Aku terbangun dalam pelukan Hugo. Kami tidak mengenakan apa-apa. Terbaring di balik selimut tebal, sementara udara di ruangan terasa dingin.
"Apa kepalamu masih pusing?" Hugo menjulurkan jari-jarinya, memijat pelan pelipisku.
"Jam berapa sekarang?" Aku merasa sudah terlalu lama tertidur. Tidak ingat sama sekali bagaimana aku dan Hugo bisa berkahir semacam ini.
"Entahlah." Hugo duduk, meraih segelas air untukku. Dipeganginya gelas tersebut, dia menunggu sabar selagi aku menyesap isinya.
"Dimana Jean?"
"Aku mengusirnya."
Aku berbaring kembali. Kepalaku pusing. Tubuhku berat. Lelah sekali seolah ada berton-ton beban yang menimpa.
"Bagaimana kita bisa berakhir begini? Apakah Jean tahu?"
Hugo memeluku, mencium dahiku lembut, lalu mengusap punggungku naik turun. "Kita akan membicarakannya nanti. Itu bukan hal penting."
"Dimana ponselku?"
Hugo malah memberikan ponselnya. Kulihat di sana hari Sabtu. Dua hari sudah berlalu dan membuat kepalaku seolah dipukul untuk menyadari peristiwa mengerikan tersebut.
"Aku tertidur selama dua hari?"
"Kau setengah tidak sadarkan diri."
"Pil-pil itu. Apakah aku melakukan sesuatu yang memalukan?"
"Kau hanya bertingkat seperti orang bodoh. Kau tidak mendengarkan apa yang aku katakan."
"Aku menelan 3 pil. Apakah itu berbahaya?"
"Kita akan mengeceknya ke dokter segera."
"Bagaimana kita berakhir seperti ini?" Aku bertanya lagi.
"Baiklah, sepertinya kau tidak sabar. Kau menghabiskan dua botol anggur milik Jean. Kau menangis, menginginkan hal menyenangkan itu, dan, ya aku ingin menenangkanmu. Lagipula kau sangat seksi, bagiamana aku bisa menghindar?"
Aku memejamkan mata. Harga diriku hancur sehancurnya. Baik dihadapan kelompok Kaigan maupun Hugo. Betapa memalukannya diriku.
"Jangan dipikirkan. Aku menyukainya."
"Kau hanya ingin menenangkanku. Terima kasih." Aku memunggunginya. "Aku masih mengantuk, jadi aku ingin tidur lebih lama lagi."
Hugo membalikkan tubuhku, merapatkan tubuh kami sehingga saling bersinggungan. "Mari kita lakukan hal menyenangkan lagi dan jangan memikirkan bajiingan sialan itu."
Aku menggeleng. Menolak melakukan kesalahan lebih jauh. Aku cemas jika pada akhirnya aku tidak mampu mengatasinya.
"Jangan membebani tubuhmu. Kau hanya perlu bersenang-senang bersamaku. Bagaimana jika kita berlibur ke Hawai?"
"Entahlah, aku bahkan tidak punya muka lagi untuk hidup."
"Jangan berbicara seperti itu."
"Kau tidak mengerti. Aku hancur, Hugo!" Aku menangis dan tangan Hugo secara sigap langsung memelukku.
"Sampai kapan aku akan melihat air mata ini?" Hugo mengulurkan jempolnya untuk menghapus air mataku. "Kau merusak keindahan matamu."
"Beatrice bilang dia akan memperkosku seperti yang dia lakukan kepada Kim Hana. Bayangkan, pasangamu mengatakannya dan mengajak kelompoknya berbuat demikian. Aku malu dan takut. Harga diriku dikoyak-koyak oleh pasanganku sendiri dan aku tidak bisa melakukan apa-apa."
"Sudah aku bilang mari kita melakukan hal-hal menyenangkan saja."
Aku mengusap sudut mataku. "Dia melihatku sebagai Kim Hana dan memperlakukan aku seperti itu seolah aku tidak benar-benar ada. Aku hanya bayangan perempuan itu. Kau tahu kan? Aku mencintainya! Aku mengalah padanya dan membiarkan harga diriku direndahkan. Aku—"

KAMU SEDANG MEMBACA
Desire |18+ END
RomantikaJoana Richard seharusnya tidak jatuh cinta kepada Kaigan Wilson. Pria itu tidak segan menenggelamkan kepala Joana di kloset toilet yang kotor, karena tidak menyukai kehadirannya. Kaigan adalah laki-laki yang selalu mendapat apapun yang ia inginkan...