Aku mendudukkan tubuh. Melihat sekeliling dengan cermat. Ini ruangan yang tidak pernah aku lihat sama sekali. Dindingnya ditempeli oleh poster Coldplay. Aku tidak tahu betul seperti apa wajah mereka. Aku hanya melihat tulisan tersebut pada poster yang tertera.
Kamar ini rapi untuk ukuran kamar laki-laki. Dindingnya berwarna abu-abu dengan perabotan kayu yang memberikan kesan vintage. Terdapat rak di samping tempat tidur. Album Coldplay tertata di sana, miniatur robot, tangan ironman dan hal-hal lainya. Sebuah gitar tergeletak di sofa, sementara televisinya menyala, menampilkan siaran berita.
Aku lupa bagaimana obrolanku dan Axe berakhir. Namun jelas laki-laki itu adalah orang terakhir yang aku temui. Kuperiksa pakaianku di balik selimut, masih lengkap seperti semalam dan sisi tempatku berbaring tampak rapi. Mungkin Axe tidur di sofa atau justru berkeliaran sepanjang malam.
"Kau memang wanita murahan, Richard!" Kaigan membanting pintu. Benda itu tertutup sebelum Axe sempat masuk.
"Apa yang lakukan di sini?"
"Aku yang seharusnya bertanya. Apakah kau begitu frustasi kepada Walter sampai bermain ke unit Axe begini?"
"Aku tidak melakukan apapun dengan Axe "
"Lihat dirimu! Kau seperti tunawisma atau lebih parah lagi. Kau seperti hantu. Lihat kantong matamu itu. Hitam seperti mata panda."
Jadi aku ini tunawisma, hantu atau panda?
"Kenapa kau peduli? Itu, kan, bukan urusanmu."
Kaigan menarik tanganku. Aku mendorongnya cepat.
"Aku bisa keluar sendiri."
Sejenak aku memeriksa kantong jaketku. Aku tidak bisa meninggalkan pil-pil yang telah aku bayar. Uangku hanya cukup untuk membeli makan selama tiga hari. Aku tidak dapat membeli pil-pil tersebut lagi.
"Aku benar-benar tidak mengenalimu lagi, Richard."
"Diamlah." Aku berjongkok, memeriksa kolong ranjang. Mungkin saja kantong tersebut terjatuh di bawahnya.
"Apa yang kau cari?"
"Bukan urusanmu." Aku memeriksa tasku. Hanya ponselku saja yang ada di dalamnya, sebuah dompet, pemantik api dan rokok.
"Kau bahkan merokok sekarang."
"Kau yang mengajariku." Aku menyalahkannya.
"Jika aku mengajarimu menjadi pelacur, apakah kau akan melakukannya juga?"
"Entahlah, mungkin aku akan melakukannya jika memberi keuntungan." Aku menjawab asal.
"Kau sudah gila, Richard."
"Mungkin saja."
Aku melihat ke belakang pundaknya. Axe bersandar di pintu. Tidak berniat mendekat sama sekali.
"Apa kau melihat benda itu?"
"Apa?" Kaigan ikut menatap Axe.
"Pil LSD. Kekasihmu memesannya."
"Aku bukan kekasihnya!" protesku.
Kaigan menatapku. Bola matanya hampir keluar dari tempatnya, kaget dan tampak siap untuk memukul.
"Memangnya kenapa jika aku mengkonsumsi pil-pil itu? Kau sendiri memakainya."
Kaigan meraih tasku, lalu tanpa bicara dia juga meraih tanganku.
"Hei, lepaskan! Axe, dimana pil-pilku?"
"Aku akan memberikannya jika menemukannya. Mungkin terjatuh di bar," ujar Axe.

KAMU SEDANG MEMBACA
Desire |18+ END
RomantikaJoana Richard seharusnya tidak jatuh cinta kepada Kaigan Wilson. Pria itu tidak segan menenggelamkan kepala Joana di kloset toilet yang kotor, karena tidak menyukai kehadirannya. Kaigan adalah laki-laki yang selalu mendapat apapun yang ia inginkan...