"Kamu ibarat bunga
yang manis di mata kupu-kupu"
°
°
°
Farhan Hanafi"KAMU DULUAN YANG MULAI!" Deba tak mau kalah.
Ara dan Esha buru-buru ke tengah lapangan menghampiri kumpulan orang yang sedang bertengkar itu.
"KAMU DULUAN YANG MULAI BODOH! BELAJAR SANA, DARIPADA PANAS-PANAS CUMA UNTUK GANGGUIN ORANG, NTAR BEDAK KALIAN LUNTUR KAYAK NEK LAMPIR!!"
"SEMBARANGAN LO KALAU NGOMONG! KAMI INI KAN GENG CANTIK-CANTIK JAMILAH!"
"BACOT! CANTIK-CANTIK JAHILIYYAH KALI." Deba semakin ribut dengan muluk-muluknya.
"Udaahh! cukup," Jerit Ara sambil memisahkan ke dua belah pihak.
"Jangan berantem. Malu diliatin santriwan tuh." Tumpal Ara lagi
"DIEM AJA LO! anak baru kaga usah ikut campur." Fitri membentak Ara begitu Ara mencoba menghentikan mereka.
"GAK USAH BENTAK-BENTAK ARA!" Deba semakin naik tensi.
"Udaah! Stop. Jangan berantem lagi." Ara kembali memisahkan Fitri dan Deba.
"LO NGERTI NGGAK SIH, KALAU DIBILANG JANGAN IKUT CAMPUR!" dengan emosi yang meluap-luap, Fitri mendorong Ara hingga terduduk jatuh di lapangan.
Esha melotot kaget saat melihat kejadian itu. Santri-santri mulai mengelilingi lapangan karena ingin menonton drama gratis yang sangat jarang ditayangkan di bioskop manapun.
Baru sajaa Deba ingin mengambil ancang-ancang untuk membalas Fitri, tiba-tiba suara baritone menghampiri telinga Deba dan langsung membuat kumpulan santriwati itu menundukkan kepala masing-masing, bahkan untuk melirik saja mereka tidak berani.
"Ada keributan apa ini?" dengan mata emangnya yang tampak murka, Alvan mendekati kumpulan Deba, Ara, Esha, dan Fitri serta bala hamba sahayanya.
Ara segera bangkit dari jatuhnya sambil meringis kesakitan. Satu pun di antara mereka tidak ada yang berani menjawab kecuali Esha yang angkat bicara.
"Afwan, Gus. Kami buat keributan, tapi semuanya nggka akan terjadi kalau--" Esha tidak berani melanjutkan penjelasannya.
"Kalau apa?" Alvan kembali bertanya. Dia tidak suka bertele-tele saat berbicara. Esha melirik Fitri dengan tampang takut.
"Kalau Fitri nggak ngusik Deba, Gus." Alvan menghela napas dan berisyarat agar santri-santri lain segera bubar.
"Kalian nanti jumpai saya di ndalem setelah ikut ujian, dan sekarang balik ke kelas masing-masing." Alvan memberi arahan.
***
Setelah menyelesaikan ujian, Ara langsung bergegas pulang. Mengganti seragamnya dengan baju khas pesantren, lalu melangkahkan kakinya menuju ndalem.
"Assalamu'alaikum, Bu Nyai." Ara memberi salam.
"Wa'alaikumussalam, masuk." Nyai Hanzal kenal betul suara Ara yang khas lembut dan sedikit terdengar cempreng.
"Bu Nyai, ada Gus Alvan nggak?"
"Ada nak, naik aja ke lantai atas nak Alvan ada di ruang TV. Emang ada keperluan apa?"
"Tadi ada keributan di sekolah jadi Ara dan teman-teman yang lain di panggil sama Guss Alvan untuk menghadap." Jawab Ara jujur. Nyai Hanzal mengangguk paham.
Ara pamit untuk menjumpai Alvan seraya membungkukkan badan pertanda hormat.
Sebelum Ara benar-benar berada di lantai atas, ia memberi salam dan meminta izin kepada Alvan agar diizinkan berada satu lantai dengan Alvan.
Alvan yang sedang fokus dengan kitabnya berpaling ke arah tangga. Hanya pucuk hijab Ara yang terlihat.
"Siapa?"
"Ara, Gus."
"Cuma Ara aja, temen-temen yang lain mana?"
"Temen-temen yang belum sampe, Gus."
"Ya sudah, tunggu temen-temen kamu yang lain datang di teras ndalem."
"Na'am, Gus." Ara menurut dan kembali turun ke teras, ia menunggu teman-temannya yang lain.
Tak berselang lama, mereka semua tiba di teras ndalem selepas mengikuti ujian. Sekarang mereka semua berbaris di hadapan Alvan, kemudian Alvan memberikan nasehat dan jangan lupakan hukuman yang sepadan dengan apa yang telah mereka lakukan di sekolah.
"Kamu Fitri, minta maaf sama Ara! kamu tahukan kesalahan kamu?" Fitri mengangguk, wajahnya murah karena menahan malu
***
Jangan lupa VOTE ya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARA DUA DO'A (TERBIT)
أدب المراهقين⚠️SEBELUM BACA WAJIB FOLLOW AKUN INI!⚠️ " Ara gak suka jatuh hati sama yang enggak bisa Ara miliki"