19 ANTARA DUA DO'A

1.8K 137 0
                                    

. "Katakanlah: 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (Q.S. Ali-Imran : 31).

Ara duduk dengan enteng sambil mengutak-atik handphonenya. Sedangkan Fhatia, ia sibuk berkelana membeli minuman dan makanan sebagai cemilan, begitu juga dengan Hilya yang menemaninya. Tak berselang lama Alvan menaiki panggung dengan penuh karisma dan sangat berwibawa. Tubuhnya yang tegap, kulitnya yang putih bersih, hidung yang mancung dan majik matanya yang begitu menenangkan.

Mata gadis itu berbinar, akhirnya setelah sekian lama ia menonton laki-laki di hadapannya hanya dengan melalu video, kini gafis itu dapat langsung melihat Gus favoritenya tanpa penghalang.

Ara menyimpan handphonenya, menegakkan tubuhnya dan beralih menatap Alvan dengan seksama.

Di lain sisi Fhatia dan Hilya mempercepat langkah mereka menuju kursi penonton saat menyadari acara sudah dimulai. Kemudian mereka duduk di samping Ara.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!" Alvan memberi salam kepada jamaah penonton yang menghadiri acara.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh!" jawab  jamah dengan gemuruh semangat yang membara. Setelahnya Alvan memulai ceramahnya dengan begitu mempesona.

Sementara di bawah panggung Ara mengucap kalimat tayyibah karena kagum dengan sosok laki-laki di hadapannya itu. Bahkan matanya tak ia biarkan untuk berkedip.

***

Setelah acara selesai Ara, Hilya dan Fhatia menyempatkan diri untuk memberikan hadiah mereka kepada Alvan melalui panitia acara. Gadis itu sangat berharap hadiahnya diterima oleh Alvan.

"Pak, boleh tolong kasih hadiah ini untuk Gus Alvan." Pinta Ara dengan senyuman manisnya. Ia memberikan ke tiga hadiah itu. Miliknya dan milik kedua sahabatnya.

"Saya usahain ya dek, soalnya hadiah untuk Gus Alvan udah kekumpul banyak di mobil." Jelas panitia acara itu sambil membawa beberapa hadiah lainnya dengan tertatih-tatih.

***

Duduk dengan santai di ruang istirahat yang telah disediakan oleh panitia acara, Alvan mengutak-atik handphonenya. Ia hanya sedikit bersantai setelah acara dakwah itu selesai.

"Assalamu'alaikum. Gus, itu hadiahnya mau dibawa kemana?" tanya Rashkan, asisten Alvan.

"Wa'alaikumussalam. Dibiarin aja dulu, nanti saya lihat yang aman hadiah yang akan saya ambil."

"Hadiah lebihnya diapakan Gus?" Rashkan kembali bertanya, karena ia begitu penasaran. Sebelumnya hadiah dari jamaah penonton tidak sebanyak ini.

"Seperti biasa, nanti kita sedekahkan untuk anak-anak di panti asuhan. " Jawab Alvan tanpa mengalihkan matanya dari layar handphone. Rashkan hanya manggut-manggut saja mendengar jawaban Alvan.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 09.30 malam. Setelah merasa cukup dengan istirahatnya, Alvan beranjak pergi untuk melihat hadiah dari jamaah penonton. Ia sedikit kaget saat melihat mobilnya dipenuhi oleh berbagai macam paper bag, kado, bingkisan-bingkisan, dan sebagainya.

Alvan memeriksa satu persatu hadiah-hadiah tersebut. Ia berniat untuk hanya mengambil beberapa hadaih yang menurutnya ia belum pernah mendapatkan hadiah itu.

Selebihnya ia akan menyedekahkan semua hadiah-hadiah tersebut kepada panti asuhan.

Menurut lelaki itu, semakin banyak barang yang ia ambil, maka semakin lama ia berhenti di kasir. Tapi itu bukan tentang seseorang yang sedang berbelanja di supermarket melainkan tentang kembalinya ia ke dunia akhirat.

Matanya terhenti pada salah satu dari paper bag cokelat yang ber-name tag Hanan azkadina syahira. Dia mmebuka paper bag tersebut dan didapati ia sehelai kain ridha berwarna abu-abu yang ber paduan dengan warna hitam. Ia tertarik akan hal itu.

Walau ia sudah punya belasan kain ridha tapi yang kali ini sedikit berbeda. Nama pemberi hadiah ada di bagian ujung kain ridha, membuat hatinya terpikat untuk menerima hadiah itu.

Sementara itu seorang gadis tak kunjung tidur, padahal ia sedang merebahkan tubuhnya sejak sejam yang lalu.

Ia terus memikirkan tentang Gus favoritenya itu. Akankah Alvan menerima hadiah pemberian ya? tapi ada hal lain yang lebih pasti dari pada itu, Ara harus menerima kenyataan bahwa ia akan kembali ke pondok pesantrennya.

***

Sekitar pukul 08.30 pagi. Ara sudah tiba di pondok pesantrennya. Gadis itu menenteng barang-barang bawaannya.

Tak lupa sebelum kembali masuk ke dalam gerbang penjara suci, ia mengalami kedua orang tuanya dengan takzim. Melambaikan tangannya dan berlalu pergi masuk ke gerbang pondok.

Ara merasa ada hal yang janggal. Mengapa komplek asrama putri terlihat sepi? padahal biasanya tidak sesepi itu walaupun santriwati bersekolah.

Sesampai Ara di kamarnya, ia menaruh dan membereskan barang-barang. Kemudian ia duduk di tepi kasur. Rasanya begitu bosan, Ara memutuskan untuk naik ke lantai atas untuk bertemu Ifa dan di kamarnya. Ternyata sama saja, Ifada juga tidak ada di kamarnya. Lalu Ara beralih pergi ke ndalem.

"Assalamu'alaikum. Bu Nyai, ini Ara." Ucapnya sambil mengetuk pintu.

ANTARA DUA DO'A (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang