh dan derasnya hujan yang menyerang. 

Rain menangis, dadanya terasa sesak, sejujurnya ia tidak mau kehilangan pria itu. Rain harus bertemu dengan Langit.

***

Gelap, itulah yang Rain lihat disekelilingnya. Hujan telah reda namun petrikor masih kentara terasa. Rain pergi tanpa alas kaki, ia melangkah diatas peremputan yang basah. Ia menemukan jaz hitam milik Langit disana. Pasti terjaduh disaat pria itu berlari, jadi Rain yakin Langit ada disekitar tempat itu.

Rain menatap penuh harap sekitar, menyalakan senter dihandphone, ia terus melangkah jauh mencari Langit berharap ia bisa menemukannya. 

Angin berhembus, menusuk tubuh Rain dengan dingin membuat sang empu memeluk erat tubuhnya sendiri. Hawa dingin semakin mendera karena hujan barusaja turun. 

Hembusan napas Rain berbentuk asap tipis yang berlebur dengan udara malam. Diatas sana, kilat masih bertahta. Awan pun masih mendung. Sepertinya hujan susulan akan segera tiba. 

"Al!!" Rain memanggilnya dengan harap-harap cemas. 

Tiba-tiba Rain meringis kesakitan, sebab kakinya menginjak ranting kering berduri yang melukai telapak kakinya. "Awh, Sakit." Rain duduk, memegangi kaki kanannya guna mencabut duri yang tertancap.

Rain ingin menyerah, namun pikirannya tidak tenang. Dia harus menemukan Langit.

Lalu setetes rintik hujan jatuh tepat ditangannya. Rain menengadah, hujan lagi, pikirnya. Seketika Rain merasa takut dengan hujan yang perlahan turun. Sial! Rain kembali takut bahkan perasaannya lebih sakit saat ini ketika menerima hujan. "AL!! KAMU DIMANA??!" pekiknya tiba-tiba menangis pelan.

Hujan kembali mengerikan, Rain melihat ada sebuah pohon besar yang berjarak sepuluh meter darinya. Rain berdiri, hendak berteduh disana. Kemudian ketika Rain memulai langkah,langkahnya tiba-tiba terhenti mendengar suara tangisan yang keras. 

Rain mendekat, dan ia terkejut ketika melihat seorang pria duduk disana, bersandar ke batang pohon, memeluk lutut dan menangis sekuat-kuatnya disela gemuruh suara rintikan hujan. Melihat itu, perasaan Rain membeku dan tubuhnya bergetar. Spontan Rain memukul dadanya sendiri hingga berkali-kali.

"La__Langit?"

Rain tidak percaya ia bisa serapuh itu. Menjadi pribadi yang sepilu itu. Orang yang Rain cintai menangis diam-diam karena Rain sendiri. Hatinya begitu pedih dan teriris mendengar tangisnya yang seolah akan meruntuhkan semesta. 

"LANGIT!!" Rain berteriak segera berlari mendekatinya dengan langkah pincang karena tusukan duri yang dalam. 

Langit mendongak dan menoleh kesamping, ketika dia melihat Rain berlari kearahnya, Langit spontan berdiri, menghapus air matanya dengan kasar dan berlari secepat kilat menghindar. Berlari begitu cepat, berbeda dengan Rain yang berlarian pincang dibelakangnya mengejar. 

"AL! TUNGGU!! GUE MOHON JANGAN PERGI!!"

Tetap saja Pria itu berlari menghindar tak mau mendengarkan berbagai macam permohonan Rain dibelakangnya.

"Al berhenti!!" Rain berteriak lemah. 

Percuma, nasi telah menjadi bubur. Langit tetap pergi, ia benar-benar pergi dan sedikitpun ia tak pernah menoleh kebelakang. 

Langit menghilang, dia ditelan kegelapan."

BRUK!!

Rain terjatuh, tak kuasa berdiri kembali. Ia menangis, meluapkan segala sesak yang memenuhi rongga dadanya. Ia menyesal. 

***

____Monday, on November 11, 2024

Langit & Rain (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang