"Ah ini mudah, kau hanya tinggal melemparkan ke mangga itu."
"Tapi itu terlalu tinggi, pasti batu yang aku lempar ini meleset, kamu saja yang melemparnya."
"Dasar anak-anak nakal! Jauhi pohon mangga itu!""Ari! Le, kemari le, belikan bapak rokok satu ya di warung." seorang anak laki-laki muda dengan senyum manisnya menghampiri seseorang yang dikenali sebagai ayahnya.
Ia berlari kecil sembari memegangi blangkonya yang lebih besar dari kepalanya.
"Rokok yang kaya biasanya ya pak?" mendengar pertanyaan itu, ayahnya hanya mengangguk pelan.
Ia segera bergegas menuju warung yang berada di perempatan jalan di desanya.
Baru sampai setengah perjalanan, seorang anak laki-laki lain sedang duduk di bangku depan rumahnya yang rindang, ia membawa sekantong batu.
"Hey Agung! Kamu mau ikut aku gak? Kamu pasti suka lho."
"Kemana Bud? Aku lagi disuruh bapak nih, beliin rokok, bentar ya." Agung kecil nampak ingin melangkahkan kakinya.
"Halah, beliin e nanti aja juga bisa kok. Kamu tahu ga? Pohon mangga punya buk Inem lagi berbuah loh, terus orang e juga lagi gaada dirumah, pas banget nih."
"Buk Inem ya?" Agung berpikir, sebuah keuntungan juga baginya mendapatkan mangga, kebetulan juga jalan menuju warung searah dengan rumah Bu Inem.
"Yauda deh, ayo Bud, tapi jangan lama-lama ya, bapakku nungguin nanti."
"Tenang aja ah, gausah takut."
Budi berjalan dengan angkuhnya berada di depan Agung kecil, sementara itu Agung sedang sibuk menoleh ke sana ke mari guna memastikan tidak ada keluarga atau kerabatnya yang memperhatikan gerak-gerik mereka.
"Kamu yakin Bud? Bukannya mencuri itu gaboleh ya?" Agung ragu.
Budi hanya diam saja, ia nampak kebingungan memikirkan jawaban yang pas untuk Agung.Tak terasa, akhirnya mereka sampai tepat di depan rumah Bu Inem yang dimaksud, memang benar pohon mangganya berbuah lebat. Budi langsung mengeluarkan sebuah batu di dalam kantongnya.
Sekali lemparan ia meleset, dua, dan akhirnya lemparan ketiga mengenai salah satu buah mangga, buah itu jatuh dan di tangkapnya oleh Budi.
"Ayo Agung cobalah!"
"Bagaimana caranya Bud?"
"Ah ini mudah, kau hanya tinggal melemparkan ke mangga itu."
"Tapi itu terlalu tinggi, pasti batu yang aku lempar ini meleset, kamu saja yang melemparnya."
Budi masih sibuk melempari buah mangga itu, akhirnya Agung kecil sendiri yang mencoba melemparnya.
Baru saja ia mengangkat batu itu dengan tangannya tinggi-tinggi, tiba-tiba seseorang menarik telinganya dari belakang.
"Oh pantas saja daritadi gak pulang-pulang dasar anak-anak nakal! Jauhi pohon mangga itu!" Bapak menarik telinga Agung kecil saat itu, Budi ketakutan dan berlari kabur."Jadi kamu ketahuan sama bapak ya mas? Lalu apa yang terjadi?" tanya Rianti. Agung menghentikan ceritanya dan sambil tersenyum.
"Bapak seret aku pulang, sampe rumah dipukul tanganku pakai rotan, hahaha." Agung tertawa kecil.
"Tapi berkat itu aku bisa melemparkan batu ke buah itu dengan cepat dan pastinya berhasil!" Agung berjalan keluar dari ruangannya, ia mengambil sebuah batu dan mulai mengarahkannya ke sebuah pohon jambu yang berada di sana.Beberapa kali lemparannya meleset, sesekali juga ia menoleh ke Rianti dengan senyum.
"Ah, itu cuman meleset sedikit saja, sebentar lagi juga aku pasti mengenai jambu ituu.." Agung mengelak, ia tak terima jika ia tak bisa melemparkan batu itu tepat di buah jambu.Rianti tertawa melihat kelakuan Agung, ia meminta Agung untuk tidak terlalu mempermasalahkan itu dan berhenti melempari pohon jambu itu sebelum abdi dalem yang lainnya tahu dan menegur mereka berdua.
Sampai ketika dimana lemparan Agung benar benar mengenai sebuah jambu dan menjatuhkannya ke tanah.
"Lihat Rianti! Aku bisa kan melakukannya, ini sangat mudah." Agung mendongakkan kepalanya dengan sombongnya, Rianti kembali tertawa dengan sifat Agung yang masih seperti anak kecil.
Agung nampak kelelahan dan ia duduk di sebelah Rianti sambil meluruskan kakinya.
"Dibilang juga apa mas, istirahat aja gausah aneh-aneh, kalo capek gini nanti tugas mas siapa yang kerjain."
"Tenang aja, nda berlangsung lama kok capek e, nanti juga wes hilang pasti." Agung tersenyum hangat.Ratna tiba-tiba berdiri di belakang mereka dengan membawa segelas teh hangat, dengan wajah tersenyum anehnya, ia memberikan teh itu pada Rianti, hal itu membuat Rianti dan Agung terkejut.
"Ini teh untukmu Rianti, bukankah kau tadi tidak enak badan ya? Diminum nanti juga gapapa ko."
Rianti menerima teh itu dengan perasaan yang tidak enak, biar begitu ia berusaha untuk menghargai Ratna.
"Oh nggeh mbak, gausah repot repot, Rianti udah enakan kok badan e hehe." Rianti berbalik senyum.
"Pokok e diminum ya." Ratna tersenyum tipis lalu pergi secara tiba-tiba.Ini aneh, tapi Rianti tak terlalu memedulikannya, ia menaruh segelas teh itu berada di sampingnya dan kembali melihat Agung.
"Wah ada teh, kenapa gak kamu minum Rianti?" Agung bertanya berharap Rianti berbagi teh itu dengannya.
"Ah nanti aja kok mas, kalo mas mau minum dulu silahkan aja, kelihatannya mas butuh banget minum, haha." Rianti tertawa kecil.
"Rianti tau aja kalo lagi haus, minta dikit ya Rianti." Agung memegang gelas itu, perlahan bibirnya menempel dengan gelas kaca bening itu, dan menengguk teh hangat yang ada di dalamnya.
Rianti memandangi Agung dengan perasaan senangnya, sampai suatu ketika teriakan Ratna dari belakangnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/354848319-288-k3292.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bawah Langit Yogyakarta
Подростковая литература.⋆。⋆˚。⋆。˚。⋆. .⋆。⋆˚。⋆。˚。⋆.⋆。⋆˚。⋆。˚。⋆. .⋆。⋆˚。⋆。˚。⋆. Rianti, anak perempuan dari dua bersaudara yang terpaksa putus sekolah karena ekonomi, menjadikannya sebagai pembantu di keraton, akankan kehidupannya akan berjalan lebih baik atau sebaliknya? Apa...